Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Siksa PRT asal Myanmar Hingga Tewas, Wanita Singapura Dihukum 14 Tahun Penjara

Prema S Naraynasamy, wanita Singapura, dijatuhi hukuman pada Senin 9 Januari 2023 atas penyiksaan yang menyebabkan kematian Piang Ngaih Don

9 Januari 2023 | 13.45 WIB

Prema S Naraynasamy (kiri), dibawa kembali ke TKP pada tahun 2017 dan foto lama Ibu Piang Ngaih Don. (Foto: Today, Facebook/Bantuan Tangan untuk Buruh Migran, Singapura)
Perbesar
Prema S Naraynasamy (kiri), dibawa kembali ke TKP pada tahun 2017 dan foto lama Ibu Piang Ngaih Don. (Foto: Today, Facebook/Bantuan Tangan untuk Buruh Migran, Singapura)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang wanita Singapura yang bersama putrinya menyiksa seorang pekerja rumah tangga (PRT) asal Myanmar hingga tewas, dijatuhi hukuman 14 tahun penjara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti dilansir Channel NewsAsia, Prema S Naraynasamy, 64 tahun, dijatuhi hukuman pada Senin 9 Januari 2023 atas penyiksaan yang menyebabkan kematian Piang Ngaih Don, warga negara Myanmar berusia 24 tahun.

Prema telah mengaku bersalah pada November atas 48 dakwaan, sebagian besar secara sadar menyiksa pekerja domestiknya.

Tindakan penyiksaannya meliputi menyemprotkan air ke PRT berusia 24 tahun, menendang, meninju dan menamparnya, mencengkeram lehernya, menarik rambutnya ke atas dan "memutar" kepalanya dengan kasar.

Dia juga memukul sang PRT dengan alat seperti spatula, handuk dan botol deterjen, dan melihat saat Piang menggunakan toilet.

Pekerja rumah tangga itu meninggal karena cedera otak dengan trauma tumpul parah di lehernya pada 26 Juli 2016, setelah 14 bulan mengalami pelecehan berulang kali.

Dia dipukul, diinjak dan kelaparan sampai beratnya hanya 24 kilogram. Pada hari-hari sebelum dia meninggal, Piang diikat ke kisi-kisi jendela pada malam hari dan disiksa jika mencoba mencari-cari makanan dari tempat sampah.

Penganiayaan yang menyebabkan kematian korban terjadi dari malam 25 Juli 2016 hingga pagi hari 26 Juli 2016.

Piang sedang mencuci pakaian sekitar pukul 23.40 pada 25 Juli 2016, ketika putri Prema, Gaiyathiri Murugayan, merasa dia terlalu lamban. Dia menyerang Piang dan memukul kepalanya dengan botol deterjen.

Korban jatuh ke belakang, mengalami disorientasi dan tidak dapat berdiri. Gaiyathiri memanggil Prema, dan bersama-sama mereka menyiksa korban, memercikkan air padanya. Prema menyeret korban melintasi dapur dan ruang tamu ke kamar tidur, di mana Gaiyathiri menendang perutnya dan Prema meninju dan mencekiknya.

Setelah menolak memberi makan malam, Gaiyathiri mengikat pergelangan tangan korban dengan paksa ke kisi-kisi jendela sebelum tengah malam dan menendang perutnya, sebelum meninggalkannya di lantai dengan pakaian basah.

Piang Ngaih Don tidak bangun setelah itu. Ibu dan anak memanggil dokter, berbohong tentang apa yang terjadi, dan kemudian ditangkap.

SALAH SATU KEJAHATAN PALING KEJI

Jaksa menuntut 14 hingga 16 tahun penjara untuk Prema, sementara pengacara pembela Rai Satish meminta 10 tahun.

Wakil Jaksa Penuntut Umum Senthilkumaran Sabapathy mengatakan dasar untuk menuntut hukuman penjara adalah "sifat yang mengejutkan dan keji" dari pelanggaran tersebut.

Dia menyebut kasus itu sebagai salah satu kasus penyisaan pembantu rumah tangga terburuk dalam sejarah Singapura, yang melibatkan tingkat kerusakan fisik dan psikologis yang tinggi dan "tingkat kesalahan yang sangat tinggi" di pihak Prema.

Dia mengatakan korban disiksa hampir setiap hari dan menderita "penghinaan dan degradasi yang mengejutkan".

Korban diserang saat mencoba makan dan diseret dan dilempar ke sekitar rumah "seperti boneka kain" dengan cara yang menunjukkan "kurangnya rasa hormat" terhadap almarhum sebagai sesama manusia, kata jaksa penuntut.

"Faktanya, kebanyakan dari kita bahkan tidak akan memperlakukan benda mati dengan cara itu," katanya, menambahkan bahwa korban bahkan tidak bisa menggunakan toilet tanpa dilecehkan secara verbal dan fisik.

"Hidupnya tidak lebih dari mimpi buruk," kata jaksa penuntut.

Sementara putri Prema menderita gangguan mental, Prema tidak memilikinya. “Dia adalah peserta aktif dalam penyiksaan tersebut dan tidak ikut campur untuk menghentikan putrinya, meskipun dia bisa melakukannya sejak awal,” tambahnya.

Putri Prema, Gaiyathiri, telah dijatuhi hukuman 30 tahun penjara pada 2021. Permohonannya agar hukumannya dikurangi setengahnya ditolak.

CHANNEL NEWSASIA

 

 

 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus