Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sanksi Korea Utara Rugikan Pedagang Cina

Pedagang di kota perbatasan Cina-Korea Utara, Dandong mulai merasakan dampak buruk sanksi ekonomi internasional kepada Pyongyang.

4 November 2017 | 15.39 WIB

Sejumlah tentara Korea Utara bersandar di perahu di sungai Yalu, dekat kota Sinuiju, yang berbatasan dengan kota Dandong, Cina, Rabu (11/4). REUTERS/Jacky Chen
Perbesar
Sejumlah tentara Korea Utara bersandar di perahu di sungai Yalu, dekat kota Sinuiju, yang berbatasan dengan kota Dandong, Cina, Rabu (11/4). REUTERS/Jacky Chen

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pedagang di kota perbatasan Cina dan Korea Utara, Dandong, mulai merasakan dampak buruk sanksi ekonomi internasional kepada Korea Utara. Pendapatan mereka mulai  menurun serta munculnya kredit macet dari pelanggannya di Korea Utara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Mereka tidak punya uang untuk membayar kita secara tunai, dan yang terburuk adalah karena sanksi, mereka tidak dapat melunasi tagihan dengan barang seperti batu bara, seperti yang terjadi di masa lalu," kata Yu Kaiguang, pemimpin perusahaan dagang Dandong Gaoli Trading Company, seperti yang dilansir ABC News pada 3 November 2017.

Baca: Mulai Terganggu, Korea Utara Minta Sanksi Internasional Dicabut

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Yu mengatakan bahwa pedagang di Korea Utara masih berutang kepadanya sekitar US$ 1 juta atau setara Rp 13,5 miliar untuk pengiriman pasta gigi, mie instan dan barang-barang rumah tangga lainnya. Dia berusaha menghindari pemecatan staf dengan terus mengekspor bahan makanan seperti kacang pinus dan kacang merah. "Jika mereka menganggur, akan buruk bagi negara dan masyarakat."

Keadaan yang dialami Yu, juga dihadapi pedagang lainnya di seluruh Dandong. Wawancara dengan empat perusahaan perdagangan dan laporan media baru-baru ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan Cina mulai sepi pembeli.
Seorang tentara Korea Utara berjaga di tepi sungai Yalu, dekat kota Sinuiju, yang berbatasan dengan kota Dandong, Cina, Kamis (11/4). REUTERS/Jacky Chen

Suara gemuruh dari truk-truk Korea Utara yang biasanya melintasi jembatan Sungai Yalu beberapa kali dalam seminggu tidak terdengar lagi. Truk-truk dulunya membawa potongan logam ke Dandong dan kembali dengan membawa barang-barang mulai dari televisi hingga perlengkapan kamar mandi.

Baca: Berbagai Sanksi PBB untuk Korea Utara dalam 11 Tahun

Pemilik perusahaan lain, Dandong Baoquan Commerce and Trade Co, yang biasa mengimpor bijih besi dan batu bara dan barang konsumsi, menjelaska, kliennya masih berutang sekitar US$ 200.000 atau setara Rp 2,6 miliar.

"Saya harus memberhentikan sekitar 10 staf, tapi saya tidak punya pilihan lain karena ini adalah kebijakan pemerintah," kata Han Lixin, mengeluhkan dampak dari sanksi terhadap Korea Utara. 

Perdagangan skala besar yang melibatkan sumber daya Korea Utara seperti bijih besi dan batubara telah dilarang sepenuhnya berdasarkan sanksi, menimbulkan pukulan besar ke pelabuhan Dandong.

"Sanksi memiliki dampak yang luas, perekonomian Korea Utara dan Cina banyak menderita," kata Jin Qiangyi, profesor di Institute of Northeast Asia Studies di Universitas Yanbian di Cina Timur Laut.

Baca: AS Ancam Cina Terkena Sanksi Dolar Jika Bantu Korea Utara

"Perusahaan Cina yang melakukan bisnis dengan Korea Utara mengalami kerugian yang cukup banyak, dan perusahaan yang telah berinvestasi di Korea Utara akan merugi lebih besar lagi."

Berdasarkan sanksi yang disetujui secara penuh oleh anggota Dewan Keamanan tetap PBB, Cina dipaksa menerapkan sanksi termasuk melarang ekspor timah, tekstil dan makanan laut, melarang usaha patungan, dan menghentikan izin baru untuk pekerja Korea Utara.

Cina telah lama menjadi mitra ekonomi terbesar Korea Utara. Beijing terus menjadi sumber utama bantuan pangan dan bahan bakar untuk membantu menjaga perekonomian Korea Utara. Masyarakat internasional memperkirakan penerapan sanksi akan mendorong kediktatoran Kim Jong Un runtuh. Namun Cina menganggap penerapan sanksi murni sebagai sarana untuk mendorong Korea Utara kembali ke perundingan perlucutan senjata nuklir.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus