Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Komnas Perempuan: Berhenti Ekspos Kasus Prostitusi Online

Komnas Perempuan meminta masyarakat melihat prostitusi online sebagai jerat kekerasan seksual karena banyak perempuan ditipu hingga diperjualbelikan.

8 Januari 2019 | 07.49 WIB

Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin saat menerima aduan warga Pulau Pari korban bentrok. TEMPO/M. Yusuf Manurung
Perbesar
Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin saat menerima aduan warga Pulau Pari korban bentrok. TEMPO/M. Yusuf Manurung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Nasional atau Komnas Perempuan meminta kepolisian berhenti mengekspos penyidikan kasus prostitusi online kepada publik. Ini adalah satu dari lima sikap komisi terhadap kasus prostusi online yang melibatkan artis sekaligus model VA dan AS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kedua, Komisi juga meminta media tidak mengeksploitasi perempuan yang dilacurkan. "Termasuk artis yang diduga terlibat dalam prostitusi online," kata Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 7 Januari 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Polisi menangkap VA dan AS di sebuah kamar hotel di Surabaya pada 5 Januari 2019. Polisi juga menangkap dua muncikari bernama Endang, 25 tahun, dan Tantri N, 28 tahun, yang kemudian menjadi tersangka. Sedangkan VA dan AS dikenai wajib lapor. Kepolisian masih menyidik kasus prostitusi online ini.

Setelah kejadian itu, Komisi Perempuan menerima pengaduan dari masyarakat mengenai maraknya pemberitaan prostitusi online. Masyarakat, menurut Mariana, memprotes pemberitaan yang dianggap sewenang-wenang yang menyebutkan nama terang, wajah, bahkan keluarga pihak perempuan.

Komisi, kata Mariana, telah memantau kekerasan terhadap perempuan yang berhubungan dengan industri prostitusi atau perempuan yang dilacurkan. Mereka adalah perempuan korban perdagangan orang hingga perempuan dalam jeratan muncikari. "Sekalipun dalam level artis, kerentanan itu kerap terjadi."

Untuk itulah komisi meminta media menghentikan pemberitaan yang bernuansa misoginis (orang yang membenci wanita) dan cenderung menyalahkan perempuan. Komisi meminta masyarakat tidak menghakimi perempuan korban eksploitasi industri hiburan secara membabi buta.

Yang terakhir, Komisi meminta semua pihak kritis dan mencari akar persoalan dalam kasus ini. Menurut Mariana, kasus prostitusi online hendaknya dilihat sebagai jeratan kekerasan seksual karena banyak perempuan ditipu hingga diperjualbelikan. "Tidak sesederhana pandangan masyarakat bahwa prostitusi adalah kehendak bebas perempuan."

 

 

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus