Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana angkat bicara atas gugatan perdata yang dilayangkan oleh Almas Tsaqibbirru, mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa) pada Senin, 29 Januari 2024. Dalam gugatan perbuatan melawan hukum itu, Almas meminta ganti rugi sebesar Rp 500 miliar dari Denny.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi gugatan itu, Denny menilai Almas mengajukan gugatan itu seolah-olah sama dengan hak hukum saat mengajukan gugatannya ke Mahkamah Konstitusi atau MK, yang sejatinya merusak pemilu yang adil dan jujur.
“Karena menjadi bagian rekayasa dari lolosnya Gibran Jokowi menjadi anak haram konstitusi,” kata Denny saat dikonfirmasi Tempo melalui pesan singkat pada Sabtu, 3 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengenai angka gugatan yang mencapai setengah triliun rupiah, Denny menganggapnya bukan termasuk hak hukum dengan dalih menjadikan hukum sebagai alat intimidasi yang mengancam kebebasan berbicara, dengan nilai tuntutan yang tidak masuk akal dan tidak berdasar. “Karena itu harus dilawan dan diberi pelajaran,” tutur Denny, yang juga calon anggota legislatif untuk DPR RI dari Partai Demokrat.
Kronologi Almas Menggugat Denny Indrayana
Sebelumnya, Almas Tsaqibbirru memasukkan gugatan perdata terhadap pakar hukum tata negara Denny Indrayana di Pengadilan Negeri Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dia menggugat Denny atas perbuatan melawan hukum dan meminta ganti rugi sebesar Rp 500 miliar.
Dalam surat gugatan yang ditandatangani kuasa hukum Almas, Arif Sahudi, pada Senin, 29 Januari 2024, Denny dinilai telah merugikan Almas secara material dan immaterial dengan total kerugian sebesar Rp 500 miliar.
Dasar gugatan itu adalah unggahan video Denny di Youtube dengan judul thumbnail "Polemik Trijaya FM: Konsekuensi Putusan MKMK", tulisan dalam Gatra.com dengan judul "Dugaan Mega Skandal Politik Keluarga Presiden Jokowi, Denny Indrayana: Indikasi Kejahatan Terencana", dan tulisan di SINDOnews.com yang berjudul "Mantan Wamenkumham Berharap MKMK Bisa Batalkan Putusan Usia".
Menurut Arif, pernyataan Denny yang dimuat di sejumlah media online itu tidak pernah menyertakan data maupun bukti yang mendukung. "Tidak ada dasar hukum dan atau dasar putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap atas pernyataan yang menjadi tuduhan, maka hal tersebut adalah perbuatan melawan hukum," kata Arif dalam surat gugatannya.
Arif menyebut bahwa Denny menuduh Almas Tsaqibbirru terlibat dalam kejahatan terorganisir dan terencana. Tuduhan Denny itu berhubungan dengan permohonannya atas uji materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Senyatanya penggugat bukan bagian dari tuduhan tersebut dan tidak pernah terbukti dalam putusan manapun sehingga pernyataan tersebut sangat merugikan penggugat," tuturnya.