Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin telah menandatangani dekrit yang membuka warga Ukraina yang tinggal di wilayah yang di bawah kendali Moskow jalan menuju kewarganegaraan Rusia. Ini berarti mereka yang menolak atau yang tidak melegalkan status mereka dapat dideportasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan tersebut, yang dilaporkan oleh kantor berita Rusia, Jumat, 28 April 2023, mencakup empat wilayah Ukraina yang diklaim secara sepihak oleh Rusia sebagai miliknya dan sebagian dikendalikan: Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhzhia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kyiv mengatakan mereka akan mengambil kembali seluruh empat wilayah tersebut dan telah menuduh Moskow berusaha untuk menggertak warganya untuk menerima kewarganegaraan Rusia.
Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Hanna Malyar minggu ini menuduh Rusia mencoba mengubah apa yang disebutnya "susunan etnis" wilayah pendudukan dengan membawa pemukim dari bagian-bagian terpencil Rusia sambil mendeportasi orang-orang yang dicurigai pro-Ukraina.
Keputusan tersebut menetapkan cara agar warga negara Ukraina atau mereka yang memegang paspor yang dikeluarkan oleh republik sempalan yang didukung Rusia, dan yang tinggal di empat wilayah, dapat memulai proses menjadi warga negara Rusia atau melegalkan status mereka dengan otoritas Rusia.
Tetapi juga dikatakan bahwa siapa pun yang tidak mengambil tindakan tersebut pada 1 Juli 2024, akan dianggap sebagai warga negara asing, sesuatu yang akan membuat mereka berisiko dideportasi dari wilayah yang dianggap Moskow sebagai bagian dari Rusia.
Keputusan tersebut juga memungkinkan deportasi orang dari empat wilayah yang dianggap mengancam keamanan nasional atau mengambil bagian dalam pertemuan yang tidak sah.
Secara khusus, dekrit tersebut memilih orang-orang yang berpotensi dideportasi yang mendukung "perubahan kekerasan" dari tatanan konstitusional Rusia atau yang mendanai atau merencanakan serangan teroris.
REUTERS