Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto merupakan salah satu peserta aksi Hari Buruh Internasional yang ditetapkan sebagai tersangka saat demo Hari Buruh di depan Gedung DPR RI, Kamis, 1 Mei 2025. Bersama Teguh, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) menetapkan 12 orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Teguh mengatakan bahwa setelah ditahan selama lebih dari 27 jam, penyidik memaksa untuk menyita barang-barang pribadinya. Ia menyebut barang bawaannya digeledah dan difoto secara paksa, tanpa diminta persetujuan terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kami menolak segala bentuk penyitaan tanpa dasar hukum yang sah, tapi kemudian penyidik melakukan penyitaan secara paksa terhadap seluruh barang bawaan kami," kata Teguh lewat media sosial X miliknya. Teguh membolehkan Tempo mengutip informasi tersebut saat dihubungi pada Selasa, 13 Mei 2025.
Adapun barang pribadi milik Teguh yang disita antara lain iPhone 15 Pro Max, iPhone 13 Pro Max, GoPro Hero 10, perlengkapan alat pelindung diri, serta dua buah tang yang digunakan untuk memotong kawat berduri di jembatan penyeberangan orang (JPO) yang dinilai membahayakan pejalan kaki. Teguh juga menyebut bahwa peserta aksi Hari Buruh lainnya yang ikut ditahan mengalami penyitaan barang serupa.
Karena itu, Teguh meminta kepolisian untuk mengembalikan barang-barang yang disita. Selain tidak adanya dasar hukum yang jelas, Teguh menegaskan bahwa beberapa barang tersebut digunakan untuk kegiatan akademik dan juga sebagai alat penunjang dalam mencari nafkah.
Teguh sebagai tim medis saat peringatan Hari Buruh
Teguh mengatakan dirinya telah memperkenalkan diri sebagai bagian dari tim medis kepada polisi. Saat itu, timnya sedang melakukan penyisiran dan melihat empat orang ditangkap di sekitar area bawah flyover Senayan. Beberapa di antaranya tampak mengalami pendarahan.
"Kami maju untuk melihat apakah teman-teman tersebut butuh pertolongan segera. Selanjutnya malah kami, tim medis yang menjadi korban dan ditangkap," kata Teguh
Teguh mengaku mengalami kekerasan dari aparat, termasuk dibanting, dipukul, diinjak, dan digeledah secara paksa. Bodycam yang dikenakan sebagai bagian dari tim medis juga dirampas. Setelah itu, ia bersama 13 orang lainnya dibawa dengan mobil tahanan ke Ditreskrimum Subdit Keamanan Negara Polda Metro Jaya.
"Rombongan pertama yang diangkut itu 11 orang, 4 di antaranya medis. Setibanya di Polda, datang lagi 2 orang lalu disusul 1 orang lagi," kata dia.
Dari 14 orang yang ditangkap, beberapa mengalami luka seperti kepala bocor, bibir pecah, hidung berdarah, dan memar di berbagai bagian tubuh. Tim medis, kata Teguh, sudah memberikan pertolongan pertama kepada massa yang terluka, meskipun tim sendiri juga dalam kondisi tidak baik.
Teguh mengatakan bahwa mereka tiba di Polda Metro Jaya sekitar pukul 18.00 WIB. Ke-14 peserta aksi itu didampingi oleh Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD). Setibanya di Polda, Teguh mengatakan barang-barang bawaan mereka digeledah oleh pihak kepolisian. Penyidik juga melakukan penyitaan terhadap barang-barang bawaan dari 14 massa aksi tersebut.
"Barang-barang bawaan kami digeledah dan difoto tanpa permintaan persetujuan dari kami sebelumnya dan dilakukan secara paksa," kata dia.
Barang-barang milik tersangka yang disita akan jadi barang bukti
Sementara itu Kepala Subbidang Penerangan Masyarakat Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Reonald Simanjuntak membenarkan telah menyita barang-barang milik 13 peserta aksi yang kini jadi tersangka. Reonald mengatakan barang tersebut akan dijadikan barang bukti oleh kepolisian.
"Ya pasti dong. Itu dijadikan barang bukti. Dan juga penyidik itu kalau meningkatkan penyelidikan jadi penyidikan itu minimal mengantongi dua alat bukti," ujar dia.
Selain Teguh, 12 massa aksi lain yang telah ditetapkan sebagai tersangka berinisial S, NZ, DS, HW, NB, SJ, GS, MF, EF, NN, JA, dan AH. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Reonald menyebut pihaknya belum menahan 13 orang peserta demo Hari Buruh tersebut. Penyidik baru mengirimkan panggilan pemeriksaan saja.
Reonald juga menyatakan bahwa tersangka dikenakan Pasal 212 KUHP, dan/atau Pasal 216, dan/atau Pasal 218 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara maksimal satu tahun.
Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang melawan pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah. Ancaman pidana yang diatur dalam pasal ini adalah penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Bunyi Pasal 212 KUHP:
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan kepada seseorang pegawai negeri yang melakukan pekerjaannya yang sah, atau melawan kepada orang yang waktu ‘membantu pegawai negeri itu karena kewajibannya menurut undang- undang atau karena permintaan pegawai negeri itu, dihukum karena perlawanan, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak banyaknya sebanyak-banyaknya Rp 4.500,00.