PRESIDEN Jimmy Carter sudah menyerah ketika pemilihan di
bagian Barat Amerika Serikat masih berlangsung. Dari Washlngton,
ia menelepon Ronald Reagan, calon Partai Republik, di Hotel
Century Plaza, Los Angeles. Hampir pukul 19.00 waktu Los
Angeles, 4 November, Reagan menerima ucapan selamat dari
lawannya.
Esok harinya, Hotel Century Plaza, markas kampanye Reagan,
dibanjiri orang. Seorang pendukung Reagan mengirimkan sebuah kue
tart besar warna biru--suatu tanda kemenangan mutlak Partai
Republik. Karena tersenggol, kue tersebut hampir jatuh. "Wah,
saya pikir dunia akan runtuh justru di saat saya naik," kata
Reagan berseloroh. Lalu kepada sekelompok. wartawan ia berkata,
mengutip ucapan mendiang Presiden Abraham Lincoln: "Kini
persoalan kalian sudah selesai. Sedang bagi saya persoalan baru
mulai."
Kemenangan gemilang Reagan (lihat tabel)--mengalahkan Carter,
calon Partai Demokrat dan John Anderson, calon Independent
--memang sudah bisa ditebak jauh sebelum seluruh tempat
pemilihan ditutup. Poll pendapat umum koran New York Times dan
televisi CBS, misalnya, di akhir kampanye, menunjukkan
keunggulan Reagan atas kedua lawannya.
Tapi sikap Carter, karena menyerah terlalu dini, tidak
disenangi banyak tokoh Demokrat. Tindakannya dinilai
mempengaruhi pendapat masyarakat di pantai Barat yang belum
melaksanakan hak pilih. Sebab selain memilih presiden, rakyat AS
juga harus memilih anggota Senat, House of Representatives (DPR)
dan memberikan suara terhadap referendum berbagai masalah yang
disertakan dalam pemilihan umum itu. Mungkin karena pengumuman
Carter itulah, tahun ini, hanya sekitar 83 juta dari jumlah 160
juta rakyat AS yang berhak memilih melaksanakan hak pilih
mereka. Suatu jumlah pemilih terendah sejak 1948.
Pemilihan presiden di AS sesungguhnya bukan pemilihan
langsung. Apabila para pemilih datang ke tempat pemungutan
suara, selain memberikan suara untuk presiden, mereka juga
memberikan suara untuk para pemilih presiden (Presiden- tial
electors). Jumlah pemilih presiden dari tiap negara bagian sama
dengan jumlah perwakilan mereka di Kongres (Congress) --jumlah
anggota DPR ditambah dengan dua senator yang mewakill negara
bagiannya.
California, misalnya, dengan penduduk lebih 23 juta,
mempunyai 45 pemilih. Sedang negara bagian berpenduduk sedikit
seperti Alaska dan Vermont masing-masing hanya memiliki 3
pemilih. Pemilih ptesiden tahun ini berjumlah 538 orang yang
mewakili 50 negara bagian dan Distrik Columbia. Mereka inilah
yang sesung- guhnya menetapkan presiden dan wakil presiden
dengan memberikan suara para pemilih (electoral votes).
Untuk keluar sehagai pemenang, seorang calon presiden dan
wakil presiden sedikitnya harus mengantungi 270 suara pemilih.
Karena sering terjadi para pemilih presiden (Presidential
electors)menyuarakan suara partai, maka suara para pemilih
presiden yang tercatat di seluruh AS sering ditafsirkan sebagai
suara para pemilih (electoral votes). Reagan, misalnya, yang
kini sudah ditafsirkan memperoleh 489 suara pemilih (Republik),
dianggap memenangkan pemilihan Sedang Carter mengantungi 49
suara pemilih. Padahal sesungguhnya para pemilih presiden tadi
baru akan memberikan suaranya (satu pemilih satu suara,
masing-masing untuk presiden dan wakil presiden) pada 15
Desember di ibukota negara bagian masing-masing.
Karena sistem pemilihan tidak langsung inilah, calon presiden
yang menang dalam suara rakyat (Popular votes), belum tentu
memenangkan pemilihan umum. Karena kalah dalam suara para
pemilih, seorang calon presiden bisa saja gugur sekalipun menang
dalam suara rakyat. Hal tersebut terjadi dua kali dalam sejarah
AS.
TAHUN 1876 Samuel J. Tilden, calon Demokrat, memenangkan
suara rakyat dibanding Rutherford B. Hayes, calon Republik. Tapi
setelah pemilih presiden memberikan suara, Hayes ternyata menang
dengan mayoritas suara para pemilih. Hayes pun kemudian jadi
presiden.
Kejadian demikian terulang kembali (tahun 1888) atas Grover
Cleveland. Calon Demokrat ini mehang suara ralcyat ketimbang
Benjamin Harrison, calon Republik. Namun Harrison berhasil jadi
presiden karena memenangkan suara mayoritas para pemilih.
Pada 4 November itu, Partai Republik juga memenangkan
pemilihan Senat,meng- akhiri mayoritas Partai Demokrat selama 25
tahun. Banyak tokoh Senat kawakan berhaluan liberal, umumnva
mewakili negara bagian pantai Barat, terjungkal. Di antaranya:
George McGovern, Brich Bayh, Frank Church, Gaylord Nelson dan
Warren Magnuson. Jika Senator Barry Goldwater (Republik)
memenangkan pemilihan di Arizona, Partai Republik akan meraih 53
kursi di Senat, dan Demokrat tinggal 47 kursi.
Senator Paul Tsongas (Demokrat, Massachusetts) menyebut
kekalahan partainya sebagai akibat kesalahan penilaian. "Kami
sudah lama berkuasa, sehingga kami kehilangan kontak dengan
kenyataan di luar (Senat) sana," katanya. John C. White, Ketua
Partai Demokrat, menambahkan "Saya mendapat kesan rakyat
mendesak kami agar menilai kembali beberapa posisi yang selama
ini kami pertahankan."
Dr. Herb Asher, dosen llmu Politik Ohio University
mengemukakan pendapat serupa. "Rakyat AS kini ingin melihat
perubahan," katanya. "Mereka sudah sumpek merasakan keadaan
ekonomi yang makin memburuk."
KARENA situasi ekonomi yang kian payah itulah--laju inflasi
cenderung naik dan pengangguran makin merajalela--Carter dan
Partai Demokrat kehilangan banyak pendukung. Serikat buruh,
kelompok masyarakat berpenghasilan kecil, dan golongan hitam di
Selatan, yang biasanya merupakan pendukung tradisional kuat
Demokrat, berbondong-bondong memberikan suara untuk Reagan dan
Partai Republik. Hanya di Georgia (Carter pernah jadi gubernur
di sini), Carter dan Partai Demokrat masih memperoleh kemenangan
-- mengantungi 12 suara pemilih (electoral votes). Kckalahan
Carter kali ini mengingatkan orang pada kekalahan Senator George
McGovern (Demokrat) ketika bertanding melawan Richard Nixon
(Republik) tahun 1972.
Banyak pengamat berpendapat bahwa setelah Partai Republik
menguasai Gedung Putih dan Senat, AS cenderung bergerak ke kanan
(konservatif). "Secara definisi memang demikian, tapi soalnya
tidak semudah itu. Sebab rakyat (memilih Reagan) hanya
menginginkan perubahan. Mereka ingrin yang berkuasa (Carter)
segera diganti," Kata Dr. Asher lagi. "Yang jelas kemenangan
Reagan merupakan tanda-tanda kecenderungan AS ke arah
Konservatifisme," ujar Prof. Richard Rollin, ahli sejarah
University of Southern California.
Dengan Republik menguasai Gedung Putih dan Senat, kini
terbuka pula kesempatan Reagan untuk mewujudkan janjinya selama
kampanye. Di antaranya, memulihkan kewibawaan AS di dunia
internasional, dan menciptakan perdamaian tuntas di Timur
Tengah. Sedang di dalam negeri, Reagan harus memulihkan ekonomi
AS dengan menekan inflasi (September lalu mencapai 12,7%) dan
menanggulangi pengangguran (mencapai 7,5%). Untuk melenyapkan
pengangguran, la merencanakan pemotongan pajak pendapatan secara
besar-besaran, dengan 10% setahun selama 3 tahun berturut-turut.
Langkah tersebut diharapkannya akan mampu merangsang kegiatan
industri yang akan menyerap banyak tenaga kerja.
Adalah dengan soal ekonomi tersebut, dalam berbagai
kesempatan kampanye, Reagan memukul Presiden Carter. Di sektor
itu, pemerintahan Carter sesungguhnya memang lemah. Reagan
menuduh bahwa kebijaksanaan Carter menaikkan pajak peru- sahaan
telah menyebabkan berbagai industri mengalami kelesuan (slow
down) . Karenanya kemudian banyak industri melakukan pengurangan
tenaga kerja.
Tapi Carter menangkis. Upaya menaikkan pajak itu, katanya,
akan merangsang pemasukan ke kas negara. Dalam paket pajak
tersebut, pemerintahan Carter merencanakan (tahun 1981)
pemasukan sekitar US$ 27,6 milyar (Rp 17 trilyun). Sebaliknya,
Carter menuduh bahwa kebijaksanaan pemotongan pajak Reagan
tersebut hanya akan menimbulkan malapetaka. Tapi Reagan menjawab
bahwa,pernyataan Carter itu tidak benar. Ketika (1974) ia
meninggalkan jabatan Gubernur California, menurut Reagan, kas
negara bagian itu mengalami surplus US$ ls 54 juta (Rp 350
milyar). "Pendeknya kami telah melaksanakan kebijaksanaan pajak
itu dengan berhasil di California," kata Reagan.
Dalam perdebatan di Cleveland (28 Oktober) -- diselenggarakan
League of Women Voters dan disiarkan seluruh jaringan televisi
AS -- Reagan kembali mengulang masalah ekonomi itu untuk memukul
Carter. Bahkan ia menuduh melajunya inflasi banyak disebabkan
oleh pengeluaran pemerintah yang terlalu besar. Tapi Carter
membantah Kenaikan inflasi, katanya, banyak diakibatkan oleh
inflasi impor karena harga minyak dunia naik (dua kali tahun
ini) dan resesi (kelesuan) ekonomi dunia.
Pengeluaran pemerintah federal yang besar, menurut Carter,
sering disebabkan hal di luar perencanaan. Membanjirnya
pengungsi Kuba ke AS dan meletusnya Gunung
st . Helens, misalnya, menyebabkan Carter harus menyediakan dana
sekitar US$ 1,8 milyar (Rp 1 trilyun). Beberapa kekeliruan
kebijaksanaan di dalam negeri AS sendiri, dalam soal perumahan,
pelayanan kesehatan dan sosial, juga telah menyebabkan
pemerintah mengeluarkan uang tak sedikit. Tahun fiskal l98O ini,
defisit anggaran pemerintahan Carter mcncapai US$ 59 milyar (Rp
37 trilyun).
Dalam soal energi, tak bisa dielakkan bahwa pemerintahan
Carter masih demikian tergantung pada suplai minyak negara Teluk
Persia. Ketika di Iran terjadi pengambilalihan kekuasaan oleh
Ayatullah Khomeini (1978), AS terpuliul cukup telak. Maklum
setelah Arab Saudi, sebagian besar kebutuhan minyak AS datang
dari Iran. Kini sejak pecah perang Iran-lrak, AS juga waswas
bila peperangan itu sampai merembet ke Arab Saudi. Jantung
ekonomi AS memang seolah terletak di Teluk Persia.
CARTER dalam setiap kampanye mengatakan pemerintahnya akan
mengontrol pemakaian bahan bakar minyak dan gas scbagai suatu
langkah awal ke arah penyatuan. Bila tindakan itu tercapai,
impor minyak AS akan berkurang sebesar 20%. Kebijaksanaan
tersebut sungguh bertolak belakang dengan rencana Reagan. Untuk
mengurangi impor, ia justru akan merangsang produksi minyak dan
gas di dalam negeri, sambil mencari sumber baru, tanpa melupakan
langkah konservasi energi.
Tentu saja kebijaksanaan energi dan ekonomi Reagan lebih
banyak disukai rakyat dan kaum industriawan AS. Betapa pun muluk
rencana Carter, rakyat AS sudah kehilangan kepercayaan
terhadapnya. Mereka sudah merasakan kepahitan akibat inflasi,
antrean bensin, dan pengangguran. Dan di akhir perdebatan,
Reagan memberi pukulan menentukan- suatu pesan untuk para
pendengarnya -- dengan mengajukan pertanyaan mendasar: "Tanyalah
pada diri anda sendiri Apakah anda kini lebih baik dibanding
empat tahun lalu? Apakah mudah membeli sesuatu yang anda
inginkan? Apakah anda kini merasakan dunia menghormati atau
mengabaikan AS?"
Menyadari kelemahannya di bidang ekonomi, Carter dalam
hari-hari terakhir kampanye mencoba memukul Reagan dari pintu
belakang. Ia menuduh Reagan sebagai penghasut perang (warmonger)
karerla menolak suatu upaya pembatasan senjata strategis nuklir.
Carter juga menuduhnya bersifat sebagai seekor rajawali
(hawkish) karena anjurannya untuk selalu menggunakan kekuatan
militer dalam menyelesaikan suatu masalah.
Dalam perdebatan di Cleveland, Carter mengulangi kembali
tuduhan itu.Reagan tentu saja membantah. Pernyataan Carter itu,
katanya mengandung ketidakbenaran. "Saya mengatakan, AS hanya
akan menggunakan kekuatan militer sebagai upaya terakhir dalam
menyelesaikan suatu persoalan," lanjut Reagan. "Saya sudah
melewati empat peperangan, saya tak suka perang."
Tentang Persetujuan Pembatasan Senjata Strategis (SALT II)
dengan Uni Soviet, Reagan berpendapat bahwa kedudukan AS di sana
tidak menguntungkan. Bagaimana mungkin, kata Reagan, AS dengan
kepala peluru nuklir (Warhead) sedikit, bisa duduk sejajar
dengan Soviet yang lebih banyak memiliki kepala peluru nuklir.
Tindakan Carter mengurangi anggaran belanja militer, membatalkan
pengembangan bom neutron dan menolak produksi pesawat pembom
nuklir B-1--semua itu dianggapnya justru merangsang Soviet
bersikap agresif.
Akibatnya, menurut Reagan, Soviet berani melalap Afghanistan
dan merajalela di Afrika. "Mengapa AS ketika itu tidak
memblokade Kuba untuk memaksa Soviet keluar dari Afghanistan?
"tanya Reagan. Tapi waktu itu AS membalasnya dengan boikot
Olympiade Moskow.
Karena serbuan Soviet ke Afghanistan itulah, Senat pernah
menolak mengesahkan SALT II. Dengan Partai Republik kini
mayoritas, Senat diduga akan tetap menolak- nya. Apalagi Reagan
menganggap SALT II sudah usang dan perlu diperbarui. Kelak
setelah AS memperbaiki kekuatan militer, dengan meningkatkan
anggaran belanja, Reagan baru bersedia berunding membicarakan
SALT. Kini Reagan akan mewujudkan janjinya: mengembangkan
secepat mungkin peluru kendali nuklir jenis MX dan melanjutkan
penelitian terhadap bom neutron.
Untuk melanjutkan perundingan SALT, demikian Reagen, AS akan
mengaitkankannya Dengan sikap agresif Uni Soviet. Reagen
mengemukakannya dalam konferensi pers pertama setelah
memenangkan pemilihan, di Los Angeles, pekan lalu. Politik
saling berkaitan (link-age), suatu teori Menteri Luar Negeri
Henry Kissinger, telah dijalankan dengan berhasil pada masa
pemerintahan Presiden Nixon dan Ford. Untuk melunakan sikap
Soviet. Maka timbul spekulasi bahwa kissinger akan memegang
peranan besar lagi.
"Dalam membicarakan pembatasan senjata strategis, caranya
bukan cuma duduk di meja perundingan saja," kata Reagen. "Tapi
yang harus dibicarakan juga menyangkut sikap soviet terhadap
dunia."
Pernyataan Reagan itu ditanggapi dengan serius di moskow.
Perdana menteri Nikolai Thikonov (pengganti Alexei Kosygin)
menyatakan Kremlin siap berunding. "Di meja perundingan tak
ada suatu masalah internasional yang tak bisa dipecahkan,"
katanya pada hari ulang tahun ke-63 Revolusi Bolshevik di Moskow.
"Uni Soviet siap mencapai saling pengertian untuk mengurangi
atau menghambat pengembangan suatu jenis senjata nuklir."
Sekalipun demikian, Thikonov, 75 tahun, masih tetap mengecam
usaha AS menempatkan peluru kendali jenis cruise dan pershing di
berbagai negara Eropa Barat, anggota NATO. Penempatan peluru
kendali itu dinilainya justru akan membahayakan perdamaian dunia.
"Kami (Soviet) sama sekali tak punya keinginan menjadi kekuatan
terkemuka di dunia," katanya. Tapi sementara itu, diam-diam
Soviet meningkatkan jumlah peluru kendali berkepala banyak
SS-20.
Reagen dalam kampanyenya juga mengecam kebijaksanaan Carter
mengenai krisis Iran. Ia menyebut Carter memberikan dukungan
keliru terhadap Syah Pahlavi. Seharusnya sesudah Washington
mengetahui iklim Iran memburuk, demikian Reagen, Carter cepat
menarik kembali seluruh staf Kedubes AS di Teheran. Ia juga
menyesalkan cara Carter yang terlalu lama menyelesaikan soal
sandera. "AS punyaseorang Presiden yang menolak mengakui
kekeliruan politik luar negerinya," kata Reagen.
Dalam soal politik luar negeri itu, tampak pandangan Reagen
yang sangat konservatif. Ia meniadakan harapan PLO untuk memiliki
tanah air bila organisasi itu, katanya, masih menjalankan aksi
terorisme. Jika Reagen berkuasa empat tahun lalu, bisa dipastikan
iklim politik ditimur tengah masih tetap panas. Hal tersebut jelas
berbeda dengan sikap Carter, seperti tampak hasilnya kini. Hanya
pada masa Carter, rezim Ian Smith (Rhodesia) dan Somoza
(Nicaragua) bisa tumbang. Reagen justru akan menghadapi rezim
dunia ketiga (seperti Nicaragua) yang cenderung ke kiri.
Pandangan konservatif Reagan, sejak awal kampanye, telah
mengkhawatirkan RRC. Berkali-kali Reagan menyatakan akan
mempererat hubungan dengan RRC tanpa mengorbankan persahabatan
AS dengan Taiwan. Politik mengakui dua Cina tersebut jelas tidak
disukai Beijing. Rezim RRC kembali mengingatkan AS akan Komunike
Shanghai (1979) yang mengakui Taiwan suatu bagian dari Cina dan
hanya mengakui satu pemerintahan Cina di Beijing. Kemenangan
Reagan memang disambut dingin di RRC.
DI California (Reagan pernah jadi gubernur di sana),
kemenangan Reagan disambut oleh demonstrasi mahasiswa. Mereka
membawa poster yang mengesankan mahasiswa akan segera mengungsi
ke Kanada. Di kampus UCLA, demikian wartawan TEMPO Eka Budianta,
para mahasiswa mengalungi patung Reagan dan George Bush (Wakil
Presiden terpilih) dengan pita hitam. Akibat demonstrasi, polisi
telah menahan lebih 50 mahasiswa Berkeley.
Kenapa berdemonstrasi? "Pendidikan di California akan berada
dalam kesukaran," kata Malinda Walker, Ketua Persatuan Mahasiswa
Los Angeles Trade Technical College. "Saya yakin sebentar lagi
tak ada sekolah gratis."
Tapi para mahasiswa di perguruan tinggi swasta University of
Southern California (USC) menyambut gembira kemenangan Reagan
tadi. Mahasiswa USC, kebanyakan datang dari keluarga kaya.
Bagaimana John Anderson? Muncul sebagai calon Independent,
semula sebagai orang Republik, Anderson di hari terakhir
kampanye tenggelam dalam suara riuh rendah pendukung Reagan dan
Carter. Bahan kampanyenya dinilai tidak populer dan
kontroversial Untuk mengurangi ketergantungan AS dari impor
minyak, misalnya, ia menganjurkan peningkatan (dua kali lipat)
usaha konservasi energi.
Dalam usaha itu, Anderson mendukung kebijaksanaan pemerintah
federal untuk membatasi kecepatan mobil hingga 90 km/jam. Untuk
menekan tingkat konsumsi bahan bakar, ia juga merencanakan
semacam pajak konservasi sebesar US$ 0,5 (Rp 315) untuk setiap 4
liter bahan bakar. Karena suara kampanye yang tak populer itu,
agaknya, ia tak diajak serta dalam perdebatan di Cleveland.
Anderson, yang sering dianggap sombong dan pemarah itu, akhirnya
gagal muncul sebagai tokoh kuda hitam.
Apa pun reaksi rakyat AS dan dunia Reagan, 20 Januari 1981
pasti akan dilantik sebagai Presiden AS ke-40. Untuk menyiapkan
jalan menuju Gedung Putih, Reagan telah membentuk suatu tim
peralihan. Beberapa nama terkenal tampak tercantum di situ. Di
antaranya Henry Kissinger (bekas Penasihat Keamanan Nasional dan
Menteri Luar Negeri), Jenderal Alexander Haig (bekas Panglima
NATO di Eropa) dan Senator Henry Jackson (Demokrat, Washington).
Richard Allen, penasehat luar negeri Reagan (pernah mundur
sebentar karena dituduh kaki tangan perusahaan Jepang), juga
duduk dalam tim itu.
Jenderal Haig disebut sebagai calon kuat Menteri Pertahanan.
Ketika menjabat Panglima NATO, ia dikenal sangat anti
kebijaksanaan rniliter Carter dalam menghadapi Soviet. Sedang
Senator Jackson (berpandangan Republik), dikenal sangat anti-Moskow,
mungkin akan menduduki jabatan Menteri Luar Negeri. Dengan
menempatkan kedua orang penganut garis keras pada posisi kunci,
maka kuatlah (rajawali) Reagan menghadapi Moskow.
Siapa Penasihat Keamanan Nasional? Allen dan Kissinger
disebut sebagai calon kuat. Jabatan itu memang sangat penting
dalam mekanisme pengambilan keputusan yang sering ditelurkan
Dewan Keamanan Nasional (NSC). Adalah Kissinger yang pernah
secara terbuka menyatakan dukungannya pada Reagan kctika Partai
Republik menyelenggarakan konvensi di Detroit. Dalam pidato rli
depan Konvensi itu, ia mengibaratkan Reagan sebagai wakil dari
suatu harapan rakyat AS.
Kissinger juga kasak-kusuk menganjurkan kepada Reagan agar
memilih &erald Ford (bekas Presiden pengganti Nixon) sebagai
calon wakil presiden, bila kelak Reagan terpilih sebagai calon
presiden. Sebagai imbalannya, Ford meminta Reagan agar mau
'berkorban' dengan menempatkan Kissinger sebagai menteri luar
negeri kelak. Waktu itu Reagan menjawab dengan sopan tapi kasar:
"Jerry, saya tahu Kissinger adalah suatu kekuatan. Saya akan
memakainya tapi bukan sebagai Menteri Luar Negeri. Saya, dan
terutama orang-orang saya, tak akan menyetujui jabatan itu
diberikan kepadanya."
Reagan memang mengakui bahwa dukungan Kissinger selama
kampanye, sangat berharga. Tapi Kissinger sendiri ketika ditanya
wartawan, tampak tenang-tenang saja. Karena sudah pernah menjadi
menteri luar negeri, ia menyatakan tak menyukai jabatan itu.
"Tapi bila toh ditawari, sangat sombong bagi saya untuk
menolaknya," jawab Kissinger. Ia tampaknya berkeinginan menjabat
Penasihat Keamanan Nasional.
Bagaimana Reagan menggerakkan stafnya kelak? Gaya
kepemimpinannya sebagai Gubernur California dapat dijadikan
petunjuk. Ia akan memerintah seperti seorang direktur
perusahaan. Ia akan duduk berdilm-diam di kepala meja
mendengarkanl nasihat para pembantunya sebelum mengambil
keputusan. "Reagan akan membentangkan suatu masalah besar dan
menyerahkan kepada para pembantunya untuk mengerjakan detail
persoalan," kata seorang penasihat kampanyenya.
Reagan dianggap lebih hangat dan bisa menenteramkan suatu
perdebatan sengit dalam suatu sidang yang dipimpinnya dengan
membagikan kacang manis kegemarannya. Ia akan lebih santai
bekerja dibanding Carter. Untuk mengurus negara, ia lebih senang
mendelegasikan wewenangnya kepada para pembantunya (menteri),
sementara ia sendiri bermain golf di lapangan.
Reagan memang dianggap menang dalam penampilan. Sikapnya itu
bertolak belakang dengan Carter --seorang penyendiri dengan
tatapan mata dingin. Carter, penggemar olah raga lari, adalah
seorang teknokrat pemakan detail. Ia suka mengurusi tetek bengek
yang seharusnya bisa diserahkan kepada orang lain. Untuk memakai
lapangan tenis Gedung Putih, misalnya, staf Carter harus
memperoleh izin dulu darinya. Tak heran bila kemudian Carter
terjebak dalam soal kecil, sementara soal ekonomi dan kewibawaan
AS diabaikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini