Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak pengakuan terhadap negara Palestina pada Jumat, 16 Februari 2024. Penolakan itu menyusul laporan Washington Post bahwa sekutu utama Israel, Amerika Serikat, sedang menyusun rencana untuk mendirikan negara Palestina pascaperang.
“Israel dengan tegas menolak perintah internasional mengenai penyelesaian permanen dengan orang-orang Palestina,” kata Netanyahu, dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan setelah pembicaraan telepon dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden. “Israel akan terus menentang pengakuan sepihak atas negara Palestina.”
Netanyahu mengatakan status kenegaraan akan menjadi “hadiah besar” setelah serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober, yang menewaskan 1.139 orang di Israel selatan dan menyandera 250 orang lainnya.
Pengaturan seperti itu, ujarnya, hanya dapat dicapai melalui negosiasi langsung antara kedua belah pihak, meskipun belum ada pembicaraan yang dilakukan sejak 2014.
The Washington Post melaporkan pada Kamis bahwa Amerika Serikat dengan kelompok kecil negara-negara Arab tengah bergegas menyelesaikan rencana pascaperang komprehensif untuk perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina, termasuk pembentukan negara Palestina. Negara-negara Arab tersebut mencakup Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Qatar dan Arab Saudi.
Para menteri di kabinet Netanyahu sebelumnya telah menanggapi laporan itu dengan tentangan keras. Mereka adalah Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, Menteri Urusan Diaspora Amichai Chikli, Menteri Pendidikan Yoav Kisch dan anggota parlemen Matan Kahana dari kubu penantang utama Netanyahu, Benny Gantz.
“Kami sama sekali tidak akan menyetujui rencana ini, yang mengatakan bahwa warga Palestina berhak mendapatkan hadiah atas pembantaian mengerikan yang mereka lakukan terhadap kami: sebuah negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya,” kata Menteri Keuangan Bezalel Smotrich pada Kamis, 15 Februari 2024.
Banyak negara menganut solusi dua negara untuk penyelesaian konflik Israel dan Palestina, yang akan menciptakan sebuah negara bagi warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza bersama Israel.
Kementerian Luar Negeri Palestina merespons pernyataan-pernyataan dari pihak Israel dengan mengatakan, “Negara Palestina bukanlah sebuah hadiah atau bantuan dari Netanyahu, namun sebuah hak yang ditetapkan oleh hukum internasional dan resolusi internasional yang sah.”
Mereka berkata mengatakan pada Jumat bahwa Netanyahu meminta perundingan, namun prosesnya gagal lagi.
Salah satu hambatan yang menghalangi terbentuknya negara Palestina adalah perluasan pemukiman Israel di wilayah yang diduduki Israel pada perang Timur Tengah tahun 1967. Warga Palestina dan sebagian besar komunitas internasional menganggap permukiman tersebut melanggar hukum internasional dan memisahkan komunitas Palestina satu sama lain.
Pasukan Israel telah menewaskan lebih dari 28.700 warga Palestina dan membuat 68.552 lainnya luka-luka sejak 7 Oktober, menurut otoritas kesehatan Gaza. Sebanyak 1,7 juta atau lebih dari 75 persen populasi Gaza telah menjadi pengungsi internal sejak itu, menurut data dari badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).
REUTERS
Pilihan editor: Setelah Singapura, Giliran PM Belanda Ucapkan Selamat ke Prabowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini