Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan amunisi baru untuk mengusut kasus suap di PT Garuda Indonesia. Amunisi itu berupa kesepakatan Deferred Prosecution Agreement antara Serious Fraud Office (SFO) dengan Airbus SE. "Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi SFO dan penegak hukum lain di Inggris atas kesepakatan ini," kata pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, Ahad, 9 Februari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan kesepakatan DPA, SFO bersedia menunda proses penuntutan pidana terhadap Airbus SE. Dengan syarat, Airbus bersedia bekerja sama penuh dengan penegak hukum dengan mengakui perbuatan, membayar denda, dan melakukan program reformasi dan tata kelola perusahaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesepakatan DPA adalah hasil penyidikan yang dilakukan SFO terhadap dugaan pemberian suap yang dilakukan oleh Airbus SE kepada pejabat-pejabat yang ada di 5 negara yakni Indonesia, Sri Lanka, Malaysia, Taiwan, dan Ghana pada 2011-2015.
Di Indonesia, suap dari Airbus diduga diterima oleh mantan Direktur Utama Garuda, Emirsyah Satar. Kasus ini juga menjerat pendiri PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo dan eks Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Hadinoto Soedigno. Selain suap, KPK juga menjerat Emirsyah dan Soetikno dengan pasal pencucian uang. KPK mendakwa Emirsyah menerima duit Rp 46 miliar dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat yang salah satunya dari Airbus.
KPK yakin DPA akan memperkuat alat bukti dalam penyidikan dan penuntutan perkara dugaan suap terkait dengan pengadaan mesin pesawat PT Garuda Indonesia. Dalam dokumen Approved Judgement dan Statement of Facts di DPA, terdapat uraian fakta dugaan pemberian suap kepada pejabat PT Garuda Indonesia.
"Fakta tersebut sudah sejalan dengan fakta-fakta yang ditemukan pada penanganan perkara Garuda oleh KPK," kata Ali.