Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Seorang Ulama Iran Tewas Ditembak di Masjid Kaum Syiah

Polisi Iran membentuk satuan tugas khusus untuk mengidentifikasi dan menangkap pelaku penembakan ulama Iran di masjid kaum Syiah.

4 November 2022 | 14.00 WIB

Orang-orang menyalakan api selama protes atas kematian Mahsa Amini, seorang wanita yang meninggal setelah ditangkap oleh "polisi moral" republik Islam, di Teheran, Iran 21 September 2022. WANA (West Asia News Agency) via REUTERS
material-symbols:fullscreenPerbesar
Orang-orang menyalakan api selama protes atas kematian Mahsa Amini, seorang wanita yang meninggal setelah ditangkap oleh "polisi moral" republik Islam, di Teheran, Iran 21 September 2022. WANA (West Asia News Agency) via REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang ulama Iran tewas ditembak di sebuah masjid kaum Syiah di kota Zahedan yang berpenduduk mayoritas Sunni. Penembakan itu mengancam lonjakan ketegangan sektarian yang memperumit upaya pemerintah mengatasi kerusuhan yang meluas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kantor berita IRNA pada Kamis, 3 November 2022 melaporkan ulama itu bernama Sajjad Shahraki.

“Satuan tugas khusus telah dibentuk untuk mengidentifikasi dan menangkap para pelaku,” kata Ahmad Taheri, komandan polisi provinsi Sistan-Baluchistan, seperti dilansir.

Zahedan adalah salah satu tempat yang merasakan kekerasan aparat keamanan menyusul aksi protes yang meluas di Iran setelah kematian Mahsa Amini, 22 tahun, dalam tahanan polisi moral pada 16 September lalu.

Amnesty International menyatakan pasukan keamanan menewaskan sedikitnya 66 orang dalam tindakan keras terhadap pengunjuk rasa di Zahedan pada 30 September lalu.

Pihak berwenang di kota bagian tenggara Iran itu memecat komandan polisi dan kepala kantor polisi berkaitan dengan insiden tersebut.

Tragedi di Zahedan dikritik secara luas, termasuk oleh seorang ulama Sunni terkemuka yang mengatakan para pejabat senior di kalangan Syiah termasuk Pemimpin Tertinggi Ayatullah Ali Khamenei bertanggung jawab di hadapan Tuhan.

Aksi protes nasional, yang bergema dengan nyanyian yang menyerukan kematian Khamenei, telah menjadi salah satu tantangan paling berani bagi negara sejak Revolusi Iran 1979.

Iran menyalahkan musuh asing dan agennya atas protes dan menuduh mereka mencoba mengacaukan negara.

Zahedan, dekat perbatasan dengan Pakistan dan Afghanistan di tenggara, adalah rumah bagi minoritas Baluch yang diperkirakan berjumlah sekitar 2 juta orang. Menurut kelompok hak asasi manusia, mereka telah menghadapi diskriminasi dan penindasan selama beberapa dekade.

Wilayah Sistan-Baluchistan di sekitar Zahedan adalah salah satu yang termiskin di negara itu dan telah menjadi sarang ketegangan di mana pasukan keamanan Iran telah diserang oleh militan Baluch.

Empat puluh pengacara hak asasi manusia terkemuka Iran secara terbuka mengkritik teokrasi Syiah Iran. Mereka mengatakan tindakan keras yang telah menghancurkan perbedaan pendapat selama beberapa dekade tidak akan lagi berhasil dan pengunjuk rasa yang mencari tatanan politik baru akan menang.

“Pemerintah masih tenggelam dalam ilusi dan percaya dapat menekan, menangkap, dan membunuh untuk membungkam,” kata para pengacara, beberapa di dalam negeri dan beberapa di luar, dalam pernyataan yang dikirim ke Reuters.

“Namun luapan orang pada akhirnya akan menghapus pemerintahan karena kehendak Ilahi berpihak pada rakyat. Suara rakyat adalah suara Tuhan.”

Mereka yang berada di dalam Iran berisiko ditangkap dengan komentar seperti itu. Namun pernyataan para pengacara itu adalah contoh terbaru tentang bagaimana semakin banyak orang Iran yang tidak lagi dilumpuhkan oleh ketakutan negara yang membuat mereka tetap berada di jalurnya selama beberapa dekade.

Di antara pengacara yang menandatangani pernyataan itu adalah Saeid Dehghan, yang telah mewakili orang berkewarganegaraan ganda yang dipenjara di Iran atas tuduhan terkait dengan keamanan. Yang lainnya adalah Giti Pourfazel, yang termasuk di antara aktivis yang dipenjara karena menandatangani surat terbuka pada 2019 yang mendesak Khamenei mundur. Perempuan pengacara itu dibebaskan pada 2021.

REUTERS

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus