Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Imparsial: Pembelian Mortir Serbia oleh BIN Harus Dijawab Secara Transparan

Peneliti Imparsial Hussein Ahmad menilai laporan adanya pembelian mortir oleh BIN harus dijawab oleh pemerintah secara transparan.

5 Juni 2022 | 20.07 WIB

Tangkapan layar - Peneliti Imparsial Hussein Ahmad dalam konferensi pers bertajuk "17 Tahun Kematian Munir Said Thalib" yang diselenggarakan oleh Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) dan disiarkan secara langsung di kanal YouTube Jakartanicus, Selasa. 7 September 2021/ ANTARA/Putu Indah Savitri/pri.
Perbesar
Tangkapan layar - Peneliti Imparsial Hussein Ahmad dalam konferensi pers bertajuk "17 Tahun Kematian Munir Said Thalib" yang diselenggarakan oleh Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) dan disiarkan secara langsung di kanal YouTube Jakartanicus, Selasa. 7 September 2021/ ANTARA/Putu Indah Savitri/pri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Imparsial Hussein Ahmad menilai laporan adanya pembelian mortir Serbia oleh Badan Intelijen Nasional atau BIN harus dijawab oleh pemerintah secara transparan. Tidak boleh ada yang ditutup tutupi. Jika benar adanya harus ditelusuri juga penggunaannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

“Selama ini baik OPM maupun TNI/Polri menolak mengakui adanya penggunaan mortir di tengah-tengah warga. Jangan sampai orang beranggapan mortir-mortir yang jatuh di tengah-tengah warga sipil ini berasak dari BIN,” kata Hussein kepada Tempo, Minggu petang, 5 Juni 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Hussein, pemebelian senjata ofensif semacam mortir tidak dibenarkan dalam UU Intelijen. Menurut UU tersebut fungsi BIN adalah Penyelidikan, Pengamanan, Penggalangan dan Koordinasi.

“Tidak dibenarkan mereka menggunakan kekerasan dalam melakukan tugasnya apalagi sampai punya senjata militer seperti mortar,” ujarnya.

Oleh karena itu, dia menegaskan perlu diingat bahwa pascareformasi, BIN 100 persen adalah sipil dan bukan militer. “Tugas intelijen modern lebih banyak menyediakan informasi kepada Presiden bukan bertindak sendiri,” kata Hussein.

Sebelumnya, Kelompok pemantau senjata yang berbasis di London, Conflict Armament Research atau CAR, melaporkan hampir 2.500 mortir dari Serbia yang dibeli untuk Badan Intelijen Negara atau BIN pada tahun lalu dan digunakan dalam serangan di Papua.

Seperti dilansir Reuters Ahad 5 Juni 2022, mortir tersebut diklaim digunakan dalam manuver udara yang beberapa digunakan dalam serangan di delapan desa di Papua.

CAR mengatakan mortir tersebut diproduksi oleh pembuat senjata milik negara Serbia, Krusik. Cara kerjanya sedikit dimodifikasi. Alih-alih ditembakkan dari tabung mortir, mortir cukup dijatuhkan dari udara.

Senjata yang dikirim ke BIN, menurut CAR, termasuk 3.000 inisiator elektronik dan tiga perangkat pengatur waktu yang biasanya digunakan untuk meledakkan bahan peledak.

CAR, seorang saksi mata dan penyelidik hak asasi manusia yang bekerja atas nama beberapa kelompok gereja, kompak mengatakan, peluru mortir 81mm itu digunakan dalam serangan pada Oktober di desa-desa di Papua.

Helikopter dan drone sejak 10 Oktober 2021 menembak dan menjatuhkan amunisi di delapan desa di distrik Kiwirok selama beberapa hari.

Eneko Bahabol, seorang penyelidik Papua yang bekerja untuk sebuah konsorsium delapan kelompok hak asasi manusia dan gereja, mengatakan 32 mortir dijatuhkan, termasuk lima yang tidak meledak. Reuters telah melihat foto-foto mortir yang tidak meledak.

Mutia Yuantisya

Alumnus Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang ini memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2022. Ia mengawalinya dengan menulis isu ekonomi bisnis, politik nasional, perkotaan, dan saat ini menulis isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus