Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Buru Tersangka Korupsi Kondensat, Polri Akan Terbitkan Red Notice

Penyidik Polri di Singapura sudah mengecek informasi terakhir yang menyebutkan tersangka korupsi kondensat Honggo Wendratno tengah berada di sana.

20 Januari 2018 | 21.10 WIB

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri menggeledah kantor PT Polytama propindo dan Tuban LPG di Mid Plaza, Jakarta, 18 Juni 2015. Penyidik menggeledah kantor salah satu pendiri TPPI Honggo Wendratmo tersangka kasus dugaan korupsi penjualan kondensat dari SKK Migas kepada PT TPPI. Tempo/Dian Triyuli Handoko
Perbesar
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri menggeledah kantor PT Polytama propindo dan Tuban LPG di Mid Plaza, Jakarta, 18 Juni 2015. Penyidik menggeledah kantor salah satu pendiri TPPI Honggo Wendratmo tersangka kasus dugaan korupsi penjualan kondensat dari SKK Migas kepada PT TPPI. Tempo/Dian Triyuli Handoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan lembaganya akan menerbitkan daftar buron atau red notice terhadap tersangka korupsi kondensat, Direktur PT PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratno. "Nanti DPO (daftar pencarian orang) itu mau kami sebar mulai hari Senin," kata Martin di Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Jumat, 19 Januari 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Martinus mengatakan penerbitan red notice tersebut merupakan langkah penyidik untuk menemukan Honggo. Sebab, keberadaan Honggo hingga kini belum diketahui. Red notice sudah dikirimkan sejak tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Martin, penyidik Polri di Singapura sudah mengecek informasi terakhir yang menyebutkan Honggo tengah berada di sana. Namun, ternyata hasilnya nihil.

"Pada saat Senior Liaison Officer kami di sana datangin lokasi yang patut diduga adalah tempat tinggal dan perusahaan TPPI, ternyata oleh yang ada di sana menyatakan bahwa tersangka HW tidak ada di sana," kata Martinus.

Berdasarkan informasi yang didapat penyidik, keluarga Honggo juga tak mengetahui keberadaan Direktur PT PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) tersebut. Sehingga, Martin menduga Honggo kini berada di negara lain.

Dengan posisi tersangka yang belum diketahui, penyidik belum bisa melakukan pelimpahan tahap dua (penyerahan tersangka dan barang bukti) kasus tersebut kepada Kejaksaaan Agung. Adapun berkas perkara yang merugikan negara hingga US$ 2,716 miliar atau sekitar Rp 38 miliar itu sudah dinyatakan lengkap atau P21 pada awal tahun ini.

Kasus ini bermula pada 2009. BP Migas -sebelumnya SKK Migas- menunjuk langsung TPPI dalam penjualan kondensat bagian negara. Tindakan ini dinilai melanggar keputusan BP Migas tentang pedoman penunjukan penjual minyak mentah karena TPPI tidak memiliki kapabilitas pengelolaan kondensat. TPPI juga melanggar hukum dengan melakukan pengambilan kondensat bagian negara sebelum adanya kontrak dengan BP Migas.

Kontrak baru dibuat 11 bulan setelahnya dengan masa berlaku yang dibuat mundur 11 bulan sebelumnya. Selain itu, TPPI melanggar dengan menjual kondensat, yang harusnya diolah sebagai Bahan Bakar Minyak menjadi gas elpiji.

Selain Honggo, Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono juga ikut dijerat. Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus