Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI sedang merencanakan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau UU Polri. Salah satu perubahan yang dibahas dalam revisi UU Polri adalah soal perpanjangan batas usia pensiun Polri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam draf revisi UU Polri yang diterima Tempo, usia pensiun maksimal anggota Polri akan diperpanjang dari sebelumnya 58 tahun menjadi 60 tahun. Usia pensiun anggota Polri dapat diperpanjang lagi menjadi 62 tahun jika memiliki keahlian khusus dan dianggap sangat dibutuhkan. Sedangkan untuk pejabat fungsional, usia pensiun diatur maksimal 65 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Wacana perpanjangan batas usia anggota Polri melalui revisi UU Polri tersebut mendapat tanggapan dari berbagai kalangan.
1. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad: Supaya Sama Antarpenegak Hukum
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan DPR sebelumnya telah melakukan revisi Undang-Undang Kejaksaan pada 2021. Dia mengatakan revisi itu salah satunya mengubah usia pensiun dan usia jabatan fungsional jaksa. Setelah revisi UU Kejaksaan, kata Dasco, ada permintaan merevisi UU Polri dan UU TNI.
"Ada permintaan untuk melakukan revisi UU Polri dan TNI agar dapat sama dengan UU Kejaksaan tentang masa pensiun dan masa berakhirnya jabatan fungsional," kata Dasco usai Rapat Paripurna DPR RI Ke-17 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung DPR, Senin, 20 Mei 2024.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra itu juga menuturkan revisi UU Polri dan UU TNI sempat tertunda karena pelaksanaan Pemilu 2024. Karena itu, usai pemilu, DPR bakal menuntaskan revisi UU Polri dan UU TNI.
“Nah, sekarang itu supaya juga semua sama di antara para penegak hukum ini, kami kemudian melakukan juga revisi," kata Dasco.
2. Peneliti Senior Imparsial Al Araf: Sulit Bekerja Efektif Akibat dari Ruang Jabatan Tak Ada
Peneliti senior Imparsial, Al Araf, mengkritik rencana perpanjangan batas usia pensiun personel Polri. Dia menekankan pentingnya mempertimbangkan efektivitas kerja personel di usia lanjut dari aspek fisik, psikis, dan kapasitasnya.
“Nanti ini butuh ahli-ahli tersendiri, memang usia 60 itu masih memiliki efektivitas untuk bekerja sebagai anggota TNI ataupun anggota Polri?” kata Al Araf dalam diskusi ‘Menyikapi Kembalinya Dwifungsi ABRI, Perluasan Kewenangan TNI, Isu Peradilan Militer dalam Pembahasan RUU TNI di DPR pada 22 Mei 2024’ pada Ahad, 19 Mei 2024.
Al Araf memperingatkan perpanjangan usia pensiun dapat menimbulkan masalah penumpukan personel dalam tubuh TNI dan Polri. Situasi serupa, menurut dia, dapat terjadi di Polri jika perpanjangan usia pensiun tidak diimbangi dengan restrukturisasi organisasi. Al Araf memerinci, TNI mengalami persoalan terkait hal ini ketika undang-undang TNI pada 2004 dibuat terjadi perpanjangan masa pensiun, lalu kemudian tidak diantisipasi.
Akhirnya, banyak anggota TNI yang pernah menjadi kolonel, tapi tanpa jabatan. Menurut dia, ini terjadi karena ada perpanjangan masa pensiun yang tidak dihitung pada 2004 dampaknya seperti apa, sehingga mengganggu rotasi dan profesionalisme di TNI.
“Organisasi tidak memberi jabatan, akhirnya yang terjadi adalah kelemahan profesionalisme. Orang kemudian sulit untuk bekerja secara efektif akibat dari ruang jabatannya tidak ada. Tapi penumpukan yang terjadi. Kenapa? Karena masa pensiun diperpanjang,” ujar Al Araf.
3. Pengamat Militer Beni Sukadis: Banyak Isu yang Perlu Dipertimbangkan dalam Revisi UU Polri
Pengamat militer Beni Sukadis menilai, selain usia pensiun, banyak isu yang perlu dipertimbangkan dalam revisi UU Polri. Beberapa isu itu di antaranya perbaikan dalam pengawasan internal dan eksternal, peningkatan transparansi dalam proses penegakan hukum, dan penguatan mekanisme akuntabilitas. Peningkatan kualitas pelayanan publik dan penanganan aktivitas kriminalitas secara efektif juga harus menjadi prioritas utama.
Beni menyebutkan peningkatan tindakan polisi yang mempolitisasi dan menekan kebebasan berekspresi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi perlu menjadi sorotan. Menurut dia, polisi masih sering kali mengkriminalisasi kelompok pengkritik dengan menggunakan undang-undang kontroversial seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta tuduhan pencemaran nama baik dan penistaan agama dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Seharusnya Polri memiliki standar pelayanan publik yang lebih proaktif agar tidak selalu lewat penegakan hukum dalam persoalan tindak pidana kecil seperti penghinaan dan pencemaran nama baik, karena ada jalan yaitu restorative justice melalui rekonsiliasi dan arbitrase," ujar Beni saat dihubungi pada Ahad, 19 Mei 2024.
Dia mengatakan prospek reformasi Polri di masa mendatang tampak menjanjikan jika ada komitmen yang kuat dari pemerintah dan pemangku kepentingan terkait seperti DPR dan Kompolnas.
"Dengan demikian, Polri dapat menjadi institusi yang lebih profesional, dipercaya oleh masyarakat, dan mampu menjalankan tugasnya secara efektif dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Indonesia," ujar dia.
4. Peneliti BRIN Sarah Nuraini Siregar: Polri Perlu Merumuskan Ulang Formasi Jabatan
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Sarah Nuraini Siregar menanggapi potensi kecemburuan di internal Polri akibat revisi UU Polri yang mencakup perpanjangan usia personel Polri.
"Ini kembali lagi pada tata kelola karier ya," kata Sarah kepada Tempo, Jumat, 17 Mei 2024.
Sarah mengatakan tata kelola karier harus diperhatikan untuk mencegah terjadi penumpukan jabatan atau fungsi para anggotanya. Maka, kata dia, para pemangku kepentingan termasuk Polri perlu segera bertindak.
"(Yakni) memetakan ulang sumber hingga merumuskan ulang formasi-formasi jabatan dan fungsi di internal Polri," ucap peneliti klaster riset konflik, pertahanan, dan keamanan BRIN ini.
Dia juga menanggapi perubahan usia pensiun polisi dalam revisi UU Polri. Menurut dia, perubahan usia pensiun tersebut tidak masalah karena tugas atau fungsi Polri berada di area masyarakat sekaligus negara. "Karena itu ada fungsi pelayanan dan penegakan hukum," ujarnya.
Namun Sarah menilai ada beberapa hal perlu diperhatikan oleh pemerintah. Pertama, soal tata kelola karier anggota Polri yang harus dievaluasi dan direformulasi. "Karena perpanjangan batas usia tentu mempengaruhi penempatan-penempatan anggota dan jabatan atau fungsi yang diberikan," kata Sarah.
Kedua, perpanjangan usia pensiun juga harus selaras dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) sehingga perlu diperhatikan evaluasi pembinaan SDM.
Ketiga, perpanjangan usia pensiun juga akan berpengaruh pada rentang waktu jabatan-jabatan strategis, di mana salah satunya jabatan Kapolri. "Para pemangku kepentingan perlu memperhatikan hal ini untuk mencegah sirkulasi kepemimpinan yang stagnan," ujar Sarah.
ADINDA JASMINE PRASETYO | YOHANES MAHARSO JOHARSOYO | AMELIA RAHIMA SARI