Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Berita Tempo Plus

Masa Gelap Sang Diktator

Rezim Ferdinand Marcos di Filipina dikenang sebagai masa kegelapan. Penuh korupsi, kolusi, nepotisme, dan kekerasan.

 

14 Mei 2022 | 00.00 WIB

Ferdinand Marcos selama kampanyenya di provinsi asalnya di utara Ilocos Norte, Laoag, Filipina, 17 Desember 1985.  REUTERS/Willie Vicoy/File Foto
Perbesar
Ferdinand Marcos selama kampanyenya di provinsi asalnya di utara Ilocos Norte, Laoag, Filipina, 17 Desember 1985. REUTERS/Willie Vicoy/File Foto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Masa kekuasaan Ferdinand Marcos diwarnai korupsi, kolusi, nepotisme, dan kekerasan.

  • Marcos akhirnya ditumbangkan dengan kekuatan rakyat setelah 20 tahun berkuasa.

  • Pemerintah berusaha menyita aset haram keluarga Marcos.

DARURAT militer di era kekuasaan presiden Ferdinand Marcos adalah masa gelap. Warga Filipina yang pernah mengalaminya tak akan bisa lupa. “Saya penyintas darurat militer. Saya korban, korban penyiksaan, ditahan secara ilegal selama dua tahun,” kata Joanna Cariño, perempuan aktivis hak asasi manusia dan penyelenggara Kampanye Menentang Kembalinya Marcos dan Darurat Militer, kepada ABS-CNB, Jumat, 13 Mei lalu. Amnesty International memperkirakan puluhan ribu orang ditahan, disiksa, dan dibunuh selama masa darurat militer.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus