Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Keluarga: M Luth Family MCA Tak Ikut Politik, Hanya Aksi 212

Kakak ipar tersangka anggota The Family MCA Muhammad Luth, Agustina, sebut adik iparnya tak pernah ikut politik.

8 Maret 2018 | 06.31 WIB

Tersangka anggota kelompok The Family Muslim Cyber Army (MCA) yang ditangkap saat rilis dii Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, 28 Februari 2018. Kelompok ini kerap menyebarkan ujaran kebencian dan hoax, seperti isu kebangkitan PKI, penculikan ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu. TEMPO/Amston Probel
Perbesar
Tersangka anggota kelompok The Family Muslim Cyber Army (MCA) yang ditangkap saat rilis dii Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, 28 Februari 2018. Kelompok ini kerap menyebarkan ujaran kebencian dan hoax, seperti isu kebangkitan PKI, penculikan ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu. TEMPO/Amston Probel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Tinggal satu atap tak membuat Agustina, tahu banyak soal Muhammad Luth, anggota The Family Muslim Cyber Army atau The Family MCA. Agustina mengatakan sosok adik iparnya itu memang irit bicara.

"Emang satu rumah, tapi masing-masing saja. Saya enggak tahu banyak soal dia," tutur perempuan yang akrab disapa Ina ini di rumahnya di Jalan Sunter Muara, nomor 45, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu, 7 Maret 2018.

Baca juga: Aher Membantah Pernah Jadi Pembicara Workshop Muslim Cyber Army

The Family MCA merupakan komplotan yang diduga menyebarkan isu provokatif dan bermuatan suku, ras, agama dan antar golongan (SARA) di media sosial. Mereka kerap menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks soal kebangkitan PKI, penganiayaan ulama, dan penyerangan nama baik presiden dan tokoh tertentu.

Agustina tak tahu banyak soal pekerjaan adik iparnya itu. Dia hanya mengatakan Luth bekerja serabutan. "Emang sering nelepon sih, tapi saya enggak tahu ngomongin apa," kata dia.

Karena bekerja serabutan, kata dia, Luth jarang ke luar rumah. Luth, kata dia, hanya keluar rumah bila mau mencari uang atau hendak mengikuti pengajian, meski dia tak tahu di mana tempatnya. "Saya enggak pernah bertanya, memang urusan masing-masing," kata dia.

Sepengetahuan Ina, Luth juga tak pernah ikut partai atau kelompok politik tertentu. Dia mengingat Luth hanya pernah mengikuti Aksi 212. Aksi unjuk rasa yang kemudian melahirkan Alumni 212 itu menuntut Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dipenjara karena dituding menista agama.

Namun, menurut Ina, keikutsertaan Luth dalam aksi itu hal yang wajar. Sebab, banyak pula warga di sekitar rumahnya yang ikut aksi tersebut.

Hanya saja, Ina mengingat Luth tidak ikut rombongan warga dari sekitar rumah. Luth, kata dia, memang tidak akrab dengan tetangga sekitar. Ina mengatakan Luth ikut Aksi 212 bersama rombongan dari pengajiannya. "Pas 212 dia ikut, temen pengajiannya emang banyak yang ikut," kata dia.

Ina mengatakan keluarga sempat syok saat Luth akhirnya diringkus polisi pada Senin, 26 Februari 2018. Polisi menangkap Luth karena diduga menjadi salah satu dedengkot grup The Family MCA. Luth, bertugas membuat virus dan mengepalai grup ini. Luth juga disangka membuat konten provokatif dan ujaran kebencian.

Pada hari yang sama polisi juga menangkap lima anggota The Family MCA lainnya di kota berbeda. Mereka adalah Rizki Surya Dharma (35), Ramdani Saputra (39), Tara Arsih Wijayani (40), Yuspiadin (24), dan Roni Sutrisno. Lalu polisi juga menangkap Bobby Gustiono (35). Satu tersangka berinisial TM masih buron, diduga berada di Korea Selatan.

Para tersangka membuat konten kebencian, lalu menyebarkannya melalui grup The Family MCA. Para anggotanya kemudian menyebarkan kembali unggahan itu ke grup yang lebih besar yaitu Cyber Muslim Defeat Hoax. Grup besar ini akan menyebarkannya secara masif di media sosial.

Polisi menjerat anggota The Family MCA itu dengan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 33 UU ITE.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus