Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - 21 pelari tewas ketika cuaca dingin ekstrem menerjang selama ultramaraton di Provinsi Gansu yang terjal di barat laut Cina, memicu kemarahan publik pada Ahad karena kurangnya perencanaan darurat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lomba lari sejauh 100 km dimulai pada hari Sabtu dari daerah yang indah di sebuah tikungan di Sungai Kuning yang terkenal dengan tebing terjal dan tiang bebatuan. Rute ini akan membawa pelari melalui ngarai dan perbukitan di dataran tinggi gersang di ketinggian lebih dari 1.000 meter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perlombaan dimulai pukul 9 pagi waktu setempat, dengan pelari yang mengenakan kaos oblong dan celana pendek di bawah langit mendung, menurut foto yang diunggah di akun media sosial di kawasan Hutan Batu Sungai Kuning di Jingtai, sebuah kabupaten di bawah yurisdiksi kota Baiyin, dikutip dari Reuters, 24 Mei 2021.
Sekitar tengah hari pada Sabtu, bagian pegunungan dari perlombaan dilanda hujan es dan angin kencang yang menyebabkan suhu turun drastis, kata pejabat dari Baiyin pada Ahad.
"Hujan semakin deras dan deras," kata Mao Shuzhi, yang saat itu berada sekitar 24 km menuju perlombaan.
Menggigil dalam kedinginan, dia berbalik sebelum bagian ketinggian, karena pengalaman buruk sebelumnya dengan hipotermia.
"Awalnya saya agak menyesal, mengira itu mungkin hanya hujan yang lewat, tetapi ketika saya melihat angin kencang dan hujan kemudian melalui jendela kamar hotel saya, saya merasa sangat beruntung karena saya membuat keputusan untuk kembali," kata Mao.
Upaya penyelamatan besar-besaran dimulai, dengan lebih dari 1.200 penyelamat dikirim, dibantu oleh drone pencitraan termal, detektor radar, dan peralatan pembongkaran, menurut media pemerintah.
Tanah longsor menyusul cuaca buruk juga menghambat operasi penyelamatan, kata pejabat dari Baiyin, sekitar 1.000 km barat ibu kota Cina, Beijing.
Petugas penyelamat bekerja di lokasi di mana cuaca dingin ekstrem membunuh peserta lomba ultramaraton 100 km di Baiyin, provinsi Gansu, Cina 22 Mei 2021. Gambar diambil 22 Mei 2021. [cnsphoto via REUTERS]
Sebanyak 172 orang mengikuti lomba tersebut. Hingga Minggu, 151 peserta telah dipastikan aman. Seorang pelari terakhir yang hilang ditemukan tewas pada pukul 09.30 pada hari Minggu, sehingga jumlah korban tewas menjadi 21, media pemerintah melaporkan.
Wilayah Jingtai mengalami suhu paling rendah 6 derajat Celcius pada hari Sabtu dan tidak termasuk angin dingin.
Baiyin, termasuk Jingtai, telah diprediksi dilanda angin sedang hingga kuat dari Jumat malam hingga Sabtu, menurut Badan Meteorologi Cina di Beijing pada Jumat malam.
Sebuah laporan terpisah di situs web layanan cuaca provinsi pada Kamis memperkirakan penurunan suhu yang signifikan di sebagian besar Gansu, termasuk Baiyin, hingga Minggu.
"Hari sangat panas sebelum perlombaan, dan meskipun prakiraan cuaca mengatakan akan ada angin dan hujan sedang di Baiyin pada Sabtu, semua orang percaya hujan itu akan ringan," kata Mao. "Di barat laut Cina kering."
Janet Ng, direktur perlombaan dari Hong Kong 100 Ultra Marathon, mengatakan kepada CNN pada Ahad, bahwa dia tidak dalam posisi untuk mengomentari pentingnya atau keamanan maraton Gansu, tetapi mencatat bahwa komunitas trail running berduka dengan insiden ini.
Kematian tersebut memicu kemarahan publik di media sosial Cina, dengan kemarahan terutama ditujukan pada pemerintah Baiyin karena kurangnya perencanaan darurat.
"Mengapa pemerintah tidak membaca ramalan cuaca dan melakukan penilaian risiko seenaknya?" tulis seorang komentator. "Ini benar-benar bencana akibat ulah manusia. Bahkan jika cuacanya tidak terduga, di mana rencana daruratnya?"
Pada jumpa pers, pejabat Baiyin membungkuk dan meminta maaf, mengatakan bahwa mereka sedih dengan kematian tragis para pelari dan bahwa mereka harus disalahkan.
"Angin terlalu kencang, selimut termal kami telah robek," tulis seorang pelari di ruang obrolan WeChat tempat Mao berada.
Banyak pelari menderita hipotermia dan tersesat dalam angin kencang dan hujan lebat, menurut tangkapan layar yang diambil oleh Mao dari pesan di ruang obrolan WeChat.
"Beberapa tidak sadar dan mulutnya berbusa," tulis pelari lainnya.
"Pada satu titik, saya tidak bisa merasakan jari-jari saya (karena sangat dingin). Pada saat yang sama lidah saya juga terasa beku," kata seorang peserta lain mengatakan kepada media Red Star News,
Dia akhirnya memutuskan untuk meninggalkan lomba. "Saya mundur kembali ke setengah jalan menuruni gunung, dan memasuki kabin kayu atas petunjuk penyelamat. Sudah ada sekitar 10 pelari lagi yang turun lebih awal dan kami menunggu penyelamatan di kabin selama sekitar satu jam. Akhirnya sekitar 50 pelari datang dan berlindung di kabin."
Pemerintah provinsi Gansu telah membentuk tim investigasi untuk menyelidiki lebih lanjut penyebab kematian pelari ultramaraton tersebut, surat kabar People's Daily melaporkan.
REUTERS | CNN