Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Menteri Natalius Pigai Menilai Kebijakan Dedi Mulyadi Kirim Pelajar ke Barak Tidak Melanggar HAM

Menteri Natalius Pigai menilai langkah Gubernur Dedi Mulyadi mengirim pelajar ke barak TNI bukan pelanggaran HAM tapi pembentukan karakter.

5 Mei 2025 | 16.38 WIB

Menteri HAM Natalius Pigai saat ditemui di Kantor Kementerian HAM pada Selasa, 15 April 2025. TEMPO/Rizki Yusrial
Perbesar
Menteri HAM Natalius Pigai saat ditemui di Kantor Kementerian HAM pada Selasa, 15 April 2025. TEMPO/Rizki Yusrial

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyatakan kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menyerahkan anak-anak yang dianggapnya nakal ke institusi TNI dan Polri untuk dididik ala militer tidak melanggar HAM. Pasalnya menurut dia, langkah tersebut merupakan bagian dari pendidikan pembentukan karakter, mental dan tanggung jawab.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Apa yang dilakukan Pemda Jabar tersebut bukan merupakan corporal punishment tetapi bagian dari pembentukan karakter, mental dan tanggung jawab anak. Maka tentu tidak menyalahi standar Hak Asasi Manusia,” kata dia melalui keterangan resmi pada Senin, 5 Mei 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Corporal punishment, kata Pigai, merupakan penggunaan kekerasan fisik yang menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyamanan pada anak sebagai bentuk hukuman atau disiplin. Sementara itu, menurut dia Pemerintah Daerah Jawa Barat tidak menerapkan hal tersebut untuk anak-anak yang dikirim ke barak. 

“Bentuknya bisa macam-macam seperti memukul, menampar, atau menggunakan benda keras untuk memukul anak. Dan ini kontroversial karena dampaknya yang negatif terhadap kesehatan fisik dan mental anak,” ujar dia. 

Selama tidak ada unsur tersebut kata dia. Berarti pendidikan yang ditetapkan sudah sesuai standar HAM. Terlebih kata dia jika pendidikan tersebut menyangkut soal pembinaan mental, karakter dan nilai. 

Sebelumnya, Dedi pertama kali mengungkapkan rencana memasukkan anak yang dianggapnya nakal ke barak itu saat menghadiri acara HUT ke-26 Kota Depok di Jalan Margonda Raya pada Jumat, 25 April 2025.

Kebijakan itu, kata dia, diterapkan mulai Mei 2025. Dedi menilai anak-anak yang dianggap bermasalah itu meliputi anak-anak yang tak mau sekolah, yang terlibat balapan motor, hingga tawuran. 

Dedi menyebut akan menyiapkan anggaran selama enam bulan atau bahkan hingga satu tahun agar anak-anak yang dinilai berperilaku nakal dibina TNI dan Polri. Menurut Dedi, ketika anak-anak itu sudah berperilaku “baik”, mereka akan dikembalikan kepada orang tuanya.

Sementara itu Presiden Prabowo Subianto bahkan diminta turun tangan untuk menghentikan langkah Dedi Mulyadi. Permintaan itu disampaikan oleh Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Aliansi PKTA). Menurut aliansi anti-kekerasan terhadap anak ini, pendidikan disiplin ala militer bukan untuk anak. Kebijakan itu justru dinilai berbalik arah dari kepentingan semula yang ingin mengedepankan kepentingan anak. 

“Praktik mengirimkan siswa bermasalah ke barak TNI untuk pendisiplinan semacam ini tidak hanya melanggar hak-hak anak, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar perlindungan anak dalam hukum nasional dan internasional,” tutur Aliansi PKTA, dikutip dari keterangan resmi pada Ahad, 4 Mei 2025.

Tak hanya itu, aliansi menilai penempatan anak di barak justru akan melabelisasi anak sebagai anak nakal. “Ini sangat berbahaya karena akan menimbulkan stigma negatif terhadap anak,” kata Aliansi PKTA. 

M. Rizki Yusrial

Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam ini mulai bergabung ke Tempo pada 2024. Awal karier aktif meliput isu ekonomi dan bisnis

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus