Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Hak Asasi Manusia menerbitkan laporan hasil analisis perihal dugaan eksploitasi mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kementerian HAM berpendapat adanya dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia dalam kasus ini,” ujar Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan Kementerian HAM Munafrizal Manan dalam konferensi pers, Rabu, 7 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut hasil analisis kementerian, pelanggaran yang ditemukan mencakup hak anak untuk mengetahui asal usul dan identitas, bebas dari eksploitasi ekonomi, memperoleh pendidikan yang layak, serta mendapat perlindungan dan jaminan sosial. Kementerian juga mencatat dugaan kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga praktik perbudakan modern.
Dugaan pelanggaran HAM itu diperoleh dari peristiwa yang diadukan oleh sembilan mantan pemain sirkus OCI kepada Kementerian HAM pada 15 April serta berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM pada 1997.
Eksploitasi diduga terjadi sejak 1997. Komnas HAM saat itu telah menyatakan ada pelanggaran HAM terhadap anak-anak pemain sirkus yang dilakukan oleh OCI. Namun, penyelidikan yang dilakukan Mabes Polri dihentikan dua tahun kemudian.
Dalam kronologi tertulis dari pendamping korban, disebutkan lebih dari 60 anak-anak berusia 2 hingga 4 tahun dipisahkan dari orang tua mereka. Di usia 4-6 tahun, mereka dipaksa bekerja tanpa upah, tidak disekolahkan, dan tidak diberi tahu identitas asli.
Pihak OCI membantah tuduhan tersebut. Tony Sumampau, anak pemilik OCI sekaligus pelatih satwa, mengakui para pemain cilik tidak menerima upah, tetapi menyebut keluarga mereka memenuhi kebutuhan anak-anak itu. Ia juga mengaku para pemain pernah dipukul dengan rotan sebagai bentuk disiplin.
Malam harinya, setelah laporan kementerian dirilis, kuasa hukum OCI Hamdan Zoelva menemui pejabat Kementerian HAM. Pertemuan berlangsung tertutup. “Kementerian sangat mendukung penyelesaian secara kekeluargaan,” ujar dia usai pertemuan.
Kementerian HAM menerbitkan tiga rekomendasi. Pertama, meminta Bareskrim Polri membuka kembali penyelidikan pidana terhadap mantan pemain sirkus. Karena laporan yang dilayangkan pada 1997 sudah dianggap kedaluwarsa, maka kementerian meminta penyelidikan mengacu pada generasi korban yang mengalami hal serupa. Berdasarkan pengaduan, eksploitasi masih terjadi pada 2010.
Kedua, kepada Komnas HAM agar mengkaji apakah peristiwa tersebut bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu.
Ketiga, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diminta memfasilitasi pemulihan trauma korban. Rekomendasi ini bersifat mengikat bagi kementerian dan lembaga negara, kecuali Komnas HAM yang bersifat independen.
Nabiila Azzahra berkontribusi dalam tulisan ini