Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pakistan

Jenderal mohammad zia ul haq mengumumkan: "semua hukum di negeri ini disesuaikan dengan hukum islam". mahkamah agung memberinya kuasa untuk mengubah konstitusi. (ln)

24 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEHARI setelah Maulid Nabi, Sabtu 10 Pebruari yang lalu, Jenderal Mohammed Zia ul-Haq, penguasa Pakistan, mengumumkan serangkaian tindakan penting. Di depan para wartawan, di Islamabad, dalam pakaian seragam lengkap, Jenderal Zia menggarisbawahi apa yang selama ini sudah nampak dalam praktek, sejak ia berkuasa dua tahun yang lalu: semua hukum di negeri itu disesuaikan dengan hukum Islam. Hukuman dera, untuk sejumlah pelanggaran, hukum rajam untuk para penzina, dan hukum potong tangan untuk pencuri, sudah diberlakukan sebenarnya. Pengumuman hari itu, di ruang Majelis Nasional yang sudah tak pernah di pakai lagi oleh para wakil rakyat, sejak Zia menggulingkan Bhutto bulan Juli 1977, hanya semacam peresmiam Ketika seorang wartawan Pakistan dalam pertemuan itu bertanya, apa wewenang Zia untuk mengubah aturan hukum di Pakistan, Zia hanya menjawab Mahkamah Agung sudah memberinya kuasa untuk mengubah Konstitusi bila ia mau. Dan Zia punya kemauan, selain ia punya kekuasaan. Latar belakang hidupnya tak banyak diketahui. Ia seoraug ahli perang tank dan pernah jadi penasihat Raja Hussein dari Yordania. Ia seorang yang soleh dan kabarnya sudah 5 kali selama 18 bulan pergi ke Tanah Suci. Sejak ia menggulingkan Perdana Menteri Bhutto -- yang kini menunggu hukuman gantungnya (TEMPO 17 Pebruari) -- ia memimpin suatu tim perwira militer yang menyetir dari belakang kabinet sipil yang ia dirikan. Jenderal Zia juga kini memegang jabatan kepresidenan. Soalnya, Fazal Elahi Chaudhry, kepala negara yang terdahulu, mengundurkan diri 15 September 1978. Namun rencananya untuk mengetrapkan hukum perdata dan pidana Islam di negerinya sedikit banyak membingungkan. Wartawan S.M. Ali, yang menulis dari Karachi untuk The Asian Wall Street Journal 29 Januari yang lalu mnyebutkan "Diskusi dengan para cendekiawan Pakistan tentang pengukuhan peran Islam di Pakistan menunjukkan suatu perasaan acuh tak acuh yang meliputi diri mereka. Adanya undang-undang keadaan perang mempersulit, kalau tidak memustahilkan, adanya diskusi bebas yang dapat disiarkan." Itu tak berarti tak ada suara yang secara hati-hati memperingatkan. Harian Karachi Morning News -- yang secara tak langsung dikuasai pemerintah misalnya berbicara tentang masalah bunga (riba) dengan nada rendah: "Kitab Suci memang jelas menyatakan bahwa riba tak boleh diambil dan juga tak boleh dibayarkan. Masalah yang menjadi pemikiran para ahli kita tentang perekonomian Islam ialah bagaimana menghindari memberikan riba kepada pinjaman yang dikontrakkan kepada kita dari hagian dunia yang lain, yang bukan kita pengaturnya. Jika para ahli dapat lepas dari ini, itu akan merupakan prestasi monumental." Harian itu juga menasihati pemerintah untuk meninjau masalah zakat dan pajak secara hati-hati. Karena zakat yang dibayarkan oleh penduduk, menurut ketentuan agama hanya sekitar 2,5% dari kelebihan kekayaan, mungkin tak akan cukup untuk menopang kebutuhan negara. Dan tajuk-rencana koran itu pun menghimbau: "Tak ada perlunya tergesa-gesa menempuh eksperimen dengan sistem perekonomian Islam, sebab apabila gagal (semoga dijauhkan Allah), itu akan merupakan pukulan kejiwaan yang hebat bagi seluruh negeri." Namun nampaknya Jenderal Zia tak hendak lama menunggu. Ia sudah mengumumkan Desember tahun Ialu bahwa suatu "meja khusus" akan diadakan di tingkat Mahkamah Tinggi dan Mahkamah Agung untuk menelaah adakah hukum yang ada bertentangan dengan Islam atau tidak. Bagi sebagian orang, ini kabar baik. Setidaknya lebih baik ketimbang menyerahkan, masalah hukum ke angan para ulama yang tersebar di mesjid-mesjid desa buat menentukan hukum Islam sendiri-sendiri. Tapi gerak cepat Jenderal Zia tetap ditanggapi dengan khawatir di kalangan intelektuil. Itu terutama setelah mendengar suara Maulana Mufti Mahmud, pemimpin Aliansi Nasional Pakistan yang merupakan sekutu politik Zia. Menurut Maulana Mufti Mahmud, bulan Mei nanti akan diumumkan garis ekonomi baru yang mempersiapkan sistem perbankan yang tanpa-bunga dan perpajakan Islam. Tentu saja bagaimana bentuknya, masih harus ditunggu. Namun sebagaimana ditulis S.M. Ali dalam reportasenya yang berjudul The-lslamization of Pakistan, para cendekiawan di negeri juga punya pertanyaan lain di samping masalah zakat dan pajak pendapatam Yakni kemungkinan dikejar-kejarnya orang Islam yang tak taat beribadah di dalam kantor-kantor pemerintah, juga para pelukis dan pematung yang jenis keseniannya sudah lama dikecam keras oleh kalangan ortodoks. Dalam konferensi persnya dua pekan lalu Jenderal Zia tak menyebut soal ini. Tapi ia dengan baiknya telah menjawab kecemasan yang agaknya dilebih-lebihkan mengenai "kerasnya hukum Islam," khususnya dalam soal rajam dan potong tangan. Hukuman keras itu hanya berlaku sebagai penangkal kejahatan. Pelaksanaannya mungkin tak sekejam yang dikira. Untuk zina misalnya diperlukan saksi mata empat orang bila pelanggaran itu akan dihukum rajam sampai mati, suau hal yang praktis mustahil. Sedang hukuman potong tangan yang telah dua kali dijatuhkan selama ia memerintah, ternyata bclum dilaksanakan. Sebabnya: belum ada dokter bedah yang bersedia melakukan pemotongan. Sayang sekali persoalan hukum ini belum menyangkut hukum acara pidana. Misalnya adakah nanti seorang tertuduh berhak didampingi pembela, dan adakah ia mendapat perlakuan berdasar "pra-duga tak bersalah." Meskipun diskusi terbuka tentang ini masih sulit nampaknya, Pakistan tetap menempuh jalan sebagaimana dicita-citakan Zia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus