Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo

Teladan Ayah Tempa Kedisiplinan Yasonna

Terlatih kerja keras saat membantu ayahnya membangun bisnis minyak goreng. Kerja keras dan disiplin menjadi bekal Yasonna membangun karier di bidang hukum.

12 Februari 2024 | 16.33 WIB

Teladan Ayah Tempa Kedisiplinan Yasonna
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

INFO NASIONAL – Kepemimpinan Yasonna Hamonangan Laoly di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tersisa sekitar 10 bulan hingga Oktober 2024. Namun, kinerjanya selama ini telah menghasilkan sederet prestasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Penghargaan yang ia raih antara lain Kaanib ng Bayan atau Ally of the Nation dari Presiden Filipina Duterte atas kontribusinya terkait kebijakan imigrasi kepada warga negara Filipina, serta penghargaan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prestasi merupakan buah dari kerja keras Yasonna selama berkarier. Adapun terbiasa kerja keras adalah hasil tempaan ayahnya yang selalu mengajarkan dia untuk bertahan hidup.

Yasonna lahir pada 27 Mei 1953 dari ayah bersuku Nias bernama F. Laoly dan ibu bersuku Batak bernama R. Sihite. Ayahnya bekerja sebagai polisi berpangkat rendah. Hanya mencapai pangkat mayor ketika pensiun. 

Yasonna merupakan sulung dari enam bersaudara. Sebab itu, ayahnya harus mencari uang tambahan demi menghidupi keluarga. Gajinya sebagai polisi tidak cukup, kendati keluarga mereka dapat menempati Asrama Polisi Sambas, Sibolga, Sumatera Utara.

Sang ayah kemudian mencoba berdagang minyak goreng yang dibeli dari salah satu kerabatnya. Sebagai anak tertua, Yasonna dilibatkan dalam bisnis ini. Ia bersama ayahnya seringkali berboncengan menggunakan sepeda mengambil minyak goreng kiriman tersebut. “Awalnya hanya beberapa kaleng, lama-lama makin banyak, puluhan,” kata Yasonna kepada Tempo, di awal 2024.

Setelah mengambil kaleng minyak goreng, mereka tidak langsung menjualnya. “Dibersihkan dulu minyak gorengnya, pakai air sumur,” Yasonna mengimbuhkan. 

Kerja keras ini dijalankan Yasonna dan ayahnya bertahun-tahun, hingga akhirnya sang ayah mampu membeli rumah, dan usaha minyak goreng tersebut kian berkembang. “Pengalaman ini mengajarkan spirit untuk berjuang dan bertahan hidup. Jadi bapak menafkahi kami dengan bekerja keras. Itu jalur yang benar, kerja keras,” Yasonna mengisahkan.

Selain kerja keras, ayahnya juga dikenal pribadi yang keras, terutama ihwal kedisiplinan. “Saya juga dipaksa sebagai orang kristen nggak boleh absen sekolah minggu. Jadi, kami dididik dengan disiplin sejak awal, diajarkan nilai-nilai kerja keras dan integritas,” tuturnya.

Dengan latar belakang keluarga penganut nasrani yang taat, ayahnya menyiapkan Yasonna untuk berkarier sebagai pendeta. “Ayah saya yang minta, dia kan penatua gereja. Karena saya anak tertua maka istilahnya jadi persembahan sulung.”

Ambisi tersebut akhirnya buyar. Ketika Yasonna lulus SMA dan berkunjung ke rumah kakak sepupu di Medan, mendapat wejangan agar berkuliah saja. “Dia bilang belum banyak marga Laoly jadi sarjana,” Yasonna mengenang kejadian tersebut. 

Ia kemudian mengunjungi Universitas Sumatera Utara dan terpesona melihat bangunan serta denyut kehidupan para mahasiswa. Yasonna langsung pulang ke Sibolga untuk memberitahu ayahnya. “Saya pulang dan tidak mau jadi pendeta, ayah marah. Ibu yang bujuk. Akhirnya saya bisa kuliah di fakultas hukum,” ucapnya.

Perubahan cita-cita ini pada akhirnya menjadi jalan karier bagi Yasonna. Terlebih, ia dibekali kedisiplinan dan semangat kerja keras hasil didikan ayahnya. Lulus kuliah pada 1978, ia menjadi pengacara. Kemudian diterima sebagai Pembantu Dekan I di Universitas HKBP Nommensen Medan.

penghasilan tambahan. Padahal di Indonesia ia menjabat Pembantu Dekan. “Saya jualan koran di Amerika. Sepanjang itu halal, kerjakan dengan baik. Kerja keras itu mutlak,” katanya kepada Tempo.

Bersekolah di luar negeri menjadi cita-citanya sejak kecil. Ia terpesona mendengar cerita saudara ibunya tentang kemajuan di Amerika Serikat. Kesempatan itu akhirnya tercapai ketika menjadi pembantu dekan Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen pada 1980-an. Semestinya rekan lainnya yang berangkat, namun bahasa Inggrisnya tidak fasih. Akhirnya Yasonna jadi pengganti lantaran ia telah lama menyiapkan diri belajar bahasa Inggris.

Keputusan tersebut tidak salah. Pulang membawa gelar Master Virginia Commonwealth University pada 1986, Yasonna sekaligus mencetak prestasi sebagai Oustanding Graduate Student. “Langsung saya kirim pesan ke rektor bahwa saya dapat penghargaan. Datang surat dua minggu kemudian untuk lanjutkan S3 (gelar doktor),” ucapnya.

Kini, di ujung pengabdiannya sebagai menteri, Yasonna mengingatkan kalangan muda memelihara semangat serupa seperti ajaran ayahnya. “Kuncinya adalah disiplin sejak awal, diajarkan nilai-nilai kerja keras dan integritas,” ujarnya. 

Salah satu nilai penting integritas, kata Yasonna, dengan berfokus pada satu jabatan. Ketika terpilih menjadi anggota DPRD Sumatera Utara 1999-2004, sejumlah rekannya memberi saran Yasonna tetap menjabat dekan. Ia menolak, menurutnya mengemban dua jabatan tidak efektif. Harus memilih salah satu agar lebih fokus dan berdedikasi. “Jangan serakah. Yang penting lakukan pekerjaan semaksimal mungkin, do the best as you can,” kata dia. (*)

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus