Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Karena Si Cantik, Theo Merana

Theo Toemion ditahan karena sangkaan korupsi dana Tahun Investasi Indonesia. Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal itu mengakui semua kesalahan.

2 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa lagi yang Anda butuhkan?” kata Theodorus Fransisco Toemion kepada para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang ikut menggeledah rumahnya di kompleks Adhyaksa, Lebak Bulus, pekan lalu. ”Kami perlu jaminan lagi,” kata salah seorang penyidik menyahut.

Penggeledahan rumah pria 49 tahun itu, yang dilakukan belasan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebenarnya untuk mencari bukti adanya aliran dana dari rekanan (kick back) pada rekening Theo. Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu tersangkut kasus dugaan korupsi dana Tahun Investasi Indonesia 2003-2004, yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 32 miliar. Namun, Theo memilih menyerahkan semua bukti yang diminta secara sukarela.

”Baik…,” Theo menjawab pendek. Bapak empat anak ini kemudian mengambil sertifikat tanah resornya yang bernama Locon Beautique Resort seluas 15 hektare di Tomohon, Sulawesi Utara. Bukti hak atas resor yang dibeli dan dibangunnya sejak tahun 1987, dan kabarnya laris dikunjungi turis, itu lantas diserahkan. Sebelumnya, Theo sudah menyerahkan sertifikat tanah rumahnya seluas 2.000 meter persegi di Lebak Bulus, dua buah tabungan–masing-masing di Bank Mandiri dan Bank Central Asia, tak jelas berapa isinya–atas nama dirinya, dan rekening giro atas nama istrinya. Duit sebesar Rp 100 juta juga diserahkan kepada penyidik. Bahkan, setelah sampai di kantor KPK di Merdeka Utara, sore harinya, ia masih memerintahkan sopirnya pulang mengambil sebuah bukti rekening lagi di rumahnya.

Pada pemeriksaan pertama, awal Desember lalu, Theo langsung menyatakan siap mengganti kerugian negara. ”Kalau itu dianggap merugikan negara, saya siap bertanggung jawab,” katanya. Ia, yang datang setelah dua kali panggilan tersebut–hingga terpaksa dicegah ke luar negeri–mengaku tak menerima satu sen pun duit dari program promosi investasi Indonesia itu. ”Kekayaan saya tidak bertambah. Silakan cek,” katanya kepada Tasril dan Teguh, dua orang penyidik KPK yang mengusutnya.

Mantan anggota DPR ini mengaku sudah kaya sebelum terjun ke politik dan jadi pejabat. Theo bahkan mengaku tak pernah membawa pulang gajinya sebagai Kepala BKPM sebesar Rp 8 juta per bulan. Gaji itu habis untuk membiayai stafnya saja.

Pria yang sempat mengenyam sekolah seminari itu tegas menyatakan siap menutup seluruh angka kerugian yang disangkakan. Sebuah surat pernyataan pun ditekennya. Isinya, kesanggupan membayar kerugian negara paling lambat sampai akhir Januari 2006. Surat itu kini disimpan KPK. Theo juga sempat membuat permintaan aneh. Ia meminta tak ada lagi yang dijadikan tersangka. ”Cukup saya saja,” katanya kepada penyidik.

Pekan lalu, setelah tiga kali diperiksa, Theo akhirnya ditahan dan dititipkan di sel Polda Metro Jaya. Bapak lima anak ini dinyatakan sebagai tersangka korupsi karena telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum. Ancamannya hukuman penjara maksimum 20 tahun dan denda Rp 1 miliar.

Menurut Wakil Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, pria kelahiran Manado, Sulawesi Utara, tersebut diduga mengadakan proyek fiktif dan melakukan penunjukan langsung kepada PT Catur Dwikarsa Indonesia sebagai pelaksana proyek Tahun Investasi Indonesia 2003-2004. Dari anggaran Rp 22,8 miliar tahun 2003, hanya terealisasi Rp 4,1 miliar. Tahun berikutnya, dari Rp 25 miliar, hanya Rp 3,3 miliar yang dipakai. ”Selebihnya tidak bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya. Salah satunya adalah pengeluaran dana untuk Terang Channel, sebuah saluran TV promosi, yang ternyata tak ada.KPK, kata Tumpak, juga menemukan aliran dana rekanan kepada Theo dan pihak-pihak lainnya senilai Rp 27 miliar. Uang itu selanjutnya masuk ke rekening Theo, namun nilainya belum diketahui seberapa besar. Tumpak membantah dugaan orang ramai bahwa dia juga akan menemukan adanya aliran dana ke PDI Perjuangan, partai asal Theo. ”Tidak ada,” kata Tumpak.

Semula ada dugaan, kasus Theo ini bermotif politik. Program promosi Tahun Investasi diputuskan dalam rapat Kabinet Gotong Royong bulan November 2002. Saat itu Presiden Megawati membuat kebijakan membentuk Tim Nasional Perlindungan Investasi, yang diketuai dirinya, beranggotakan menteri terkait, Kepala BKPM, dan Kapolri.

Mega juga memerintahkan Theo selaku Ketua BKPM agar menggencarkan upaya menarik investor ke Indonesia yang terpuruk, diduga akibat peristiwa bom Bali 12 Oktober 2002. Mega memerintahkan agar tahun 2003 dijadikan sebagai Tahun Investasi Indonesia.

Menurut Yanuar Prawira Wasesa, 37, pengacara Theo, kliennya sebenarnya kerepotan karena perintah tersebut. ”Anggarannya tidak ada,” katanya. Tahun anggaran 2002 sudah di ujung, sementara perencanaan untuk anggaran 2003 sudah lewat. Theo memutar akal. Ia kemudian memutuskan meminjam ke Bank Mandiri dengan jaminan dirinya pribadi (personal guarantee) sebagai Ketua BKPM.

Permohonan kredit Theo ini disetujui, dan mengucurlah duit Rp 12 miliar pada awal 2003. ”Karena atas jaminan pribadi, kredit itu ada yang ditampung di rekening pribadi,” kata Yanuar. Utang ini kemudian dibayar dengan dana negara tahun anggaran berikutnya. Tidak disebutkan berapa utang yang dibayar saat itu. Malah, pada tahun 2004, Theo kembali mendapat kredit Rp 13 miliar.

Dengan duit itu, Theo memulai kegiatan Tahun Investasi. Tanggal 27 Februari 2003, program tersebut secara resmi dicanangkan oleh Presiden Megawati di Istana Negara. Segenap menteri kabinet, gubernur seluruh Indonesia, dan sejumlah duta besar negara asing hadir di acara tersebut. Di depan Mega, kerja sama antara BKPM dan 31 gubernur se-Indonesia serta Kepala Otorita Batam untuk melakukan promosi investasi ditandatangani. Dua kegiatan utama segera disiapkan, yakni penyempurnaan peraturan perundangan di bidang investasi dan promosi.

Menurut Yanuar, pertimbangan Theo semata karena ingin cepat. ”Dia kan bukan birokrat,” ia menjelaskan. Theo juga tak mau melakukan promosi dengan cara-cara biasa. Saat itu, ujar Yanuar, PT Catur Dwikarsa Indonesia sudah melakukan kerja sama promosi dengan BKPM. Perjanjian kerja (term of reference/TOR) yang dibuat hanya meliputi promosi konvensional, seperti pembuatan poster, spanduk, baliho, balon udara, dan sebagainya. Theo merasa perlu ada terobosan. Demi praktisnya, perusahaan tersebut kemudian juga diserahi pekerjaan tambahan, seperti seminar, pameran di dalam dan luar negeri, serta pembuatan film promosi.

Theo, masih menurut pengacaranya, punya gagasan untuk mendirikan Terang Channel, saluran TV kabel 24 jam yang khusus mempromosikan investasi. Selain itu, juga dirancang program penayangan di stasiun TV swasta dalam dan luar negeri. Theo kemudian memerintahkan membuat paket film yang diberi judul Beauty of Indonesia (Kecantikan Indonesia--Red). Isinya sebenarnya ”jualan” potensi berbagai provinsi di Indonesia. Program ini selesai awal tahun 2004. ”Tapi penayangannya dibatalkan karena kurang dana,” kata Yanuar. Setelah dihitung, diperlukan dana hingga Rp 40 miliar. Akhirnya, Februari 2004, diputuskan proyek Terang Channel ditunda sampai ada dana.

Kesibukan pemilihan umum membuat paket si cantik (Beauty of Indonesia) terlupakan. Selepas pemilu, April 2005 lalu, Theo terlibat kasus pemukulan di Jakarta International School, tempat kelima anaknya bersekolah, dalam sebuah pertandingan basket antarkelas. Dalam wawancara Tempo pada Mei lalu, ia mengaku memukul karena terbawa emosi. Daniel, 7 tahun, anak bungsunya, dikeluarkan secara tidak adil dari arena pertandingan. Kasus ini membuat Theo menyatakan mundur dari jabatan Kepala BKPM. Secara resmi, ia dicopot Mei 2005.

Meski mengaku tidak makan duit Tahun Investasi, bahkan bersedia mengembalikan seluruh kerugian negara, Theo tetap tak bisa lepas dari penjara. Sebab, KPK tak mengenal deponering perkara. Sikapnya memilih bekerja sama dengan mengakui kesalahan mungkin hanya akan jadi pertimbangan meringankan hukuman. ”Saya terima risikonya,” kata Theo kepada keluarga dan koleganya, seperti ditirukan Yanuar.

Arif A. Kuswardono, Edy Can, Thoso Priharnowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus