Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Wakil Ketua MPR RI, Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid LC, MA., mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK), menyatakan pentingnya Dekrit Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 yang menegaskan keyakinannya bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 45 dan merupakan kesatuan tak terpisahkan dari Konstitusi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Soal pengajuan peninjauan kembali tentang ketentuan pernikahan beda agama ke MK, hanyalah salah satu contoh betapa pentingnya Pancasila pasca Dekrit 5 Juli 1945 direaktualisasikan dalam bentuk yang benar. Agar rumah bangsa Indonesia ini selalu mendapatkan solusi yang konstitusional sesuai dengan ideologi Bangsa dan Negara, yaitu Pancasila,” kata Hidayat Nur Wahid dalam Seminar Nasional Dan Call For Papers, kerja sama Sekretariat Jenderal MPR RI dengan Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah, dan Himpunan Indonesia Untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial di Surakarta, 5 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam seminar bertema “Aktualisasi Pancasila Dalam Mewujudkan Sistem Demokrasi Konstitusional Indonesia”, Hidayat Nur Wahid yang akrab disapa HNW juga menyaksikan penandatangan kesepahaman dan kerja sama antara MPR dengan UMS, yang masing-masing dilakukan oleh Sesjen MP Dr. Maruf Cahyono, SH., MH., dan Rektor UMS Prof. Dr. Sofyan Anif, M.Si.
Pada kesempatan itu, Hidayat mengingatkan, bahwa 5 Juli bertepatan dengan hari digelarnya Seminar Nasional, memang memiliki arti penting bagi bangsa dan negara Indonesia. Karena pada 5 Juli 1959, Presiden pertama Ir. Soekarno mengeluarkan dekrit presiden. Dekrit tersebut antara lain berisi tidak berlakunya UUDS 1950, serta berlakunya kembali UUD 1945.
"Saya berharap, dipilihnya tanggal 5 Juli untuk seminar nasional ini, untuk mengingatkan hikmah dari peristiwa Dekrit 5 Juli 1959. Antara lain untuk menemukan solusi berbangsa dan bernegara agar keluar dari deadlock, dan agar kita teguh dengan kesepakatan cita-cita Indonesia Merdeka dengan Pancasila sebagai dasar Negara. Sebagaimana kesepakatan Bapak-Bapak Bangsa yang berkompromi menyepakati hadirnya gentlement agreement, atau Piagam Jakarta yang juga disebut sebagai Pembukaan UUD 1945,” kata Hidayat menambahkan.
HNW menegaskan, seminar ini dapat menggali hikmah dan sisi-sisi yang relevan dari dekrit itu untuk aktualisasi dan reaktualisasi Pancasila dalam semangat keyakinan Presiden RI. Yaitu, keyakinan Bung Karno, bahwa Piagam Jakarta yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila yang disepakati oleh BPUPK, dan disepakati oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 dalam rumusan finalnya sebagai dasar dan ideologi Negara. Agar kehidupan demokrasi yang berdasarkan konstitusi dan UU, sesuai dengan semangat Pancasila yang dijiwai oleh Piagam Jakarta sebagaimana Dekrit Presiden 5 Juli 1945 yang mendapatkan persetujuan secara aklamasi, oleh seluruh anggota DPR hasil Pemilu tahun 1955 yang dinilai sebagai Pemilu yang paling bersih dan jujur.
"Agar, laku demokrasi konstitusional di Indonesia mencerminkan kesungguhan kejujuran melaksanakan semua sila dari Pancasila. Sehingga hadirlah demokrasi konstitusional dan solutif untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi dan Reformasi. Ketentuan ini jadi penting untuk terus dikaji dan disosialisasikan, apalagi MPR pada era Reformasi juga sudah memutuskan bahwa Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya ada rumusan Pancasila, tidak bisa dilakukan perubahan. Itu artinya dengan berlakunya Dekrit 5 Juli 1945, maka Pancasila yang menjiwai UUD 45 dan bagian tak terpisahkan dari Konstitusi, harus menjadi acuan saat ingin mempraktekkan demokrasi konstitusional di Indonesia,” kata dia. (*)