Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Reserse Kriminal Umum atau Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta atau Polda DIY Komisaris Besar FX Endriadi menyatakan telah memeriksa 17 saksi di kasus penyekapan, pemerasan, penganiayaan, hingga kekerasan seksual yang dilakukan oleh pengusaha kos eksklusif di Yogyakarta, D'Paragon, MSH alias JD. Sedangkan korbannya adalah M dan istrinya, rekan bisnis tersangka MSH.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Penyidik telah memeriksa 17 orang saksi dalam bentuk berita acara pemeriksaan," katanya ketika dihubungi, Ahad, 11 Februari 2024. Ia mengatakan tim penyidik Polda DIY dalam tahap penyelesaian berkas dan sedang berkoordinasi dengan kejaksaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Endriadi menyebut, penyidik berencana menyerahkan berkas perkara ke jaksa penuntut umum pekan depan. "Rencana minggu depan kami serahkan ke JPU," ucapnya.
Ditanya soal keterlibatan seorang dokter kecantikan asal Yogyakarta berinisial WT, ia mengungkapkan bahwa penyidik Polda DIY hanya berfokus pada proses penyidikan terhadap pelaporan dan pengaduan korban M, tentang penyekapan, pemerasan, penganiayaan, hingga kekerasan seksual. “Tindakan tersangka dilakukan diduga agar korban mengembalikan kerugian bisnis tersangka yang mencapai Rp1,2 miliar,” ujar Endriadi.
Ia menuturkan telah menerima laporan dari tersangka atas kasus ini. Endriadi menyebut laporan itu dibuat tersangka karena bisnisnya merasa dirugikan.
Saat ini, katanya, laporan dari tersangka itu masih dalam tahap penyelidikan. "Sudah diteliti laporannya. Bukti-bukti awal, analisis pasal terhadap peristiwa yang dilaporkan," katanya.
Kasus penyekapan di kamar kos hingga kandang anjing dan pemerasan ini bermula dari laporan korban M pada 27 Desember 2023 yang dicatat dalam Laporan Polisi Nomor LP-B/997/XII/2023/SPKT/Polda DI Yogyakarta. Kronologi kasus ini bermula dari kerja sama bisnis jual beli mobil yang dilakukan M dan MSH sejak Juni 2023. MSH adalah pihak yang memberikan modal.
Namun sejak Agustus 2023, M tidak memberikan keuntungan dari bisnis tersebut kepada MSH. Hingga akhirnya pada 12 Oktober 2023, YR dan AS mendatangi rumah korban di Kalasan atas perintah MSH. Tujuannya adalah meminta paksa barang-barang milik korban, berupa sertifikat, perhiasan, kartu keluarga, KTP dan mobil untuk menjadi jaminan pelunasan modal bisnis jual beli mobil itu.
Usai barang-barang yang diminta diserahkan, tersangka mengajak M dan istrinya ke Kantor D’Paragon di Mancasan Lor, Kelurahan Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman. Mereka dibawa dengan mobil Honda Jazz warna silver.
Sesampai di kantor D'Paragon, korban disekap di dalam ruangan pantry dan kamar kos nomor 22. Pintu dikunci dari luar dan anak kunci disimpan oleh karyawan D’Paragon, ADB yang berstatus sebagai saksi.
“Jadi ada dua TKP, untuk pemerasan di Kalasan dan penyekapan di Mancasan Lor,” kata Endriadi.
Selama penyekapan, M dan istrinya mengalami kekerasan fisik dan diduga juga mengalami kekerasan seksual dari para tersangka. “Kami simpulkan, kejadian (penyekapan) berlangsung 12 Oktober 2023 sampai 10 Desember 2023. Atau setidaknya Oktober sampai dengan Desember 2023,” kata Endriadi.
Usai lepas dari penyekapan, M kemudian lapor ke Polda DIY. Namun Endriadi enggan menjelaskan bagaimana kedua korban bisa melepaskan diri dari lokasi penyekapan. “Enggak tahu saya,” ujarnya.
Peran Para Tersangka Penyekapan, Pemerasan, dan Kekerasan Seksual
Endriadi menjelaskan peran tiap-tiap tersangka. MSH adalah pelaku yang menyuruh untuk melakukan tindak pidana penyekapan. Ia juga melakukan penganiayaan dengan memukuli korban menggunakan sarung tinju warna hitam.
MSH juga yang menyuruh istri korban memakan sambal dan melakukan kegiatan seksual terhadap M. MSH dikenai pasal berlapis karena diduga melanggar Pasal 333 KUHP dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara, Pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan penjara, serta Pasal 6 Huruf c UU Tindak Pindana Kekerasan Seksual dengan ancaman pidana 12 tahun penjara.
Istri tersangka MSH, yaitu MM diduga turut serta melakukan penyekapan dan mengetahui lokasi yang digunakan untuk menyekap. MM melakukan tindak pidana penganiayaan dengan cara menyiram punggung korban dengan air panas dan memukul korban dengan sarung tinju warna merah muda.
Ia diancam pelanggaran atas Pasal 333 jo 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman 8 tahun penjara, Pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan penjara. Tersangka YR dari Kotagede, Kota Yogyakarta dikenai ancaman Pasal 333 jo 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman 8 tahun penjara dan Pasal 368 KUHP dengan ancaman 9 tahun penjara. Begitu pula AS dari Gamping, Kabupaten Sleman yang melakukan pemerasan diancam Pasal 368 KUHP dengan 9 tahun penjara.
Sedangkan ARD dari Umbulharjo, Kota Yogyakarta yang menyuruh korban melakukan tindakan pelecehan seksual menggunakan balsam, lalu merekam dengan video. Ia terancam Pasal 6 huruf c UU TPKS dengan ancaman 12 tahun atau denda maksimal Rp300 juta.
Barang bukti yang disita dari korban meliputi 4 unit handphone dan 1 tas jinjing warna cokelat. Sedangkan barang bukti dari MSH meliputi 6 serfikat, 1 pasang sarung tinju hitam, KTP, dan KK. Dari MM disita sepasang sarung tinju warna merah muda. Sedangkan dari YR disita motor Nimax putih dan 1 unit handphone.
“Kami masih mencari mobil Honda Jazz silver yang didugakan untuk membawa korban dari TKP pemerasan ke TKP penyekapan,” ucap Endriadi.
NOVALI PANJI NUGROHO | PITO AGUSTIN RUDIANA