Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
POLISI menemukan indikasi kuat bahwa percetakan PT Panca Gemilang Indah (Pandah) di Jakarta Selatan sengaja dibakar. Sebab itu, pemilik percetakan, Hoddy, 34, dan kakaknya, Hasan, serta seorang tersangka lain sejak dua pekan lalu ditahan. "Kebakaran yang menghanguskan gedung dan mesin-mesin senilai Rp 2 milyar itu terjadi secara tidak wajar," kata sebuah sumber di Polres Jakarta Selatan, mengutip kesimpulan pemeriksaan dari Laboratorium Kriminil (Labkrim) Mabes Polri. Indikasi itu, antara lain, karena PT yang mencetak enam penerbitan ltu tidak melaporkan kebakaran kecil yang terjadi sehari sebelumnya. Adanya sengketa antara perusahaan tersebut dan perusahaan leasing, utang-utangnya, serta soal asuransi, kata sumber tadl, memperkuat dugaan bahwa percetakan itu sengaja dibakar. Selain memiliki PT Pandah, Hoddy, bekas pengusaha pelayaran kelahiran Palembang itu, juga membiayai enam penerbitan yang dicetak disitu, walau dengan PT yang berbeda-beda. Keenam penerbitan tadi yaitu majalah wanita Famili, majalah mode Intan, majalah film Team, majalah populer Tiara, dan majalah anak-anak Bom-Bom. Satu lagi, majalah berita mingguan Foks yang SITnya dicabut Departemen Penerangan, Mei lalu, karena memuat laporan utama tentang "200 orang kaya Indonesia" serta sebuah kolom yang dipandang bisa mengembangkan teori pertentangan kelas. Penahanan atas Hoddy dan dua tersangka lain, menurut sumber di Polres Jakarta Selatan, tak lain untuk kepentingan penyidikan. Setelah terjadi kebakaran besar 8 Juli lalu itu katanya, polisi sebenarnya menerima laporan dari beberapa orang bahwa kebakaran itu direncanakan. Tapi karena belum ada petunjuk dan bukti yang kuat, kepolisian mengesampimgkan laporan tadi. Ternyata, kata sumber itu, laporan yang diterima dulu itu kini bisa membantu penyidikan polisi. Percetakan PT Pandah yang berdiri sejak 1975 terbakar malam hari 8 Juli. Api baru bisa dipadamkan dua jam kemudian, setelah memusnahkan enam mesin cetak offset, mesin set, kamera, dua mesin potong kertas otomatis, mesin jilid, dan seperangkat komputer. Hoddy sendiri, yang rumahnya bersebelahan dengan percetakan, ketika itu tengah berlibur di Cipanas. Sebelum Labkrim Mabes Polri, pihak Pan Union Insurance Ltd., yang menanggung asuransi PT Pandah sebesar Rp 1,243 milyar telah pula melakukan penyelidikan. Kesimpulan yang diperoleh pun sama: ada indikasi kesengajaan dalam peristiwa kebakaran percetakan di Cipete Selatan itu. Penyelidikan kata presiden direktur Pan Union Insurance Ltd., Nizirwan Harahap, kepada TEMPO, dilakukan oleh detektif asuransi yang didatangkan dari Forensic Service Australia, beberapa hari setelah kebakaran terjadi. Kesimpulan tersebut baru berupa pendahuluan, sedangkan hasil penyelidikan secara lengkap akan diketahui Oktober mendatang. Diakui bahwa akhir Juli lalu, BRI Cabang Khusus Jalan Veteran, Jakarta Pusat, c.q. PT Pandah, telah mengajukan klaim. Namun, karena waktu itu belum ada kejelasan tentang penyebab kebakaran, klaim belum bisa dibayarkan. Pengajuan klaim dilakukan BRI karena PT Pandah mendapat kredit dari sana. Artinya, bila nanti klaim dibayarkan, akan digunakan untuk menutup kredit BRI, dan selebihnya, bila ada, baru diberikan kepada PT Pandah. Pertanggungan sebesar Rp 1,243 milyar oleh Pan Union meliputi asuransi untuk mesin-mesin (Rp 1,078 milyar), bangunan (Rp 130 juta), inventaris perusahaan (Rp 30 juta), dan persediaan bahan baku cetak (Rp 5 juta). Selain di Pan Union, menurut sebuah sumber, PT Pandah juga mengasuransikan mesin-mesin dan beberapa kekayaan yang lain ke lima perusahaan asuransi lain. Yaitu Royal Indra Pura (Rp 500 juta), Dayin Mitra Asuransi (Rp 277 juta), New Hamsphire Agung Rp 144 juta, Wahana Tata Rp 84 juta, dan Jayasyara Asuransi, yang bercoinsurance dengan Royal Indra Pura, Rp 100 juta. Rudy Wanandi, presiden direktur Wahana Tata Asuransi, yang menanggung Rp 84 juta untuk bahan baku percetakan, kini juga tengah menanti keterangan resmi polisi tentang penyebab kebakaran. Pihaknya, lewat perusahaan loss adjuster PT Satria Darma, juga telah melakukan penyelidikan. Hanya penyelidikan itu bukan untuk mencari penyebab kebakaran, melainkan untuk menaksir jumlah kerugian. "Tentang penyebab kebakaran, penyidikan kami percayakan sepenuhnya kepada polisi. Lagi pula, kami tidak ingin mencari-cari kesalahan nasabah," katanya kepada TEMPO. Terbakarnya percetakan, ternyata, bukan hanya urusan PT Pandah. Sebab, mesin-mesin yang terbakar disewa dari empat perusahaan leasing - PT Citilease, PT Orient Bina Usaha Leasing, PT Sogelease Indonesia, dan PT First Indo American Leasing yang klni juga menanti penjelasan resmi polisi. PT Pandah pun masih mempunyai sangkutan dengan Credex Aussenhandelges GmBH Hamburg, perusahaan Jerman Barat, tempat ia membeli mesin cetak Miller. Perusahaan itu menuntut PT Pandah membayar cicilannya. Tapi Hoddy kemudian balik menggugat dan menuntut ganti rugi Rp 500 juta karena Credex dan agen tunggalnya, PT Baginda Putra, dianggap telah mencemarkan nama baiknya karena ia pernah ditagih lewat iklan di surat kabar. Dari keenam penerbitan yang dulu dikelola, kini hanya Famili yang masih terbit. Itu pun sudah di tangan orang lain. Majalah yang lain, kata Taufik Thoha - bekas pimpinan harian perusahaan penerbitan Tiara, Bom-Bom, dan Intan - praktis berhenti terbit. Apakah Fokus dan majalah lainnya bakal muncul kembali tampaknya akan tergantung sepenuhnya dari kasus yang kini dihadapi Hoddy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo