Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Melalui kekuatan siber yang dikendalikan dari jauh, sebuah negara bisa melumpuhkan objek vital negara lainnya seperti pembangkit listrik, cadangan minyak, hingga operasional alutsista militer. Hal itu dikatakan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) usai bertemu Kepala BSSN Letjen TNI (purn) Hinsa Siburian bersama Pengurus Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan & Keamanan (Polhukam) KADIN Indonesia, di kantor BSSN, di Jakarta, Rabu 13 April 2022.
Menurut dia, melalui serangan siber, sebuah negara bisa membuat jaringan telekomunikasi dan internet di negara lain mati total, digital perbankan kacau, radar militer maupun penerbangan sipil tidak bisa digunakan. “Jika tidak segera diantisipasi, dampak yang dihasilkan dari Perang G-V Siber dan Informasi bisa lebih dahsyat dibandingkan empat perang lainnya,” kata Bamsoet.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menuturkan, kondisi tersebut bisa lebih mengerikan. Alat tempur seperti pesawat dan kapal selam di remote dari luar negeri untuk melakukan serangan seperti melempar bom tanpa bisa dikendalikan.“Hal seperti itu bisa saja terjadi.”
Dia mencontohkan, saat ini, jika melaporkan kehilangan handphone, dari kantor pusat bisa langsung di destruct sehingga si pencuri tidak bisa menggunakan. Karena itu, kedepan saat membeli alat tempur atau sarana prasarana critical infrastructure dari luar negeri, beberapa codingnya harus diganti dengan melibatkan BSSN. Sehingga pabrikan asalnya tidak lagi punya kendali penuh. “Hal ini untuk meminimalisir perbuatan jahat dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” tutur Bamsoet.
Dunia saat ini, kata dia, sedang menghadapi Perang Generasi Kelima (G-V) berupa peperangan siber dan informasi. Sebagaimana diketahui, evolusi peperangan dunia sudah melalui lima generasi.
Pada Perang Generasi 1, dunia dihadapkan pada peperangan padat manusia seperti pada saat penjajahan kolonial. Perang Generasi 2 dihadapkan pada manuver dan tembakan serta alat berat militer lainnya, seperti terjadi pada Perang Dunia I dan II. Perang Generasi 3 dihadapkan pada Padat Teknologi seperti yang terjadi pada Perang Teluk. Sementara pada Perang Generasi 4 berupa Peperangan Asimetris dengan menggunakan kekuatan Non Militer.
Sepanjang tahun 2021 terdapat 1,6 miliar anomali trafik atau serangan siber (cyber attack) yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Termasuk ratusan hingga ribuan potensi serangan siber yang ditujukan kepada Ring-1 Istana Negara, dan juga terhadap Presiden Joko Widodo. Tidak hanya dari serangan siber melalui malware, BSSN juga mendeteksi anomali sinyal elektromagnetik yang berasal dari sekitar lokasi Istana Negara terhadap Ring-1 Istana Negara dan Presiden Joko Widodo.
Berkat kerja keras BSSN, berbagai potensi serangan siber maupun anomali sinyal elektromagnetik tersebut berhasil ditangkal secara cepat. Namun bukan berarti potensi serangannya sudah menurun. "Untuk itu BSSN perlu diperkuat. Indonesia perlu segera memiliki Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional,” kata Bamsoet.
Mengingat selama ini, kata dia, payung hukum BSSN hanyalah berdasar UU 1/2008 tentang ITE sebagaimana telah diubah dengan UU 19/2016, PP 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Perpres 28/2021 tentang BSSN. “Kelahiran Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional juga sejalan dengan amanat Presiden Joko Widodo yang menegaskan dalam Sidang Tahunan MPR RI pada 16 Agustus 2019 lalu bahwa Indonesia harus bersiap menghadapi ancaman kejahatan siber dan penyalahgunaan data,” kata dia.
Selain memiliki Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional, Indonesia juga perlu memiliki Single Identity Number. Didalamnya tidak hanya memuat database kependudukan seperti nama, jenis kelamin, alamat, dan hal basic lainnya. Melainkan juga terintegrasi dengan pajak dan kesehatan (BPJS). Untuk mewujudkannya, kata Bamsoet, perlu peran BSSN, khususnya dalam mengamankan data dari berbagai serangan siber yang dilancarkan oleh para pihak tidak bertanggungjawab. (*)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini