Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Nabil Shaath: Perbedaan Hamas-Fatah Tidak Mutlak

6 Agustus 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia utusan khusus Presiden Palestina Mahmud Abbas. Nabil Ali Shaath, 69 tahun, sosok yang sibuk. Ia terus bergerak, berkeliling dunia, termasuk ke Indonesia untuk mencari dukungan.

Shaath harus meyakinkan dunia bahwa Palestina membutuhkan bantuan, dan bahwa bantuan kemanusiaan saja, jelas, tak mencukupi. Tapi yang dihadapi Shaath bukan cuma itu. Beban mantan Menteri Luar Negeri dan juru runding ini bertambah berat setelah Palestina terpecah: Fatah di Tepi Barat, Hamas di Jalur Gaza. Sementara itu, perundingan yang kembali dimulai dengan Israel tak membuahkan hasil.

Kepada Faisal Assegaf dan juru foto Yosep Arkian dari Tempo, Shaath bercerita banyak soal krisis yang dialami dan harapan-harapannya. Berikut penuturan Shaath saat dijumpai di tempatnya menginap, Hotel Borobudur, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu malam pekan lalu.

Apa isi pertemuan Anda dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?

Saya memberikan gambaran mengenai situasi di Palestina: soal upaya mengakhiri, pergerakan politik mutakhir negara-negara Arab, Amerika Serikat, dan negara-negara lain, posisi kami terhadap pelbagai proposal damai, termasuk dari Liga Arab. Kami juga membicarakan soal perlunya membantu Gaza yang sedang mengalami krisis dan persoalan internal dengan Hamas. Saya menyampaikan bahwa kami sedang mengatur rencana pertemuan kedua pemimpin di sela-sela sidang Majelis Umum PBB di New York. Presiden Yudhoyono berjanji akan mencurahkan seluruh dukungan politik dalam masalah Palestina dan akan mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza secepatnya. Ia berharap kami cepat menyatukan kembali Tepi Barat dan Jalur Gaza dan kembali membentuk pemerintah persatuan nasional. Ia bilang ini adalah persoalan dalam negeri kami dan harus diselesaikan oleh kami sendiri.

Apa syarat yang diajukan Hamas untuk berunding?

Hamas ingin berunding atas dasar status quo. Kami tidak bisa berunding ketika mereka sedang menguasai kediaman Presiden dan semua lembaga, yang merupakan tindakan melanggar konstitusi. Untuk kembali berdialog, Hamas harus kembali ke situasi sebelum 14 Juni (kudeta).

Siapa yang pertama kali mengajukan dialog?

Sejak hari pertama Hamas menguasai seluruh Jalur Gaza, mereka mengajak kami berunding. Jika kami menerima, bisa saja di keesokan hari kudeta yang dilakukan Hamas itu akan terjadi di Jenin atau Nablus.

Apakah penunjukan PM Salam Fayyad seusai konstitusi?

Presiden berhak mencalonkan perdana menteri, bahkan bisa dari Indonesia, dan harus disetujui parlemen. Tapi karena Israel telah menangkap 35 anggota parlemen dari Hamas, lima dari Fatah, dan satu dari Barisan Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP), Hamas tidak ingin parlemen bersidang lantaran mereka telah kehilangan suara mayoritas (Hamas menguasai 74 dari 132 kursi di Dewan Legislatif Palestina, dan Fatah 45). Kami memahami itu, namun kondisi ini menempatkan kami pada masalah konstitusi. Karena itulah Presiden Abbas menyerukan pemilu baru. Bila parlemen tak bisa bersidang karena anggota-anggotanya ditangkap Israel, berarti ada dua pilihan. Parlemen bersidang, sementara Hamas tanpa suara mayoritas, atau menggelar pemilu baru. Hamas menolak kedua pilihan ini.

Apakah pemilu tetap akan dilangsungkan?

Presiden Abbas tak bisa menggelar pemilu baru kecuali Hamas menerimanya. Jika ini terjadi, artinya pemilu itu hanya akan terjadi di wilayah Tepi Barat. Jika kami melakukan itu, berarti kami menetapkan status quo pemisahan Tepi Barat dan Jalur Gaza. Hamas harus menerima dua pilihan yang ada: sidang parlemen atau pemilu baru. Inilah persoalannya. Pemerintahan sementara akan tetap berlaku sampai parlemen bersidang dan memberi keputusan.

Jadi, tak ada pilihan lain?

Tidak ada, kecuali menunggu sampai Hamas bersedia menerima dua pilihan itu. Kami tak bisa mengontrol Israel yang menahan 11 ribu rakyat Palestina, termasuk 35 anggota parlemen dari Hamas. Jadi, Hamas harus membuat keputusan. Jika tak ingin parlemen bersidang, pilihannya cuma pemilu dini. Bila mereka setuju pemilu hari ini, kami akan menggelar pemilu besoknya. Jika Hamas mundur, Presiden Abbas berjanji kembali ke Kesepakatan Mekkah.

Jika pemilu digelar, Hamas bisa ikut?

Kami tidak akan membiarkan pemilu baru tanpa partisipasi Hamas. Kami sudah menyatakan kepada Amerika dan Israel untuk membiarkan Hamas ikut dalam pemilu, bahkan di Yerusalem.

Bagaimana sikap Fatah bila Hamas menang lagi dalam pemilu?

Tentu Hamas akan kembali membentuk pemerintahan. Bahkan karena Presiden Abbas akan menggelar pemilihan presiden sekaligus parlemen, Hamas mungkin akan memenangkan keduanya.

Bagaimana pendapat Anda soal pemisahan Tepi Barat dan Jalur Gaza saat ini?

Ini sesuatu yang sangat buruk dan bencana bagi rakyat Palestina. Karena itu, Hamas harus segera kembali berunding sebelum ada serangan ke Gaza sehingga Tepi Barat dan Gaza bisa bersatu kembali. Jika Israel tidak ingin kita bersatu, kenapa kita menerima itu?

Anda masih yakin pemerintah persatuan nasional bisa kembali dibentuk?

Tentu saja. Tidak ada jalan lain.

Tapi Fatah dan Hamas sangat berbeda paham?

Tiga puluh tahun lampau, Fatah sama seperti Hamas, menolak berunding dengan Israel. Bersuara anti-Israel, dan sampai sekarang kami masih menentang Israel. Mengatakan Hamas tidak mau berunding dengan Israel itu juga tak benar. Ahmad Yusuf, penasihat Ismail Haniyah, telah membuat kesepakatan Jenewa dengan pemerintah Swiss dan menyatakan Hamas akan berunding dengan Israel untuk mencapai sebuah kesepakatan soal negara Palestina sementara. Hamas juga sudah membuat gencatan senjata dengan Israel sejak 2003. Mereka menghentikan aksi bom bunuh diri dan serangan terhadap Israel. Perbedaan Fatah dan Hamas hanya pada tingkatannya dan tidak bersifat mutlak.

Bagaimana kemajuan proses perdamaian dengan Israel sekarang?

Tidak ada kemajuan. Lantaran kebijakan penjajahan dan dominasi Amerika Serikat yang mendukung Israel secara penuh, tak ada tekanan terhadap Israel untuk mundur dari daerah pendudukan. Proses perdamaian yang ada sekarang sangat lambat dan tak ada kemajuan. Sampai menit ini Israel tak pernah menerima isu politik untuk dirundingkan. Kemajuan yang dihasilkan dalam tiga tahun terakhir adalah pembebasan 250 dari 11 ribu tahanan Palestina, pencairan US$ 150 juta dari US$ 800 juta uang kami yang telah diambil Israel.

Kalau begitu kenapa perundingan harus dilanjutkan?

Tak ada pilihan lain. Kami harus terus berusaha meski tidak yakin akan hasilnya. Kami tak bisa absen dari semua perundingan soal wilayah kami. Apa yang kami inginkan seperti yang dikatakan Presiden Bush pada 2003: negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, pengembalian wilayah yang dikuasai Israel sejak 1967, dan pemulangan pengungsi Palestina. Apa yang kami inginkan saat ini adalah apa yang telah diterima oleh Dewan Keamanan PBB, termasuk Amerika.

Jujur saja, Anda merasa frustrasi berunding dengan Israel?

Tentu saja. Tujuh tahun intifadah yang menewaskan ribuan rakyat Palestina, ekonomi kami yang hancur total, sama sekali tak berbuah hasil. Ini karena Israel yang didukung penuh Amerika jauh lebih hebat ketimbang kekuatan Palestina yang disokong negara Arab, negara-negara muslim, Rusia, dan lain-lain. Kami benar-benar memiliki sangat sedikit yang bisa kami tukarkan untuk mendapatkan wilayah kami. Jika Israel mengembalikan wilayah kami, kami menjanjikan masa depan perdamaian dan keamanan (tertawa).

Anda punya target kapan Palestina merdeka?

Besok. Seperti hadis Nabi Muhammad, yang harus dilakukan rakyat Palestina adalah meraih kemerdekaan seolah itu akan terjadi besok dan berjuanglah seakan itu tak akan pernah terwujud (tertawa).

Anda pernah bermimpi Palestina merdeka?

Mimpi itu seolah sangat nyata hingga tahun 2000. Selama 1991–1999, mimpi itu hampir menjadi kenyataan. Saya hidup dengan itu, berunding, menandatangani perjanjian, dan membawa bantuan US$ 5 miliar. Saat itu saya merasa saya sedang berpartisipasi dalam membangun negara Palestina merdeka. Tapi, setelah tahun 2000, mimpi itu sedikit menjauh. Namun, mimpi itu tak pernah mati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus