Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus suap Azis Syamsuddin menjalani sidang pledoi atau pembelaan hari ini, Senin, 31 Januari 2022. Bekas Wakil Ketua DPR meminta kepada Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi agar mendapatkan keadilan.
"Pada persidangan yang mulia ini, izinkan saya untuk memperoleh kesempatan yang adil dalam memperjuangkan keadilan," ujar Azis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan bahwa dirinya memiliki keluarga, istri dan dua orang anak. Dia menceritakan bahwa proses kesunyian dan kerinduan sudah dia jalani sejak 24 September 2021 lalu, pemanggilan pertama Azis sebagai tersangka, lalu dijemput paksa dan ditahan oleh KPK.
Azis menyadari panggilan pertama sebagai tersangka secara hukum acara dan ilmu yang dia pelajari, menjadi aneh bagi dia. Namun, dia tetap menjalani proses hari-harinya di dalam tahanan. Mulai dari ditahan di Polres Jakarta Selatan, kemudian dipindahkan Rutan C1 Gedung KPK, membuatnya tidak dapat berinteraksi denhan siapapun.
"Tidak dapat berinteraksi dengan pengacara, bahkan dengan keluarga saya. Sampai saat ini, proses pembuatan pledoi ini pun tidak dapat menjumpai penasehat hukum saya secara langsung, hanya dapat dilakukan melalui Zoom," kata Azis.
Namun, Azis melanjutkan, kesempatan untuk melakukan refleksi bagi dirinya dan menyadari betapa besar dukungan kepadanya sampai bisa menyelesaikan nota pembelaan itu. "Mudah-mudahan pledoi ini dapat memberikan suatu fakta dan kebenaran serta keadilan buat saya," tutur dia.
Azis mengaku rindu dengan suasana kehidupan bersama keluarga, istri dan kedua anaknya. Bisa menjalani haru bersama, mengabdi dan mengayomi keluarga. "Saya berharap, bisa tetap mendampingi keluarga dan mengurus orang tua saya yang tinggal satu-satunya ibu saya, berusia 75 tahun, yang sedang berjuang melawan penyakit kanker."
Oleh karena itu, Azis melanjutkan, dalam persidangan ini menginginkan keadilan yang seadil-adilnya. Sehingga, dia bisa kembali ke keluarga dan sahabat-sahabatnya. Serta masyarakat Lampung yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan Azis, yang membuatnya bisa sampai terpilih menjadi wakil rakyat.
"Sudah menjadi komitmen saya, dalam kondisi apapun untuk tetap memberikan bantuan kepada masyarakat, dengan mengedepankan azas kemanusiaan. Karena dilatarbelakangi kehidupan saya yang cukup susah, saya tidak sekoyong-koyong menjadi wakil ketua DPR, perjuangan yang saya mungkin tidak diketahui orang," ujar Azis.
Azis memang menceritakan kehidupannya dalam sidang pledoi itu hingga menjadi salah satu pimpinan di DPR. Sebelum menjadi seperti sekarang ini, Azis mengaku pernah menjadi tukang cuci mobil dan loper koran saat menempuh studi S2 finance di Western Sydney University, Australia, pada tahun 1998, karena kondisi ekonomi yang buruk.
Bahkan, dia juga harus makan sehari sekali untuk mengirit biaya saat di Australia. Azis juga mengajukan diri sebagai orang miskin di sebuah restoran untuk mendapatkan makan sehari sekali mulai pukul 11.00-15.00 waktu setempat. Ia hanya dengan membayar 5 dolar all you can eat. Termasuk juga mengajukan permohonan ke pemerintah setempat untuk bisa bertahan di negara tersebut.
“Orang tua saya juga mendidik untuk selalu harus menjadi orang yang tidak pernah putus asa, tidak pernah berleye-leye dan harus bekerja keras,” katanya.
Azis saat ini menjadi terdakwa kasus dugaan suap terhadap bekas penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Duit suap sebesar Rp 3,1 miliar itu ditengarai untuk mengurus penanganan perkara suap Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah.
Kuasa hukum mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa, Muhammad Yunus mengatakan Azis melalui Aliza Gunado, kolega Azis di Partai Golkar mendapat uang Rp 2 miliar sebagai bentuk komitmen atas pengucuran DAK Lampung Tengah tahun 2017.
Azis menghubungi Robin pada Agustus 2020 dan meminta tolong mengurus penanganan kasus dugaan suap DAK Lampung Tengah. Robin lantas menghubungi pengacara Maskur Husain untuk mengawal dan mengurus perkara itu. Setelah itu, Maskur menyampaikan kepada Azis dan Aliza agar masing-masing dari mereka menyiapkan Rp 2 miliar. Azis lantas mentransfer uang senilai Rp 200 juta dari rekening pribadinya ke rekening Maskur secara bertahap.
Atas perbuatannya tersebut Azis Syamsuddin dinyatakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini