Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
STATUS hukum Ivo Wongkaren bertambah lagi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta belum lama ini menjatuhkan hukuman delapan tahun enam bulan penjara plus denda Rp 1 miliar kepada Ivo pada Senin, 10 Juni 2024. Ia terbukti terlibat korupsi bantuan sosial Kementerian Sosial. Dua pekan kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan Ivo sebagai tersangka perdana kasus korupsi bansos Presiden Joko Widodo. “Ini hasil pengembangan dari penanganan perkara sebelumnya,” ujar juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Rabu, 3 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kasus korupsi bansos Kementerian Sosial, Direktur Utama Mitra Energi Persada dan anggota tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada itu terbukti berkomplot dengan empat terpidana dari pihak swasta lain untuk merekayasa pekerjaan konsultasi dan distribusi bansos Covid-19 pada 2020 di Kementerian Sosial. Kerugian negara dalam kasus itu mencapai Rp 127 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bansos presiden juga menggunakan mata anggaran Kementerian Sosial. Anggaran tersebut dialokasikan sejak April 2020 guna memitigasi dampak ekonomi pandemi Covid-19. Bedanya, bansos presiden didistribusikan menggunakan goodie bag bergambar Presiden Joko Widodo. Para penerima manfaat bansos presiden tersebar di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Setiap bulan, mereka menerima paket bahan kebutuhan pokok berisi beras, minyak goreng, dan biskuit.
KPK menduga pelaksana proyek menggangsir anggaran pengadaan bansos presiden yang dialokasikan sebesar Rp 900 miliar. Modusnya, para pelaku menurunkan kualitas isi paket bahan kebutuhan pokok. Akibatnya, nilai paket yang diterima masyarakat tak sesuai dengan yang dianggarkan pemerintah. “Nilai kerugian negara akibat kasus itu mencapai Rp 250 miliar,” kata Tessa.
Seseorang yang mengetahui penyidikan perkara bansos presiden mengatakan penurunan kualitas paket bahan kebutuhan pokok terjadi karena semua vendor pengadaan diduga diminta menyetor sebagian keuntungan kepada Ivo. Kutipan itu diperoleh dari perusahaan yang ditunjuk Kementerian Sosial sebagai vendor paket 3, 5, dan 6. Dari Rp 300 ribu anggaran untuk setiap paket, Ivo mengutip sekitar 10 persen. Dari total 6 juta bantuan, Ivo dituduh meminta jatah Rp 28-30 ribu per paket.
Herman Hery di Kantor Tempo, Jakarta, 16 Januari 2021/Dok. Tempo/ Hilman Fathurrahman W
Tessa Mahardhika enggan membeberkan perusahaan mana saja yang terlibat. Dia menerangkan, penyelidikan kasus ini sudah lama bergulir. Dokumen yang diperoleh Tempo menuliskan KPK mengeluarkan surat laporan tindak pidana korupsi pada 17 April 2023. Adapun surat perintah penyidikan baru keluar pada 29 Februari 2024 setelah ekspose perkara digelar.
Kini Ivo mendekam di tahanan. Pengacara Ivo, Yacob Rihwanto, tak menjawab permintaan wawancara lewat berbagai akun media sosialnya. Surat permohonan wawancara juga dikirim ke kantornya di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, tapi tak kunjung direspons hingga Jumat, 5 Juli 2024. Saat persidangan Ivo masih berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Yacob pernah mengatakan kliennya hanya konsultan pendamping, bukan pelaksana proyek.
Persidangan kasus bansos Kementerian Sosial turut mengungkap banyak fakta baru. Saat menjadi saksi mantan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara, pada 14 Juni 2021, Ivo turut menyebutkan nama politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Herman Hery Adranacus, dalam perkara bansos Kementerian Sosial. Ivo mengusulkan Herman memodali PT Anomali Lumbung Artha selaku kandidat vendor bansos lewat PT Dwimukti Graha Elektrindo. PT Anomali di kemudian hari mendapatkan kuota 1,5 juta paket bansos.
Ivo mengakui PT Dwimukti Graha merupakan perusahaan yang dikendalikan Herman Hery. Akta perusahaan mencatat istri Herman, Vonny Kristiani, dan saudaranya, Floreta Tanne, sebagai pemegang saham. Sementara itu, kursi direktur utama dipercayakan kepada anak Herman, Stevano Rizki. “Saya bukan pengurus PT Dwimukti Graha, tapi saya direktur di salah satu perusahaan beliau (Herman),” tutur Ivo dalam persidangan.
Herman Hery tak kunjung membalas surat permintaan wawancara yang dikirimkan ke kantornya di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta Pusat, hingga Jumat, 5 Juli 2024. Ia juga tak merespons panggilan ke telepon selulernya.
Herman Hery pernah menyambangi kantor Tempo di Jalan Palmerah Barat, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada Januari 2021. Saat itu kasus tersebut masih digodok di KPK. Wawancara itu tertuang dalam artikel berjudul “Saya Tidak Ikut Campur” yang terbit di majalah Tempo edisi 23 Januari 2021. Ia mengakui pernah menguasai PT Dwimukti Graha Elektrindo. Tapi perusahaan itu sudah beralih ke keluarganya. “Sejak menjadi anggota DPR pada 2004, saya tak lagi duduk sebagai pemilik perusahaan,” ucapnya saat itu.
Herman juga membantah dugaan menekan Juliari Batubara untuk mendapatkan proyek bansos di Kementerian Sosial. Juliari juga tercatat sebagai kader PDI Perjuangan. Herman mengklaim program bansos diinisiasi setelah Presiden Joko Widodo berkonsultasi dengannya bersama Juliari. “Presiden ngamuk banget (dampak ekonomi akibat Covid-19). Dia bertanya kepada saya, kira-kira apa jalan keluarnya? Saya jawab, percepat realisasi bantuan sosial itu,” tuturnya.
Terpidana mantan Menteri Sosial, Juliari P. Batubara hadir dalam sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi penyaluran bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerimaan Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial RI Tahun 2020. di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 6 Maret 2024/Tempo/Imam Sukamto
Pengacara Juliari Batubara, Maqdir Ismail, mengaku belum berkomunikasi dengan kliennya sejak vonis dijatuhkan pada Agustus 2021. Namun ia memastikan Juliari belum pernah diperiksa untuk kasus korupsi bansos presiden di KPK. “Kasus yang menjerat klien saya hanya bansos Kementerian Sosial,” katanya.
Seseorang yang pernah menyidik korupsi bansos Kementerian Sosial menjelaskan, Herman Hery mempercayai Ivo sebagai operator pengadaan bersama lima perusahaan lain yang terafiliasi dengan PT Dwimukti Graha. Skenario itu dirancang setelah Herman mendapatkan komitmen kuota dari Juliari. Ivo lalu meminta Direktur Utama PT Anomali Lumbung Artha, Teddy Munawar, menemui sejumlah pejabat Kementerian Sosial seraya memperkenalkan diri sebagai utusan Herman.
Akhirnya, PT Anomali ditunjuk sebagai pemilik kuota 550 ribu paket bansos tahap 3. PT Anomali juga mendapatkan kuota bansos tahap 5 dan 6. Alokasi kuota bagi lima perusahaan lain yang bekerja sama dengan PT Dwimukti Graha pun dibahas dalam pertemuan itu. Sementara itu, PT Dwimukti Graha diduga hanya menjadi pemodal dan tak mengerjakan apa pun karena pekerjaan tersebut ditangani perusahaan lain.
Pengadaan tersebut juga melibatkan PT Famindo Meta Komunika selaku penerima kuota 1,25 juta paket dan 1,4 juta paket lewat PT Junatama Foodia Kreasindo. Perusahaan lain yang disiapkan untuk pengadaan paket 7 dan 8 terlihat dari peran PT MCB, PT IPM, dan PT TOP. Dalam persidangan, terungkap bahwa Ivo Wongkaren mengatakan semua alur uang keluar-masuk uang selalu dilaporkan kepada Herman Hery.
Persidangan kasus korupsi bansos Kementerian Sosial turut mengungkap tindakan Ivo menyuruh orang kepercayaannya menyimpan Rp 127 miliar setoran perusahaan boneka dalam brankas di sebuah rumah mewah di Jalan Gandaria IV, Jakarta Selatan. Brankas itu juga ditengarai digunakan untuk menyimpan uang korupsi yang melibatkan PT BGR. Sebanyak Rp 8,6 miliar uang tersebut dibelikan enam bidang tanah di Buleleng, Bali, dan satu mobil mewah.
Tempo mengirim surat permohonan wawancara kepada PT Anomali Lumbung Artha dan PT Famindo Meta Komunika di gedung Patra Jasa, Jakarta Selatan. Surat itu tak kunjung direspons hingga Jumat, 5 Juli 2024. Surat serupa untuk PT Junatama Foodia Kreasindo di Metropolitan Tower di Cilandak, Jakarta Selatan, juga tak berbalas.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Tessa Mahardhika Sugiarto, belum bisa memastikan KPK bakal menyeret sejumlah pemimpin perusahaan tersebut. Berbeda dengan kasus sebelumnya yang berfokus pada suap dan gratifikasi untuk Juliari Batubara dalam bansos Kementerian Sosial, kali ini penyidik akan menangani pengadaan paket bahan kebutuhan pokok bansos yang belakangan disebut bansos presiden. “Peran perusahaan yang terdahulu masih kami dalami karena mereka diduga juga terhubung dengan kasus bansos presiden,” tuturnya.
Seseorang yang mengetahui penyidikan kasus bansos presiden mengatakan KPK tengah tancap gas menelusuri kasus ini. Beberapa bulan belakangan, KPK sudah terlihat mengincar sejumlah perkara yang melibatkan kader PDI Perjuangan. Kasus lain yang ditangani komisi antirasuah adalah kasus pelarian politikus PDIP, Harun Masiku, yang menyeret Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Penyelidik sudah menyita telepon seluler Hasto dan ajudannya serta buku catatan saat pemeriksaan pada 6 Juni 2024.
Kantung-kantung berisi sembako bantuan dari Presiden Joko Widodo yang akan dibagikan untuk pedagang di Pasar Cihapit, Bandung, Jawa Barat, 12 Juli 2023/Tempo/Prima mulia
Situasi ini berbeda dengan saat KPK pertama kali menyidik kasus bansos Kementerian Sosial. Seorang mantan penyidik KPK mengatakan pada saat itu kebijakan pimpinan terbelah. Sebagian pimpinan KPK bahkan berupaya menjegal penyidikan dengan menunda kerja penyidik. Salah satu caranya adalah mempersulit terbitnya surat penggeledahan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PDIP yang ikut terseret dalam kasus ini, Ihsan Yunus. Penyidik baru bisa menggeledah rumah dan ruang kerja Ihsan pada akhir Februari 2021, atau hampir dua bulan setelah KPK melancarkan operasi tangkap tangan korupsi bansos pada 4 Desember 2020.
KPK pernah meminta keterangan Ihsan pada 2021. Panggilan pemeriksaan juga mereka layangkan pada April 2024 dalam penyidikan kasus pengadaan alat pelindung diri Covid-19. Ihsan Yunus tak merespons permintaan konfirmasi Tempo yang dikirim ke nomor telepon selulernya. Ia juga tak menjawab surat permohonan wawancara yang dilayangkan ke rumahnya di Pulo Gadung, Jakarta Timur. Saat menjadi saksi dalam persidangan para terdakwa korupsi bansos Kementerian Sosial, Ihsan membantah tuduhan terlibat dalam kasus ini.
Tessa Mahardhika membantah anggapan yang menyebutkan adanya nuansa politis di balik penanganan perkara bansos. Menurut dia, penyidikan kasus tersebut murni urusan penegakan hukum. Ia mengatakan pimpinan KPK sejak awal berkomitmen menuntaskan kasus bansos ini hingga ke akarnya. “Saya sering mendengar tuduhan itu, seolah-olah proses hukum di KPK ada kaitannya dengan dinamika politik. Tapi itu tidak benar,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Fajar Pebrianto dan M. Khory Alfarizi berkontribusi dalam penulisan artikel ini