Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
PT Anugerah Citra Cendana diduga memanipulasi surat keterangan asal 45 kontainer tekstil dari Cina.
Penyelundupan tekstil ini dinilai merupakan upaya menghindari bea safeguard.
Pemilik PT Anugerah Citra Cendana diduga memiliki jaringan hingga ke DPR.
DALAM sebulan terakhir, pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan bergantian diperiksa di kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Surabaya. Kejaksaan sedang menelisik dugaan penyimpangan impor tekstil PT Anugerah Citra Cendana di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, sejak 3 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat diperiksa, para pegawai Bea dan Cukai berhadapan dengan tim asisten intelijen Kejaksaan. “Anak buah saya diundang ke Jawa Timur dan sudah memenuhinya,” kata Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bahaduri Wijayanta Bekti Mukarta, Jumat, 28 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awalnya Kejaksaan mengintai tujuh kontainer milik PT Anugerah yang masuk ke pelabuhan pada 29 Juni 2020. Sebulan kemudian, PT Anugerah kembali mendatangkan 28 kontainer yang berisi kain berbahan poliester dan woven.
Jumlah kontainer terus bertambah hingga mencapai 45 unit pada awal Agustus. Kejaksaan menduga surat keterangan asal kontainer bermasalah. Pengimpor dituduh “mengakali” proses impor demi menghindari kutipan bea masuk. Kejaksaan kemudian menyegel semua kontainer tersebut.
Belakangan, jaksa memutuskan melepas 7 dari 45 kontainer milik PT Anugerah yang disita sejak akhir Juni dan awal Agustus lalu. Tim intelijen membuntuti truk pengangkut ketujuh kontainer itu.
PT Anugerah mengajukan izin impor dagang ke Kementerian Perdagangan dengan mencantumkan tujuan impor ke pabrik pengolahan tekstil miliknya di Kampung Muara Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Alih-alih menuju pabrik, semua truk berbelok ke daerah lain.
Seorang penegak hukum yang ikut menelusuri kasus ini mengatakan PT Anugerah ternyata tak mengolah kain-kain impor itu sesuai dengan yang tercantum dalam izin perusahaan. Mereka diduga menjual kembali seluruh kain bahan pembuatan gorden, bedcover, dan seprai itu kepada pedagang lain.
Kejanggalan aktivitas PT Anugerah Citra Cendana terendus sejak setahun lalu. Selama itu, perusahaan tersebut selalu mendatangkan kontainer berisi bahan baku tekstil lewat Pelabuhan Tanjung Perak. Jarak antara Pelabuhan Tanjung Perak dan Kampung Muara Ciwidey sekitar 783 kilometer.
Pasal 10 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil menyebutkan impor tekstil harus dimasukkan ke pelabuhan terdekat dari lokasi industri. Salah satu gerbang laut terdekat dari Kabupaten Bandung adalah Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang berjarak sekitar 157 kilometer dari pabrik.
Meski impor tekstilnya tak sesuai dengan peraturan menteri, PT Anugerah mendapatkan fasilitas jalur hijau dari kantor Bea dan Cukai. Dengan jalur ini, barang yang masuk dari luar negeri tidak menjalani pemeriksaan fisik, seperti pemindaian kontainer. PT Anugerah diduga memanfaatkan fasilitas ini untuk menyokong aktivitas “impor gelap” itu.
Menurut Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bahaduri Wijayanta Bekti Mukarta, Bea dan Cukai menentukan fasilitas jalur impor menggunakan penilaian dari artificial intelligence (kecerdasan buatan). Ia mengatakan pemberian fasilitas jalur hijau kepada PT Anugerah ditentukan oleh sistem komputer. “Tanpa adanya campur tangan petugas,” ucapnya.
Setelah kejanggalan impor ini terendus pada Juli lalu, Bea dan Cukai mengevaluasi fasilitas terhadap PT Anugerah. Bea dan Cukai mengalihkan fasilitas PT Anugerah ke jalur merah. Artinya, setiap kontainer akan menjalani pemeriksaan fisik sebelum dikeluarkan dari pelabuhan. “Importasi PT ACC (Anugerah Citra Cendana) mendapat jalur merah kurang-lebih 47 persen,” ujar Wijayanta.
• • •
PELANGGARAN PT Anugerah Citra Cendana terus bertambah. Perusahaan yang aktif sejak 2019 ini ditengarai berupaya menghindari biaya tindakan pengamanan atau bea safeguard dari impor 45 kontainer bahan baku tekstil miliknya.
Pemerintah menerapkan bea safeguard untuk memulihkan atau mencegah kerugian yang dialami produsen dalam negeri akibat lonjakan jumlah barang impor sejenis sejak November 2019. Dalam dokumen impor kontainer yang diperoleh Tempo, PT Anugerah mengklaim impor bahan tekstil perusahaannya berasal dari Fairlength Trading Sdn Bhd, Malaysia.
Ditemui secara terpisah, dua orang yang mengetahui kasus ini mengatakan penyelidik mendapatkan informasi bahwa 45 kontainer tekstil itu berasal dari Hangzhou, Zeijang, di pesisir timur Cina. Berbeda dengan asal barang dari Malaysia, pemerintah menerapkan bea safeguard terhadap produk tekstil asal Cina.
Dengan menghindari bea safeguard, PT Anugerah hanya menyetor bea masuk Rp 90-100 juta per kontainer. Jika bea safeguard diterapkan, PT Anugerah seharusnya menyetor Rp 1-2 miliar per kontainer.
Kedua sumber itu mengatakan Direktur PT Anugerah Citra Cendana, Huidy Susanto alias Ahui, diduga melobi beberapa pejabat Bea dan Cukai Tanjung Perak dan Jawa Timur agar memuluskan impor dari Surabaya. “Atas rekomendasi salah satu pejabat Bea dan Cukai Jawa Timur, dia mendapat privilese dari Bea dan Cukai Tanjung Perak,” ujar salah satu penegak hukum itu.
Keterangan ini sesuai dengan dokumen yang diperoleh Tempo. Dokumen hasil penelusuran itu mencantumkan PT Anugerah diduga menyerahkan Rp 30-40 juta per kontainer ke berbagai kelompok pegawai Bea dan Cukai yang bertugas di pelabuhan.
Kepala Bea dan Cukai Tanjung Perak Aris Sudarmanto hanya membaca pesan WhatsApp yang dikirimkan Tempo. Ia tak merespons panggilan dan membalas pesan itu hingga Sabtu, 29 Agustus lalu.
Ahui tetap beroperasi meski Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyegel 45 kontainer milik perusahaannya. Ia mengimpor tekstil bahan baku gorden, seprai, dan lain-lain lewat perusahaan lain, PT Karya Sukses Sejahtera.
Selama Agustus 2020, PT Karya mendatangkan 45 kontainer tekstil ke Pelabuhan Tanjung Perak. Namun perusahaan ini belum memasukkan pemberitahuan impor barang karena kadung terendus Bea dan Cukai. Mereka langsung mengetahui PT Karya berkaitan dengan PT Anugerah. Sebanyak 24 kontainer milik PT Karya tertahan di pelabuhan dan disegel petugas.
Adies Kadir, di Gedung Nusantara II, kompleks gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Februari 2016./TEMPO/STR/Dhemas Reviyanto
Ahui adalah pemain lama dalam bisnis impor tekstil. Dia sebelumnya menggunakan bendera PT Sannita Abadi. Perusahaan ini diklaim memiliki pabrik di Probolinggo, Jawa Timur. Mereka menerima pasokan tekstil dari Cina. Namun izin impor PT Sannita diblokir pada Agustus tahun lalu karena mereka ketahuan menggunakan modus yang sama dengan PT Anugerah.
Setelah kasus impor gelap ini mencuat, Kementerian Perdagangan memblokir izin impor PT Anugerah sejak Juli lalu. Berdasarkan izin usaha industri, PT Anugerah berkantor di Jalan Manyar Kertoarjo, Surabaya. Kementerian juga tak menemukan pabrik milik PT Anugerah di Kabupaten Bandung seperti yang tercantum dalam izin.
Untuk menjalankan bisnis perusahaan, Ahui diduga dibantu saudara iparnya, Yohanis Kandars. Menurut seorang penegak hukum, Yohanis diduga memiliki jaringan di Kejaksaan, Bea dan Cukai, hingga Dewan Perwakilan Rakyat.
Saat Kejaksaan menangani kasus impor gelap PT Anugerah, dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Komisi Hukum disebut seorang penegak hukum menelepon Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur M. Dhofir. Mereka menyinggung soal kasus yang membelit PT Anugerah.
Salah seorang yang disebut, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Adies Kadir, membantah telah menghubungi Dhofir soal PT Anugerah. Ia mengaku terakhir kali berkomunikasi dengan Dhofir pada awal tahun ini. “Diproses saja kasusnya,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah Golkar Jawa Timur itu.
Adapun Dhofir bungkam saat dimintai konfirmasi mengenai intervensi ataupun kelanjutan kasus ini. Ia tak merespons pesan dan panggilan telepon Tempo hingga Sabtu, 29 Agustus lalu.
• • •
PABRIK yang disebut milik PT Anugerah Citra Cendana di Kampung Muara Ciwidey, Bandung, hanya berupa gudang kosong yang terdiri atas gedung A dan B. Di salah satu pagar kompleks bangunan yang terdiri atas enam gedung dua lantai itu tertempel selembar kertas bertulisan “Pabrik tutup hingga batas waktu yang belum ditentukan”.
Dari penelusuran Tempo, warga sekitar gudang tak mengenali PT Anugerah. Mereka mengenal gudang itu sebagai pabrik seprai “Bonita”. Pemilik warung nasi yang berseberangan dengan gudang tersebut mengatakan pabrik itu sudah lama tidak berproduksi. “Kalau lagi normal suka banyak truk mengirim bahan,” katanya saat ditemui Tempo, Kamis, 27 Agustus lalu.
Tempo menghampiri gudang di gedung A dan B. Petugas satuan pengamanan gudang enggan menanggapi pertanyaan. Ia hanya mengiyakan bahwa gedung tersebut milik PT Anugerah Citra Cendana.
Huidy Sutanto alias Ahui, importir tekstil./Istimewa
Aktivitas juga tak terlihat di kantor PT Anugerah Citra Cendana di Jalan Manyar Kertoarjo, Surabaya, Rabu, 26 Agustus lalu. Kantor yang lebih mirip rumah itu berpagar besi setinggi tiga meter. Di sana tidak ada plang nama perusahaan.
Dari sela pintu garasi yang terbuka sebagian, dua perempuan terlihat tengah memasak. Dari balik pagar, wanita paruh baya yang mengaku sebagai pembantu itu mengatakan rumah tersebut bukan kantor PT Anugerah. “Penghuni rumah ini namanya Deni,” tuturnya.
Ia mengaku tak mengetahui soal PT Anugerah Citra Cendana dan PT Karya Sukses Sejahtera. Namun petugas keamanan kompleks menyatakan rumah tersebut memang kantor Anugerah Citra Cendana dan bersebelahan dengan kantor PT Karya Sukses Sejahtera.
Saat dihubungi, Huidy Susanto dan Yohanis Kandars enggan menjawab pertanyaan Tempo. Mereka sama-sama menjawab tidak tahu, lalu mematikan sambungan telepon saat ditanyai soal aktivitas PT Anugerah dan PT Karya Sukses.
Direktur Impor Kementerian Perdagangan I Gusti Ketut Astawa yang merekomendasikan pembekuan izin impor PT Anugerah itu. Saat dimintai konfirmasi, ia enggan berkomentar. “Silakan ke humas saja,” ujarnya.
Meski selama ini beroperasi dengan memanfaatkan gudang kosong, kuota impor PT Anugerah terus meningkat. Pada Oktober 2019, mereka menerima kuota impor tekstil sebanyak 2 juta meter. Jumlah ini bertambah menjadi 19 juta meter pada Juni 2020. Selama sembilan bulan itu, PT Anugerah diketahui sudah mengimpor tekstil sebanyak 51 juta meter.
Kepala Seksi Penerangan Hukum pada Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Anggara Suryanagara, irit bicara. “Kasus ini belum ke penyidikan,” katanya. Anggara salah seorang anggota tim pengusutan kasus impor tekstil ini.
LINDA TRIANITA, NUR HADI (SURABAYA), IQBAL T. LAZUARDI (BANDUNG)
Catatan:
Artikel ini telah mengalami perubahan pada Selasa, 1 September 2020 pukul 19.00 untuk memperbaiki akurasinya. Terima kasih.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo