Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mengapa Rahmini Dibunuh ?

Sidang pemeriksaan terhadap ketiga tertuduh pelaku pembunuhan ny. Siti Rahmini (bekas baby sister), istri kedua pejabat setneg, dilaksanakan oleh pn jakarta utara.

19 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG itu ditata resik. Ada pot bunga. Selembar bendera merah putih terbentang di atas pintu. Selain sebuah buku kumpulan doa bertulisan Arab dan Latin, di atas meja terlihat sebuah Al Quran. Tapi di dalam laci meja itu, bila dibuka, akan terlihat beberapa butir tablet obat tidur mogadon dalam kemasan. Itulah ruang tahanan di LP Cipinang yang kini ditempati Ismoejanto, salah satu tertuduh dalam perkara pembunuhan terhadap Siti Rahmini. Ismoejanto, 44 tahun, ditahan sejak awal Mei lalu. Beberapa hari sebelumnya, polisi atas desakan keluarga Rahmini -- membongkar makam seorang wanita tak dikenal di Parung, Bogor, yang jenazahnya ditemukan dan kemudian dikebumikan penduduk setempat bulan Maret lalu. Jenazah tersebut ternyata benar Siti Rahmini, istri kedua Dewanto (TEMPO, 16 dan 30 Mei 1981). Sejak 7 September lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Utara mulai memeriksa perkara ini. Dalam sidang pemeriksaan itu, ketiga tertuduh dengan tenang mendengarkan tuduhan jaksa P. Sitindjak SH. Tertuduh Dewanto, 47 tahun, pegawai pada Sekretariat Negara, dengan rambut penuh uban mengenakan safari. Tertuduh lainnya, Ismoejanto, bekas Ketua Generasi Muda Kosgoro, juga berbaju safari yang dilepas kancingnya. Sedang Ichwan, 37 tahun, sopir Ismoejanto, terlihat agak acuh. Jaksa Sitinjak dalam surat tuduhannya menyebutkan, Dewanto dan Ismoejanto pada 10 Maret 1981 telah mengatur cara-cara untuk menghilangkan nyawa Siti Rahmini, istri kedua Dewanto. Yang akan melakukan tugas berat ini adalah sopir Ismoejanto, Ichwan, bersama Salhadi (belum tertangkap). Rencana semula untuk melenyapkan nyawa Rahmini dilakukan di Pejaten, Jakarta Selatan, batal karena Ichwan tak setuju. Kemudian disepakati cottage Bina Ria Ancol sebagai tempat untuk membunuh Rahmini. Untuk maksud ini, Dewanto dan Ismoejanto menyiapkan minuman Vita Charm yang sudah dicampur obat tidur mogadon. Ismoejanto lalu memesan kamar no. 63 Pondok Buaya di cottage itu. Kamar itu dimaksudkannya untuk dipakai Dewanto dan Rahmini . Pukul 9 malam Ismoejanto menunggu di lobby Hotel Horison, Ancol. Sejam kemudian datang Dewanto bersama Rahmini. Ismoe kemudian menyerahkan kunci kamar no. 63 tersebut. Sekitar pukul 11 malam, Dewanto meninggalkan Rahmini yang pulas karena minum Vita Charm campur mogadon. Setelah itu Ichwan dan Salhadi masuk kamar. Dengan cepat dan bersama-sama, keduanya mencekik leher Rahmini dan mengikatnya keras-keras dengan tali plastik. Mulutnya pun disumbat dengan kantung terigu. Setelah tak bergerak, korban dimasukkan ke dalam karung. Dengan mobil yang sudah disiapkan sebelumnya, mayat dibawa ke Parung untuk disembunyikan di semak-semak pohon karet di daerah itu. Esoknya, 11 Maret, Ismoe datang ke kamar no. 63 untuk mengecek pelaksanaan pembunuhan itu. Rahmini memang tak ada lagi. Yang ada cuma sandal Rahmini yang diterima Ismoe dari room boy. Kemudian, untuk menghilangkan jejak korban, sandal itu pun dibuangnya ke kali di sekitar Ancol. Atas keberhasilan tugas itu, Ismoe kemudian menyerahkan uang Rp 1,5 juta dari Dewanto kepada Ichwan untuk dibagi dengan Salhadi. Fiktif Masih menurut tuduhan itu, jauh sebelum hilangnya nyawa korban, percobaan pembunuhan sudah berkali-kali terjadi. Januari 1981, Ismoe bersama Dewanto telah menyuruh Dedy, keponakan Ismoe, untuk membunuh Rahmini Dedy menyanggupi, lalu menerima uang Rp 280 ribu sebagai upah. Tapi begitu Dedy ketemu