HENRY, di mana kau? Mahasiswa FE UI, Jakarta, ini sudah hampir tujuh bulan tak diketahui rimbanya. Ia hilang dari asrama mahasiswa UI di Jalan Pegangsaan Timur yang dikenal "angker", setelah di situ terjadi keributan. "Kami sudah melapor ke polisi dan mencari kian kemari. Hasilnya nihil," ujar sang ayah, Ferdinand Damanik, 54, yang menjabat Kepala SMP Negeri di Simalungun, Sumatera Utara. Henry Damanik, 29, yang hampir menjadi sarjana, mungkin telah menjadi korban prasangka. Penghuni asrama kamar 73 yang bertubuh jangkung, tegap, tapi kalem, ini tak terlibat dalam keributan sekitar bulan September 1985 lalu. Ketika itu, menurut sumber TEMPO, yang berkelahi adalah seorang mahasiswa dengan penghuni asrama lain, yang bukan mahasiswa. Asrama UI di Jalan Pegangsaan Timur, yang biasa disebut asrama PGT, itu memang kacau. Asrama yang tampak tak terawat itu, justru didominasi oleh penghuni liar yang bukan mahasiswa. Jumlah mereka, seperti dikatakan Merdias Almatsier, Purek III UI, mencapai 40%. Sedangkan penghuni yang mahasiswa hanya 30%, dan 30% lainnya yang bisa dikatakan penghuni setengah sah, tak lain para alumni UI. Perkelahian tersebut berakhir dengan dikeroyoknya si mahasiswa. Dan karena terjepit, ia pun mengontak teman-temannya. Akibatnya, Robinson, dari pihak nonmahasiswa, luka parah dan dirawat di RS Cikini. Sejak itulah, Henry merasa terganggu. Ia, menurut beberapa sumber, beberapa kali didatangi dan diajak naik mobil oleh Purnama Munthe, 41. Dia ini pejabat di Kejaksaan Agung, yang kebetulan sepupu Robinson. Menurut sebuah sumber, sore 7 Februari, Henry iseng main kartu bersama teman seasrama, dan mentraktir mereka makan bakso. Dia sendiri hanya makan rujak. Tak lama setelah itu, dia raib. Tak jelas, dia pergi, atau memang ada yang menjemput. Sejumlah dugaan pun muncul. Terus terang, pihak keluarga agak mencurigai Munthe sebagai orang yang tahu atas raibnya Henry. Sebab, korban, sebelum menghilang, konon sempat berkata pada temannya, "Kalau ada apa-apa atas diri saya, Munthelah orang yang bertanggung jawab." Dugaan lain, dia dikerjai oleh penghuni asrama non-mahasiswa. Selain soal perkelahian dan pengeroyokan, "Mungkin sekali Henry dicurigai sebagai mata-mata pihak rektorat UI, untuk mengawasi penghuni liar di asrama," kata sebuah sumber. Tapi pihak Polres Jakarta Pusat belum bisa memastikan. "Kami masih terus mengusut, dan belum menemukan titik terang atas hilangnya Henry," ujar Mayor Djoko Santoso, Kasatserse. Asrama PGT, sejak beberapa bulan lampau, memang sedang dibenahi. Asrama itu sedang dicoba ditertibkan dari para penghuni tidak sah, yang bisa ngendon di situ, antara lain, karena punya kenalan mahasiswa. Tapi Henry masih tetap tanda tanya. Purnama Munthe tegas menolak dituduh bertanggung jawab. Dia hanya mengaku pernah menemui Henry. Dia menolak dituduh menculik, apalagi membunuh Henry. Menurut Munthe, korban malah menyatakan bahwa dia diancam teman seasrama. Henry, anak sulung dari 10 bersaudara, memang belum bisa dipastikan, sudah tewaskah atau masih hidup. Namun, orangtuanya jelas sangat kehilangan. Apalagi karena adiknya, Robin Hotman, 27, pada 28 Februari lalu meninggal. Karyawan Direktorat Agraria Riau tamatan Akademi Agraria itu terbunuh saat sedang mengukur tanah di Rengat. Motif pembunuhan itu pun masih simpang siur. Dan dua bulan kemudian, April 1986, Eddy Damanik, adik Henry yang lain, juga meninggal, karena keracunan makanan. "Hampir-hampir kami tak kuat menanggung cobaan ini," tutur Heritje, 49, ibu mereka, seorang kepala SD.