Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto mengatakan, muncikari pekerja seks komersial atau PSK anak-anak di Apartemen Gading Nias melakukan perbudakan dengan cara memberi utang kepada orang tua korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Pembayaran utang dipotong melalui hasil keringat atau pekerjaan yang dilakukan anaknya," kata Budhi saat konferensi pers di kantornya, Senin, 10 Februari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Polisi menggerebek tempat penampungan PSK anak-anak itu di Apartemen Gading Nias di Tower Chrysant unit 20JB dan 21HC, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Rabu, 6 Februari 2020. Polisi menemukan 9 PSK usia anak-anak dan 4 orang lain usia dewasa serta 5 orang tersangka.
Dua muncikari yang ditangkap polisi adalah pasangan suami istri berinisial MC, 35 tahun dan SR alias SH (33). Sedangkan tiga orang pengawas adalah RT alias OZ (30), SP (36) dan ND alias BN (26). Para PSK anak-anak yang ditemukan polisi berumur antara 14, 15 sampai 16 tahun. Rata-rata berasal dari Indramayu, Jawa Barat.
Budhi menjelaskan, para PSK dijual dengan sistem voucher. Satu voucher dibanderol dengan harga Rp 380 ribu. Rinciannya, Rp 200 ribu untuk penyedia tempat, Rp 75 ribu untuk muncikari dan 105 ribu untuk PSK. Menurut Budhi, mereka bekerja dibawah naungan agensi Agatha.
Menurut Budhi, muncikari mewajibkan para PSK-nya untuk menghabiskan 50 voucher atau 50 kali melayani pelanggan selama sebulan. Jika target tersebut tidak terpenuhi, para PSK akan dikenakan sanksi.
"Si pekerja ini akan didenda Rp 1 juta, oleh karena itu mereka akan berusaha memaksa dan menekan para wanita ini untuk memenuhi target penjualan," kata Budhi.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait kembali menegaskan bahwa praktik yang dilakukan para tersangka sudah masuk tindakan perbudakan seks yang diakui secara internasional. Jika di Indonesia, masuk dalam kategori perdagangan orang.
"Definisinya terpenuhi, ada perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, ada transaksi, ada agen, ada uang dan juga ada utang," kata Arist.
Terhadap para pelaku, polisi menjerat dengan Pasal 76F juncto Pasal 83 juncto Pasal 76I juncto Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Selanjutnya Pasal 2 Ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.