Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL divonis pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat pada Kamis, 11 Juli 2024. SYL dinyatakan bersalah dalam perkara pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) yang merugikan negara hingga Rp 44,5 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam putusannya, Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh menyatakan, Syahrul Yasin Limpo telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama penuntut umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut alternatif pertama,” kata Rianto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis siang.
Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada SYL berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 14,14 miliar (Rp 14.147.154.780) ditambah US$ 30 ribu, yang paling lambat dibayarkan pada satu bulan setelah putusan sudah berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayarkan, maka harta benda yang disita akan dilelang untuk membayar uang pengganti, atau dengan pidana kurangan tambahan 2 tahun penjara.
SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Vonis Yasin Limpo itu lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya, JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut kader Partai NasDem itu dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Jaksa Meyer Volmar Simanjuntak mengatakan, hal yang memberatkan SYL adalah bekas menteri pertanian itu tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, bersama keluarga dan koleganya, Syahrul Yasin Limpo juga telah menikmati hasil uang haram tindak pidana korupsi.
“Tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa dengan motif yang tamak,” ujar Meyer saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 28 Juni 2024.
Tak hanya itu, jaksa juga meminta agar SYL membayar uang pengganti sebesar Rp 44,27 miliar (Rp 44.269.777.204) dan US$ 30 ribu, dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Menurut jaksa, salah satu hal yang memberatkan tuntutan terhadap SYL adalah motif tamak politikus tersebut dalam melakukan pemerasan. Selain itu, Jaksa KPK juga menilai SYL tidak berterus terang atau berbelit selama sidang, serta menciderai kepercayaan masyarakat Indonesia.
Sedangkan untuk hal-hal yang meringankan, antara lain karena SYL belum pernah dihukum dan berkontribusi dalam penanganan krisis pangan saat pandemi Covid-19. Selain itu, SYL bersama keluarganya juga telah mengembalikan sebagian uang dan barang dari hasil tindak pidana korupsi tersebut.
“Terdakwa telah berusia lanjut, 69 tahun, pada saat ini,” kata Jaksa Meyer saat menyebutkan salah satu hal yang meringankan tuntutan SYL.
Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu melakukan tindak pidana pemerasan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021-2023 Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan pada tahun 2023 Muhammad Hatta yang juga menjadi terdakwa. Keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain, untuk membayarkan kebutuhan pribadi dan keluarga Syahrul Yasin Limpo.
RADEN PUTRI | TIM TEMPO