Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Di Angkasa Bersama Harley

Direktur Utama PT Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra diduga menyelundupkan Harley-Davidson ke pesawat baru maskapai penerbangan itu. Ada skenario untuk meredam kasus ini.

7 Desember 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERBANG dari Toulouse, Prancis, pesawat Garuda Indonesia jenis Airbus A330-900 Neo mendarat di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, Ahad siang, 17 November lalu. Pilot langsung memarkir burung besi itu di Hanggar 4, kawasan berikat milik PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia. Di sana, petugas Bea dan Cukai Bandara sudah menunggu.

Mereka bersiap melakukan plane zoe-king—pemeriksaan kepabeanan terhadap pesawat komersial baru. Airbus A330-900 itu satu dari 14 pesawat baru Garuda Indonesia. “Petugas memeriksa pesawat itu secara menyeluruh,” kata Kepala Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Finari Manan, Jumat, 6 Desember lalu.

Manifes pesawat tak mencantumkan daftar kargo. Petugas meminta semua penumpang dan awak turun, termasuk Direktur Utama PT Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara dan istrinya. Direksi dan manajer senior PT Garuda Indonesia juga ikut dalam penerbangan itu.

Petugas menggeratak kokpit dan tempat bagasi di atas kursi penumpang. Tak menemukan barang mencurigakan, mereka berpindah ke lambung kiri pesawat. Di sana, teronggok 18 kardus di belakang tumpukan koper penumpang. Petugas ground handling GMF diperintahkan mengeluarkan kardus-kardus itu.

Di dalam 15 kardus, terdapat komponen sepeda motor Harley-Davidson tipe Electra Glide Shovelhead tahun 1970. Tiga kardus lain berisi suku cadang dan dua sepeda lipat Brompton.

Sepeda Brompton yang ikut diselundupkan bersama Harley-David­son dalam pesawat Ga­­ru­da Indonesia dirilis di Jakarta, 5 Desember 2019. TEMPO/Tony Hartawan

Finari mengatakan anggota rombongan pejabat Garuda tak melaporkan barang tersebut ke Bea dan Cukai saat mendarat di bandara. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203 Tahun 2017 mewajibkan penumpang dari luar negeri melaporkan barang belanjaan yang bernilai lebih dari US$ 500 ke Bea dan Cukai. Mereka wajib membayar bea masuk dan pajak dari barang mewah itu.

Petugas Bea dan Cukai membawa 18 kardus itu ke Balai Lelang Artha di kompleks bandara. Mereka menyita kardus berbagai ukuran itu. “Kami langsung menerbitkan surat bukti penindakan,” ujar Finari.

General Manager PT GMF Aero Asia Tri Cahyadi menandatangani bukti penerimaan surat penyitaan tersebut pada hari yang sama. Tri berjanji menerima Tempo untuk menjelaskan perkara penyelundupan tersebut, tapi membatalkannya. Dia mengaku tak mengantongi izin dari atasan. “Mohon maaf, langsung ke corporate secretary (Garuda Indonesia) saja,” kata Tri pada Rabu, 4 Desember lalu.

Bea dan Cukai menyatakan Harley-Davidson itu melanggar ketentuan soal impor kendaraan bekas. Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 127 Tahun 2015. Peraturan itu menyebutkan individu atau badan usaha yang mendatangkan kendaraan bekas harus mengantongi izin Kementerian Perdagangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menaksir harga Harley-Davidson itu Rp 800 juta. Nilai sepeda Brompton mencapai Rp 50-60 juta. Ia memastikan penyelundupan Harley dan Brompton itu telah merugikan negara. “Total potensi kerugian negara Rp 532 juta hingga Rp 1,5 miliar dari barang-barang itu,” ucap Sri Mulyani, Jumat, 6 Desember lalu.

•••

GARUDA Indonesia merayakan peresmian Airbus A330-900 sebagai salah satu armada mereka pada Rabu, 27 November lalu, di hanggar tempat Harley-Davidson dan Brompton disita. Belasan sepeda motor gede dipamerkan dalam acara tersebut.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra mengagulkan keunggulan dan kenyamanan pesawat seharga Rp 4,15 triliun itu kepada para tamu dalam acara tersebut. Airbus A330-900 memiliki koneksi Internet, daya jelajahnya hingga 13.330 kilometer, dan hemat bahan bakar hingga 15 persen. “Terima kasih kepada para pelanggan kami yang setia dan selamat menikmati pesawat Airbus A330-900,” katanya. Tiga hari kemudian, penyelundupan Harley dan Brompton di lambung pesawat mencuat.

Tim Penindakan dan Penyidikan Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta memeriksa salah seorang penumpang Airbus A330-900 bernama Satyo Adi Swandhono. Nama Senior Manager PT Garuda Indonesia tercantum dalam claim tag 15 kardus berisi komponen Harley-Davidson itu. Adapun claim tag tiga kardus berisi Brompton atas nama Lokadita Sedimesa.

Menteri Sri Mulyani mengatakan Satyo mengaku membeli Harley-Davidson itu di situs eBay. Tapi dia tak memiliki akun di situs jual-beli itu. Satyo pun tak mengantongi bukti pembelian. Menteri Sri mengatakan profil Satyo tak cocok sebagai pemilik Harley-Davidson. Ia masih memiliki utang Rp 300 juta di bank. “Dia penghobi sepeda, bukan motor,” ujar Sri.

Menurut seorang pejabat di Kementeri-an Keuangan yang mengetahui investigasi perkara ini, manajemen Garuda Indonesia mulai kasak-kusuk saat Bea dan Cukai menyita Harley dan Brompton. Ari Askhara memanggil direksi dan petinggi anak perusahaan Garuda Indonesia pada Senin, 18 November lalu. Menurut sumber ini, Ari ingin meredam kasus itu supaya tak muncul ke publik.

Orang-orang Garuda khawatir penyelundupan ini berujung pada pidana. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Kepabeanan menyebutkan hukuman maksimal kepada penyelundup mencapai lima tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Surat penindakan Bea dan Cukai dikabarkan mencantumkan salah satu pasal pidana undang-undang ini.

Ari Askhara mengutus Direktur Utama PT Aerofood Indonesia Sis Handaya Aziz untuk melobi Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta. Sis menemui Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Hengky Aritonang di hanggar GMF, Selasa, 19 November lalu.

Mereka ditengarai bersepakat membuat skenario agar komponen Harley dan Brompton itu tak termasuk barang mewah. Keduanya akan dianggap barang bawaan bernilai di atas US$ 500, tapi lupa dilaporkan ke Bea dan Cukai. Dengan cara ini, Sis berharap Bea dan Cukai hanya menerapkan denda terhadap pemilik Harley dan Brompton.

Sepekan setelah berjumpa dengan Hengky Aritonang, Sis menemui Kepala Bea dan Cukai Bandara Finari Manan. Mereka mengobrol di ruangan Finari di lantai dua gedung Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta. Finari mengatakan pertemuan itu juga dihadiri seorang anggota stafnya. “Saya menerima Pak Sis di sini (ruang kerjanya) dengan anggota saya,” ucapnya.

Menurut Finari, pertemuan itu awalnya membahas persiapan acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang digelar bersama berbagai lembaga di kompleks bandara. Di sela-sela obrolan, Sis menanyakan perkembangan kasus Harley dan Brompton.

Finari menjawab timnya sedang meneliti perkara itu. Sis kemudian menanyakan jalan keluarnya. “Dia bertanya, boleh enggak barangnya direekspor?” ujar Finari. Ia menjelaskan kepada Sis bahwa reekspor sulit dilakukan. “Reekspor bukanlah solusi karena ada ketentuannya,” kata Finari menirukan ucapannya kepada Sis Handaya.

Sis membantah jika disebut bertemu dengan Hengky dan Finari. “Saya tidak pernah bertemu dengan keduanya. Mohon maaf, untuk urusan ini silakan ditanyakan lebih jauh kepada juru bicara Garuda Indonesia,” ujar Sis, Jumat, 6 Desember lalu.

Ari Askhara. TEMPO/Tony Hartawan

Hengky Aritonang tak menjawab soal pertemuannya dengan Sis. “Wah, kok jadi simpang-siur ya informasinya. Masih kami proses dan kami tidak mengenal kasus di-close,” kata Hengky, Jumat, 6 Desember lalu.

Setelah penyelundupan ini mencuat, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir memerintahkan Komite Audit menelusuri skandal ini pada Senin, 2 Desember lalu. Ia menerima hasil investigasi Komite Audit yang menemukan fakta bahwa Harley-Davidson itu adalah milik Ari Askhara. “Saya sebagai Menteri BUMN akan memberhentikan Saudara Ari Askhara dan oknum-oknum yang tersangkut dalam kasus ini,” ujar Erick, Jumat, 6 Desember lalu.

Komite Audit BUMN memeriksa lima karyawan Garuda. Salah satunya Satyo Adi Swandhono, yang mengaku sebagai pemilik Harley. Komisaris PT Garuda Indonesia, Herbert Timbo P. Siahaan, mengatakan Komite Audit tak mempercayai keterangan Satyo. “Gajinya di bawah Rp 20 juta. Dia bahkan tak punya SIM C,” kata Timbo kepada Tempo, Jumat, 6 Desember lalu. Tempo mendatangi rumah Satyo di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Kamis, 5 Desember lalu. Ia tak berada di rumah.

Terciduk di Hanggar Sendiri

Komite memastikan Harley itu milik Ari Askhara setelah menemui saksi kunci pada Kamis, 5 Desember lalu. Ia adalah karyawan Garuda Indonesia. Ari berburu Harley tipe Electra Slide Shovelhead sejak 12 September 2018. Tujuh bulan kemudian, ia menemu-kan Electra Slide Shovelhead itu di Belanda. Ari mentransfer 9.000 euro kepada seorang manajer keuangan PT Garuda Indonesia di Amsterdam untuk membayar Harley itu.

Setelah pengiriman Harley itu lewat penerbangan komersial Garuda Indonesia dan salah satu maskapai penerbangan asing gagal, seorang direktur PT Garuda Indonesia menawarkan bantuan pengiriman. “Dia ikut mengatur komponen Harley itu masuk ke lambung pesawat Airbus A330-900 baru tersebut,” ujar Timbo.

Maka Dewan Komisaris pun merekomendasikan pemecatan empat direktur Garuda lain. Menteri Erick mengatakan Harley diselundupkan secara sistematis karena melibatkan sejumlah pejabat Garuda.

Ari Askhara tak merespons permohonan wawancara Tempo hingga Sabtu, 7 Desember lalu. Telepon selulernya mati sejak skandal ini merebak. Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia M. Ikhsan Rosan membantah kabar bahwa manajemen mengutus Sis Handaya Aziz menemui Hengky Aritonang dan Finari Manan.

Ia juga sempat membantah informasi yang menyebutkan Ari Askhara pemilik Harley itu. “Enggak ada itu. Isunya jadi melebar ke mana-mana,” ujar Ikhsan, Selasa, 3 Desember lalu. Keterangan Ikhsan berubah seusai konferensi pers Menteri Erick Thohir. “Saya ikut Pak Menteri,” katanya.

LINDA TRIANITA, RIKY FERDIANTO, MUSTAFA SILALAHI, JONIANSYAH (TANGERANG)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus