Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL – Lahan dan hak atas tanah merupakan klaster 7 dari 11 klaster yang ada dalam peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Klaster “Lahan dan Hak Atas Tanah” tersebut diimplementasikan dalam lima Peraturan Pemerintah (PP) yang baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan, “PP dan Perpres yang telah disahkan sebagai aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja tersebut telah dapat dioperasionalkan atau diimplementasikan, namun kementerian/lembaga akan melakukan penyesuaian untuk petunjuk teknis pelaksanaan (misalnya terkait SDM, anggaran, dan organisasi). Pengaturan teknis tersebut tidak akan mengganggu implementasi PP dan Perpres.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah menyelesaikan lima Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. PP yang telah disusun antara lain Penyelenggaraan Tata Ruang; Bank Tanah; Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun (Sarusun) dan Pendaftaran Tanah; Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum; serta Kawasan dan Penertiban Tanah Terlantar.
Kelima peraturan pemerintah turunan Undang-Undang Cipta Kerja terkait tanah tersebut adalah PP No. 18/2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun (Sarusun) dan Pendaftaran Tanah; PP No. 19/2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum; PP No. 20/2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar; PP No. 21 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; serta PP Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah.
Dengan demikian, hadirnya PP turunan Undang-Undang Cipta Kerja akan mencabut beberapa pasal dari PP sebelumnya. “Setelah serap aspirasi, dicabut 31 pasal (dari 64 pasal) dalam PP Nomor 40 Tahun 1996, lalu untuk PP Nomor 24 Tahun 1997 dicabut 7 pasal dari 66 pasal yang ada dalam PP tersebut dan pada PP Nomor 103 Tahun 2015 dicabut 3 pasal dari 13 pasal yang ada di peraturan tersebut,” ujar Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT), Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana, dalam keterangan tertulisnya.
Hadirnya PP baru dalam urusan pertanahan ini juga menunjukkan beberapa terobosan dalam PP turunan UU Cipta Kerja di bidang penataan ruang dan pertanahan. Di antaranya, PP No. 18/2021. "Penguatan dari hak tersebut mencerminkan kehadiran negara untuk menata sekaligus mempertahankan keberadaan tanah negara serta tanah ulayat," ucap Suyus.
Dalam PP Hak Atas Tanah, Sarusun dan Pendaftaran Tanah utamanya memuat terobosan penguatan pertanahan, yaitu penguatan Hak Pengelolaan, Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah, Sarusun serta Penggunaan Dokumen Elektronik Dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah.
Selain itu, terdapat jaminan bagi pelaku usaha untuk bisa mempunyai hak atas tanah di atas Hak Pengelolaan tanpa dipusingkan dengan perolehan tanah, karena tanahnya sudah disediakan dalam bentuk hak pengelolaan.
Itu sebabnya, PP No. 19/2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum akan menjawab kendala dan permasalahan yang ada. Selain itu, dapat memberi kepastian bahwa masalah pengadaan tanah tidak menjadi penghambat dalam kegiatan pembangunan nasional. Salah satu hal baru yang dikenalkan dalam PP tersebut adalah adanya transparasi dalam pelaksanaan pengadaan tanah dengan memuat substansi yang lebih jelas antara lain mengatur tentang penetapan tanah negara, pengumpulan data fisik dan data yuridis, serta penitipan uang ganti kerugian.
Dari aspek pendaftaran tanah, Suyus mengungkapkan bahwa PP ini akan mewajibkan masyarakat untuk ikut serta Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, yang tujuannya menciptakan kepastian hukum hak atas tanah. (*)