Rahmini yang waktu itu sedang ada di tempat orang tuanya di Walikukun, Madiun, ia tak tega karena melihat dua orang anak wanita itu yang masih kecil. Februari 1981, Dewanto dan Ismoe kembali merencanakan pembunuhan. Kali ini hendak dilakukan di Cipayung di sebuah bungalow. Yang akan menjadi algojo Ichwan dan Salhadi. Tapi percobaan pembunuhan gagal pula, karena gonggongan anjing di bungalow tempat Dewanto dan Rahmini menginap. Masih di bulan Februari juga, niat membunuh Rahmini diulangi lagi. Ketika Dewanto meninggalkan Rahmini sendirian di dalam mobil di dekat pohon karet Parung, Bogor, Ichwan dan Salhadi yang sudah siap menarik Rahmini keluar mobil. Sambil mengadakan perlawanan Rahmini berteriak-teriak. Gagal lagi, karena keduanya melarikan diri dengan ketakutan. Terakhir, dan yang berhasil, terjadi 10 Maret di Ancol, Jakarta. Dari dalam tahanan di LP Cipinang, Ismoe menyesali Dewanto yang dianggapnya telah menipunya. Apa yang sudah diakuinya dalam berita acara yang kemudian jadi surat tuduhan itu, kata Ismoe kepada TEMPO, fiktif belaka. "Saya akan buktikan di pengadilan nanti, bahwa saya tidak terlibat," katanya kesal. Namun Ismoe juga membenarkan beberapa tuduhan jaksa. Kamar no. 63, katanya, memang disewa atas namanya untuk dipinjamkan kepada Dewanto yang sudah menjadi kawan akrabnya. Ia juga mengaku membuang sandal ke kali. Adapun mogadon, kata Ismoc, memang miliknya dan Dewanto mengambil dari rumahnya. Sebab, "Dewanto ini seperti keluarga saja. Minum pun suka mengambil sendii," katanya. Sampai-sampai istri Ismoe pernah nyeletuk "Pak Dewanto itu kayak istrinya mas Is saja." Ismoe juga membantah pernah menerima uang Rp 1,5 juta dari Dewanto untuk diberikan kepada Ichwan. Ia pun tak tahu siapa itu Salhadi yang katanya belum tertangkap. "Saya berani sumpah pocong atau apa saja yang lebih hebat. Saya tak tahu Salhadi, saya tak tahu pembunuhan itu," katanya. Ismoe mengatakan dia tahu Rahmini dibunuh karena ditelepon Dewanto. Kemudian, katanya, Dewanto menangisnangis di depan Ismoe. Semua kisah itu menurut versi Ismoejanto. Bagaimana cerita Dewanto sendiri yang kini juga ditahan di LP Cipinang, masih harus ditunggu dalam sidang selanjutnya. Toh 'kedatangan' Ismoe di LP Cipinang, katanya, ada hikmahnya juga. Sebab, menurutnya, LP telah mempertebal imannya dan mendekatkannya pada Tuhan. Lebih-lebih setelah teman-temannya memberinya Al Qur' an. Mencium Kaki Ny. Ismoejanto juga melihat Dewanto sebagai seorang pemain watak. "Waktu ketemu saya, Dewanto terus nangis, mencium kaki saya. Minta maaf dan mengakui semua itu karena perbuatannya," kata Ny. Ismoe yang berputra empat ini. Masih dalam nada kesal ia pun nyeletuk: "Pak Dewanto yang makan nangkanya, mas Is yang kena getahnya." Mengapa Dewanto tega membunuh istri keduanya? Menurut sumber TEMPO, sebenarnya pembunuhan itu terjadi karena Dewanto mendengar jabatannya akan dinaikkan -- dan hanya terhalang karena diketahui atasannya ia mempunyai istri dua. Tambahan lagi, istri kedua itu ingin diperlakukan sebagai layaknya istri resmi. "Ini membuat Dewanto bingung dan minta bantuan Ismoe kawan akrabnya," kata sumber tadi. Yang jelas, kepada TEMPO Ichwan telah menyesali pembunuhan yang dilakukannya. "Saya menyesal sekali," katanya. Sebaliknya, istri Dewanto yang pertama, menyesalkan perbuatan Rahmini, bekas pembantu rumah tangganya itu. "Sudah ditolong, malah ingin merampas suami," kata Ny. Rahmini seperti pernah diungkapkannya kepada Ny. Ismoejanto. Dalam sidang yang dipimpin hakim Suharto SH itu, Dewantodibela Albert Hasibuan SH, Ismoejanto dibela pengacara Ahar Achmad SH dan Ichwan oleh Jefferson Dau SH dan Suripto SH.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus