Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEPOLISIAN RI masih meyakini delapan pelaku yang sudah divonis penjara seumur hidup telah membunuh Muhammad Rizky Rudiana alias Eky dan Vina Dewi Arsita di Cirebon, Jawa Barat, pada 27 Agustus 2016. Mereka juga diyakini memperkosa Vina secara bergantian. Delapan tahun kemudian, setelah kasus kematian Eky dan Vina diangkat ke layar lebar dan diperbincangkan banyak orang, polisi menangkap Pegi Setiawan alias Perong yang sempat menjadi buron. Sebelumnya, polisi menangkap para pelaku setelah Rudiana, ayah Eky yang kala itu menjadi Kepala Unit Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Cirebon Kota, melapor ke Polres Cirebon Kota pada 31 Agustus 2016.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengacara dua terpidana kasus kematian Eky dan Vina, Sudirman dan Saka Tatal, Titin Prialianti, meyakini sengkarut perkara ini bermula dari laporan Rudiana yang dianggap janggal. Rudiana diduga menggunakan jabatannya untuk memburu para pelaku, baru kemudian melapor ke Polres Cirebon Kota. Persidangan juga dipenuhi kejanggalan. Titin menjelaskan, hasil visum pertama dan kedua Eky dan Vina tak menyebutkan ada tanda pembunuhan dan pemerkosaan. Namun majelis hakim tetap memvonis bersalah semua pelaku. Berikut ini keterangan Titin kepada wartawan Tempo, Lani Diana dan Advist Khoirunikmah, di rumahnya di Cirebon pada Selasa, 18 Juni 2024. Wawancara juga dilakukan lewat sambungan telepon beberapa hari kemudian.
Apakah Vina dan Eky meninggal karena dibunuh?
Fakta persidangan menyebutkan korban Eky meninggal karena ditusuk di bagian dada dan perut menggunakan pedang samurai. Tapi, jika melihat hasil visum Eky, penyebab kematiannya diduga adalah retakan tulang tengkorak akibat terbentur. Pada bukti pakaian juga tidak ada bekas sobekan akibat benda tajam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anda sempat menanyakan hasil visum itu di persidangan?
Sudah saya sampaikan kepada majelis hakim soal luka-luka itu. Apalagi dokter yang menangani visum Eky memperlihatkan kaus milik Eky. Jelas sekali kaus tidak bolong di bagian dada dan perut seperti yang disebutkan dalam tuntutan bahwa kematiannya karena tusukan benda tajam di bagian itu.
Bagaimana dengan temuan sperma di tubuh Vina?
Sperma ditemukan dalam visum kedua setelah ekshumasi, bukan dalam visum pertama. Dalam persidangan, saya mempertanyakan: apa tidak bisa dinilai sperma itu dari mana? Jawabannya, tes dan pemeriksaan lebih lanjut tidak dilakukan.
Apakah itu sebabnya Anda selalu mengatakan ada kejanggalan saat penangkapan para tersangka?
Pak Rudiana menangkap para tersangka tanpa surat penangkapan. Hakim sudah bertanya kepada Pak Rudiana mengenai surat penangkapan itu dalam persidangan. Pak Rudiana menjawab tidak ada surat penangkapan dan hanya berkomunikasi secara lisan.
(Catatan: Hingga Jumat, 21 Juni 2024, Rudiana belum menanggapi surat permohonan wawancara yang dikirimkan Tempo ke rumahnya.)
Adakah kejanggalan dalam proses penyelidikan?
Setelah melapor ke Polres Cirebon Kota, Pak Rudiana membuat berita acara pemeriksaan pada 31 Agustus 2016, pukul 18.30 WIB, atau satu jam setengah setelah penangkapan para terpidana. Dia sudah merangkai peristiwa yang menurut dia telah terjadi pada Eky dan Vina. Sementara itu, para pelaku baru diperiksa pukul 20.20 WIB.
Apakah persidangan turut mengungkap fakta lain di tempat kejadian perkara?
Kronologinya, Vina dan Eky dikejar dari depan Sekolah Menengah Pertama Negeri 11 Kota Cirebon sampai ke flyover, lalu terjatuh dan dipukuli. Mereka dibawa ke tanah kosong di belakang rumah toko di seberang SMPN 11. Eky kembali dipukuli dan Vina diperkosa, lalu dibawa lagi ke flyover. Logikanya, kalau ada luka tusuk, seharusnya darah berceceran. Tapi kesaksian polisi yang melakukan olah tempat kejadian perkara hanya menemukan darah di bawah tubuh korban. Sementara itu, ditemukan bekas cat sepeda motor yang tergores di bagian median jalan serta ada daging pada baut tiang penerangan jalan, yang diduga dari luka korban Vina.
Siapakah saksi yang memberatkan para terdakwa?
Mereka didakwa dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pembunuhan berencana. Tapi tuduhan itu hanya berdasarkan keterangan dua saksi yang tak pernah dihadirkan ke persidangan. Dua saksi itu tinggal di rumah kos di sekitar lokasi kejadian. Kami sulit meminta konfirmasi kepada mereka.
Lalu kenapa Sudirman dan terdakwa dewasa lain mengajukan permohonan grasi kepada presiden dan mengaku bersalah dalam surat tersebut?
Kami tidak pernah diberi tahu soal pengajuan permohonan grasi dan baru tahu terpidana pernah mengajukannya setelah masalah ini ramai. Dalam persidangan, mereka membantah semua tuduhan, bahkan mengaku disiksa selama penyidikan. Yang menjadi masalah, siapa yang menganjurkan mereka mengajukan permohonan grasi?
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo