Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Proses Kilat dalam 13 Hari Revisi UU KPK

Pengesahan revisi UU KPK yang tergesa-gesa ini dikritik sejumlah pihak.

18 September 2019 | 06.53 WIB

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas (kanan) menyerahkan revisi UU KPK kepada Wakil Ketua DPR selaku pimpinan sidang Fahri Hamzah (tengah), Ketua KPK Bambang Soesatyo (kedua kiri), Wakil Ketua DPR Fadli Zon (kedua kanan), dan Wakil Ketua DPR Utut Adianto (kiri) dalam Rapat Paripurna ke-9 Masa Persidangan I Tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 17 September 2019. DPR RI mengesahkan Revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Undang-Undang. TEMPO/M Taufan Rengganis
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas (kanan) menyerahkan revisi UU KPK kepada Wakil Ketua DPR selaku pimpinan sidang Fahri Hamzah (tengah), Ketua KPK Bambang Soesatyo (kedua kiri), Wakil Ketua DPR Fadli Zon (kedua kanan), dan Wakil Ketua DPR Utut Adianto (kiri) dalam Rapat Paripurna ke-9 Masa Persidangan I Tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 17 September 2019. DPR RI mengesahkan Revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Undang-Undang. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Agenda rapat paripurna DPR RI ke-9 DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 pada Selasa, 17 September 2019, berubah beberapa saat sebelum rapat dimulai. Pengesahan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK atau revisi UU KPK tiba-tiba masuk dalam daftar.

Sesaat sebelum rapat, anggota DPR memaksakan rapat badan musyawarah atau Bamus revisi UU KPK digelar, sehingga bisa masuk dalam agenda rapat paripurna. Akibatnya, rapat molor selama hampir 1,5 jam; menunggu Bamus revisi UU KPK selesai. Dari jadwal yang seharusnya dimulai pukul 10.00 WIB, rapat baru dimulai pukul 11.20 WIB.

Di hadapan 80 orang anggota dewan yang hadir (berdasarkan headcount), rapat kemudian dibuka oleh Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Selaku pimpinan sidang, Fahri mengklaim ada 289 dari 560 anggota DPR yang sudah menandatangani daftar hadir dalam persidangan tersebut, sehingga bisa dinyatakan kuorum.

"Oleh karena itu, kuorum telah tercapai, dan dengan mengucap bismillahirahmanirrahim, perkenankanlah kami pimpinan dewan membuka rapat ini, Selasa 17 September dibuka dan terbuka untuk umum," kata Fahri saat membuka sidang.

Selanjutnya, rapat berjalan cepat dan lancar. Selama 30 menit, tidak ada perdebatan, hingga pimpinan sidang mengetok palu pengesahan dengan mulus. Keberatan fraksi baru dibacakan setelah undang-undang disahkan dan dicatat dalam nota. Tujuh fraksi dari koalisi pendukung pemerintah kompak menyetujui revisi UU KPK tanpa catatan, tiga fraksi lainnya memberi catatan terkait dewan pengawas.

Pengesahan revisi UU KPK yang tergesa-gesa ini dikritik sejumlah pihak. DPR bahkan enggan menunggu pertemuan antara Presiden Jokowi dengan pimpinan KPK untuk membicarakan hal tersebut. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengklaim, pemerintah sudah membahas revisi UU KPK ini bersama dengan dua pimpinan KPK, yakni Agus Rahardjo dan Laode M Syarif.

"Saya berkomunikasi dengan Pak Laode, saya menerima Pak Laode dan Pak Agus Rahardjo di kantor saya mengenai soal ini. Saya sampaikan poin-poin yang kami sepakati," kata Yasonna, kemarin, tanpa merinci kapan pertemuan tersebut dilakukan

Tempo mencatat, sejak munculnya usul pembahasan usul revisi UU KPK hingga  disahkan dalam paripurna, perjalanan revisi ini mulus dan berlangsung kilat, pembahasannya hanya memakan waktu 13 hari.

Musisi Cholil Mahmud bernyanyi saat Wadah Pegawai KPK bersama Koalisi Masyarakat Anti Korupsi melakukan aksi renungan dan malam di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 17 September 2019. TEMPO/Imam Sukamto

Awalnya, rapat paripurna menyepakati UU KPK sebagai RUU inisiatif pada Kamis, 5 September 2019. Agenda itu tiba-tiba muncul tanpa gembar-gembor pembahasan kembali revisi UU KPK, sejak ditolak keras pada 2017 silam.

Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Badan Legislasi DPR, Irmadi Lubis mengakui, sejak awal rapat Baleg membahas usul revisi UU KPK ini memang dadakan. "Rapat di Baleg mendadak. Rapatnya tertutup," ujar Irmadi, beberapa waktu lalu.

Setelah rapat Baleg digelar, rapat Bamus dan rapat paripurna secara maraton digelar. Pembahasan revisi Undang-Undang KPK di Badan Legislasi mulai digeber sejak Kamis pekan lalu. Rapat perdana bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly digelar untuk mendengarkan pandangan pemerintah. Rapat itu terkesan mendadak dan ditutup-tutupi. Awak media baru mengetahui adanya rapat tersebut sepuluh menit sebelum dimulai.

Pembahasan di Badan Legislasi kemudian dilanjutkan keesokan harinya. Dalam rapat tertutup itu, pemerintah dan DPR menyepakati 34 poin revisi. Sejumlah pasal yang diloloskan dianggap melemahkan KPK. Di antaranya soal penyebutan KPK sebagai lembaga eksekutif, pengalihan status pegawai KPK menjadi aparat sipil negara, dan
penyadapan yang harus dilakukan melalui izin dewan pengawas.

Dua hari lalu, Badan Legislasi kembali mengebut pembahasan revisi undang-undang komisi antirasuah. Rapat yang kembali digelar tertutup itu merampungkan pembahasan seluruh pasal. Secara umum, DPR menyatakan sepakat dengan semua Daftar Inventarisasi Masalah yang diajukan pemerintah.

Pada akhirnya, revisi UU KPK dibawa ke rapat paripurna, kemarin, untuk disahkan menjadi undang-undang. Wajah para anggota Komisi Hukum tampak sumringah usai undang-undang tersebut disahkan. Sementara itu, sejumlah pegiat antikorupsi menggelar aksi simbolik pemakaman di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa malam, 17 September 2019.

Pegawai KPK, pegiat anti-korupsi, hingga mahasiswa Universitas Indonesia yang ikut dalam aksi, terlihat menangis ketika nisan bertuliskan "RIP KPK 2002-2019" dibawa ke lobby gedung untuk ditaburi bunga. Di akhir aksi, sejumlah orang terlihat saling berpelukan dan menangis.

Puisi Widji Thukul berjudul Bunga dan Tembok menggema di tengah isak tangis tersebut. "Seumpama bunga, kami adalah yang tak kau hendaki tumbuh. Seumpama bunga, kami adalah yang tak kau hendaki adanya".

DEWI NURITA | HILDA BUNGA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus