Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL — Sekretaris Jenderal MPR, Dr. Ma'ruf Cahyono, SH, MH, menjadi salah satu anggota dewan penguji dalam ujian promosi doktor (ujian terbuka) Abdul Kholik, SH, MSi, di Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Sabtu (13/7/2019).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu pokok pembahasan adalah memfungsikan lembaga negara MPR sebagai penengah dalam sengketa kewenangan lembaga negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ma'ruf mengakui bahwa penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara dilakukan di Mahkamah Konstitusi (MK). "Namun setelah diteliti oleh Abdul Kholik, ternyata penyelesaian oleh MK tidak efektif. Karena itu dicari jalan penyelesaian yang lain, yaitu melalui non-judicial," kata Ma'ruf usai ujian promosi doktor.
Dalam penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara melalui jalur non-judicial, MPR sebagai penengah sebelum menempuh penyelesaian sengketa kewenangan melalui judicial di MK. Penyelesaian di MPR adalah dengan model dialogis dan musyawarah untuk mencapai mufakat.
"Hasil penelitian untuk disertasi itu merekomendasikan MPR sebagai penengah dalam sengketa kewenangan antarlembaga negara. MPR menjadi mediator dan fasilitator. Namun, desain ini akan disesuaikan tidak seperti yang ada dalam penyelesaian sengketa kasus yang lain," ucap Ma'ruf.
Oleh karena itu, lanjut Ma'ruf, MPR perlu diposisikan sebagai lembaga negara yang lebih tinggi dibanding lembaga negara yang lain. Dengan kedudukan yang lebih tinggi, maka produk MPR dipatuhi lembaga negara lain. "Jika timbul persoalan pada saat semua lembaga memiliki kewenangan yang sejajar, maka sulit untuk diselesaikan," ujarnya.
Ma'ruf berharap, hasil penelitian disertasi Abdul Kholik ini menjadi masukan bagi MPR terkait sengketa kewenangan antara DPR dan DPD. Saat ini MPR membuka ruang untuk menerima masukan, aspirasi, dan pikiran-pikiran. "Bagi MPR pikiran dalam disertasi ini bisa menjadi bahan untuk ditelaah lebih lanjut. Menjadi rujukan bagi Badan Pengkajian dan Lembaga Pengkajian di MPR," katanya.
Dalam disertasi berjudul "Sengketa Kewenangan Lembaga Negara dalam Penerapan Sistem Bikameral di Indonesia: Studi Terhadap Sengketa Kewenangan DPD RI dengan DPR RI dalam Pelaksanaan Fungsi Legislasi", Abdul Kholik meneliti tentang sengketa kewenangan lembaga negara seperti antara DPR dan DPD. Ini menjadi problem sistem ketatanegaraan.
Mekanisme penyelesaian sengketa antarlembaga negara sekarang ini adalah melalui MK. Tetapi mekanisme penyelesaian melalui MK bagi DPD tidak berjalan efektif.
"Ke depan kita mendorong MPR mengambil peran itu (penyelesaian sengketa antarlembaga negara). Jadi, kalau ada sengketa antarlembaga negara maka dibahas di MPR," kata Abdul Kholik yang juga anggota DPD terpilih dari Jawa Tengah.
Menurut Abdul Kholik, MPR bisa menjadi penengah dalam sengketa kewenangan lembaga negara karena pertama, MPR memiliki kewenangan yang lebih tinggi dibanding lembaga negara lain, yaitu menetapkan dan mengubah UUD, melantik presiden, dan memberhentikan presiden.
Kedua, unsur di MPR adalah anggota DPR dan anggota DPD. Secara tidak langsung, MPR mengikat DPR dan DPD. MPR adalah lembaga permusyawaratan bukan perwakilan. "Tupoksi MPR sesuai atau pas sebagai penengah sengketa kewenangan antarlembaga negara. Sengketa antarlembaga negara bisa dibahas di MPR," katanya.
Setelah tercapai kesepakatan atau solusi dari sengketa itu, lanjut Abdul Kholik, baru kemudian diselesaikan secara hukum atau menjadi rujukan dalam pembuatan undang-undang. "Kita ingin mengembalikan fungsi MPR menjadi lembaga permusyawaratan rakyat, tempat menyelesaikan masalah-masalah ketatanegaraan," ucapnya.
Sidang terbuka promosi doktor ini dipimpin Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Prof. Dr. Gunarto dan dihadiri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. (*)