Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Solo - Sidang dengan agenda pembacaan pembelaan atau pledoi dua terdakwa, Bambang Tri Mulyono dan Sugi Nur Rahardja alias Gus Nur, dalam kasus dugaan penistaan agama, ujaran kebencian, dan ITE, digelar secara terpisah di Pengadilan Negeri (PN) Solo, Selasa, 28 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sidang dengan terdakwa Gus Nur digelar lebih dulu mulai sekitar pukul 11.00 WIB. Gus Nur didampingi tim kuasa hukumnya, membacakan pembelaannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebagai informasi, melalui sidang yang digelar sebelumnya pada Selasa, 21 Maret 2023 lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Gus Nur dengan hukuman penjara 10 tahun dengan dasar Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 1946, jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Eggi Sudjana selaku kuasa hukum Gus Nur menyatakan seharusnya Majelis Hakim membatalkan sidang itu, karena menurutnya JPU sejauh ini tidak bisa menunjukan ijazah asli Presiden Joko Widodo.
Dari 22 saksi yang terdiri atas 17 saksi fakta dan 5 saksi ahli yang dihadirkan JPU dalam sidang, Eggi mengatakan tidak pernah ada yang melihat ijazah asli Jokowi. Sehingga menurutnya jaksa tidak bisa menuntut kliennya dengan hukuman hingga 10 tahun penjara.
"Menurut KUHP Pasal 143, menerangkan dakwaan Jaksa harus lengkap, cermat, dan jelas. Dakwaan Jaksa dengan fakta di persidangan tidak pernah menghadirkan ijazah asli Jokowi, Artinya dia tidak lengkap, cermat, dan jelas. Menurut Pasal 143, harusnya sudah dibatalkan oleh hakim, batal demi hukum," kata Eggi dalam persidangan.
Dia menyayangkan hakim tak mengindahkan itu. Bahkan permohonan penangguhan penahanan Gus Nur juga tidak dikabulkan.
Sementara itu, Gus Nur menilai dirinya tidak bersalah. Sebab menurutnya, ijazah palsu Presiden Jokowi itu merupakan produk Bambang Tri Mulyono. Dia mengaku hanya mengundang Bambang Tri itu ke podcast-nya sebagai narasumber.
Gus Nur juga menanggapi pernyataan JPU saat sidang pekan lalu di antaranya yang menyebut bahwa ia sering menyerang rezim Jokowi.
Ia menegaskan bahwa yang dia lakukan adalah mengritik dan buka menyerang. Yang ia kritik bukanlah Presiden Jokowi secara personal, namun rezim. "Mengkritik rezim itu tidak sama dengan mengritik Jokowi. Rezim dan Jokowi dua hal yang berbeda," kata Gus Nur dalam persidangan itu.
Adapun saat ditemui awak media saat jeda istirahat, JPU Apriyanto Kurniawan mengatakan pihaknya telah menghadirkan saksi-saksi yang cukup untuk membuktikan kasus itu.
"Ya dari sidang tadi, (dalam pledoi Gus Nur) lima pasal yang kami dakwakan ditanggapi semua. Ya itu sah-sah saja. Dan dia (terdakwa Gus Nur) minta bebas dari semua dakwaan. Sementara kami hanya membuktikan pasal pertama primer UU Nomor 1 tahun 1946," katanya.
Apriyanto mengatakan pihaknya meyakini ijazah Jokowi asli, meskipun yang dihadirkan dalam sidang hanya fotokopi legalisir.
"Sebab kalau mau legalisir kan harus menunjukkan aslinya, baru sekolah mau legalisir. Itu aja normalnya. Kalau ada legalisir dari lembaga yang berwenang harus ada sesuai aslinya. Kami juga sudah menghadirkan kawan sekolah, guru, dan kepala sekolah dengan membawa buku induk. Bagi kami alat bukti sudah cukup," katanya.
Apriyanto mengatakan ia sudah pernah meminta pada pihak terdakwa yang menuding ijazah Presiden Jokowi palsu, untuk menghadirkan saksi fakta maupun bukti bahwa legalisir yang dihadirkan sebagai bukti palsu. Namun pihak terdakwa tidak bisa menghadirkannya.
Dari sidang yang digelar hingga Selasa sore itu, Apriyanto mengatakan pihaknya mengembalikan keputusan kepada Majelis Hakim apakah akan menyetujui tuntutan jaksa atau punya pendapat lain.