Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK kembali menyita aset milik bekas Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono. Andhi merupakan tersangka gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan cara menjadi broker pelaku ekspor impor agar memudahkan pengiriman barang dari dalam dan luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Aset-aset bernilai ekonomis yang diduga milik Tersangka AP kaitan dengan perkara TPPU yang proses penyidikannya tetap berlangsung hingga saat ini,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Senin, 12 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun aset yang disita KPK, yaitu empat bidang tanah dan bangunan di Kabupaten Bogor dengan rincian: dua bidang tanah dengan luas masing-masing 2.231 dan 5.363 meter persegi di Desa Sukawengi, Kecamatan Sukamakmur; satu bidang tanah beserta bangunan dengan luas 318 meter persegi di Desa Nagrak, Kecamatan Gunung Putri; dan satu bidang tanah beserta bangunan seluas 108 meter persegi di Desa Nagrak, Kecamatan Gunung Putri.
KPK juga menyita satu bidang tanah beserta bangunan di atasnya seluas 1015 meter persegi di Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan; satu bidang tanah beserta bangunan di atasnya seluas 415 meter persegi di Cempaka Putih, Jakarta Pusat; satu bidang tanah beserta bangunan di atasnya dengan luas 98 meter persegi yang juga terletak Cempaka Putih; serta unit mobil merk Ford warna merah.
“Temuan aset-aset tersebut langkah real dari proses penelusuran dan pelacakan yang dilakukan Tim Aset Tracing dari Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK,” ujarnya.
Ali Fikri berkata penyitaan ini dalam upaya tercapainya aset recovery dari proses penanganan perkara dengan data awal LHKPN yang tidak sesuai dengan profil kewajaran sebagai penyelenggara negara.
Mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono, sebelumnya sudah didakwa menerima gratifikasi dengan total sekitar Rp 58,9 miliar. Jumlah tersebut dari rincian Rp 50.286.275.189,79, US$ 264,500 atau setara dengan Rp 3.800.871.000,00 dan SGD409,000 setara dengan Rp 4.886.970.000,00.
“Bahwa Terdakwa sejak tanggal 22 Maret 2012 sampai dengan tanggal 27 Januari 2023 atau setidak-tidaknya pada waktu antara tahun 2012 sampai dengan tahun 2023, telah menerima gratifikasi,” kata Jaksa Penuntut Umum KPK, Joko Hermawan saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 22 November 2023.