Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Singapura Klarifikasi Dugaan Aliran Senjata ke Junta Myanmar

Kementerian Luar Negeri Singapura menanggapi dugaan aliran senjata ke junta Myanmar menyusul keterangan pelapor khusus PBB

19 Mei 2023 | 12.34 WIB

Pengunjuk rasa berlari selama protes anti-kudeta di Hlaing Township di Yangon, Myanmar 17 Maret 2021. Foto diambil 17 Maret 2021. REUTERS/Stringer/File Foto
Perbesar
Pengunjuk rasa berlari selama protes anti-kudeta di Hlaing Township di Yangon, Myanmar 17 Maret 2021. Foto diambil 17 Maret 2021. REUTERS/Stringer/File Foto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Luar Negeri Singapura menjelaskan soal dugaan aliran senjata ke junta Myanmar menyusul keterangan pelapor khusus PBB. Alih-alih, mengirim pasokan persenjataan ke Tatmadaw atau militer Myanmar, Singapura menegaskan bahwa pihaknya telah bekerja untuk mencegah aliran senjata ke negara itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Singapura melalui keterangan pers pada Jumat, 19 Mei 2023, mengatakan, Singapura telah mengambil "posisi prinsip" terhadap penggunaan kekuatan mematikan oleh militer Myanmar terhadap warga sipil yang tidak bersenjata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami menghargai upaya pelapor khusus PBB dalam memberikan informasi guna membantu penyelidikan Singapura, apakah ada pelanggaran yang dilakukan berdasarkan hukum Singapura. Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan terhadap individu atau entitas yang melanggar hukum kami,” kata Kemlu Singapura.

“Sementara itu, Pemerintah Singapura tetap berkomitmen memberikan bantuan kemanusiaan untuk mendukung masyarakat Myanmar. Kami akan terus bekerja dengan sesama negara anggota ASEAN dan PBB untuk memfasilitasi perdamaian dan rekonsiliasi nasional di Myanmar,” tulis keterangan itu menambahkan.

Pelapor Khusus PBB Tom Andrews menerbitkan laporan pada Rabu, 17 Mei 2023, yang mengatakan bahwa junta telah mengimpor senjata dan bahan mentah setidaknya US$1 miliar untuk membuat senjata sejak melakukan kudeta pada Februari 2021.

Andrews mengatakan, sekitar US$254 juta pasokan dikirim dari lusinan entitas di Singapura ke militer Myanmar dari Februari 2021 hingga Desember 2022. Dia menambahkan bahwa bank-bank Singapura juga telah digunakan “secara luas” oleh para pedagang senjata.

Dia juga mengatakan, pada awal Maret tahun ini, ada temuan terperinci kepada pemerintah Singapura tentang pengiriman senjata dari entitas yang berbasis di Singapura ke Myanmar. Informasi tersebut mencakup nama lebih dari 45 entitas serta barang yang dikirim dan perkiraan nilai barang tersebut.

Pelapor Khusus PBB itu memutuskan untuk tidak mencantumkan nama entitas dalam laporannya, untuk memberikan waktu bagi pemerintah Singapura dan negara anggota PBB lainnya untuk mengambil tindakan terhadap mereka. Dalam laporannya, Andrews mencatat bahwa tidak ada indikasi pemerintah Singapura telah menyetujui atau terlibat dalam pengiriman senjata dan material ke militer Myanmar.

Namun dia mendesak pemerintah untuk meninjau perdagangan dengan Myanmar dan "bertindak tegas" pada entitas yang menggunakan Singapura sebagai pangkalan untuk mengirimkan senjata, suku cadang, peralatan manufaktur, dan bahan mentah ke junta.

“Jika pemerintah Singapura menghentikan semua pengiriman dan fasilitasi senjata dan material terkait ke militer Myanmar dari yurisdiksinya, dampak terhadap kemampuan junta untuk melakukan kejahatan perang akan terganggu secara signifikan,” tambahnya.

Kemlu Singapura menjelaskan, Singapura tidak mengesahkan pengiriman barang-barang penggunaan ganda yang telah dinilai memiliki potensi penerapan militer ke Myanmar. Singapura mencatat, ada risiko serius bahwa barang-barang tersebut dapat digunakan untuk menimbulkan kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata.

Kekerasan di Myanmar

Myanmar dilanda kekerasan yang meluas antara tentara dan pemberontak sejak kudeta pada Februari 2021. Menurut kelompok pemantau di negara itu, lebih dari 2.000 orang tewas.

Sejak militer mengambil alih kekuasaan dan memenjarakan para pemimpin yang terpilih secara demokratis, sejumlah penentang junta mengangkat senjata dan bergabung dengan perlawanan etnis minoritas. Dalam laporannya, Tom Andrews menyebut Rusia dan Cina membantu junta dalam melancarkan operasi mematikan guna menghancurkan oposisi. 

Helikopter Mi-35, jet tempur MiG-29 dan pesawat ringan Yak-130 yang ketiganya buatan Rusia, serta jet K-8 buatan China, paling sering digunakan untuk melancarkan serangan udara yang menyasar sekolah, fasilitas kesehatan, perumahan dan kawasan sipil lainnya, sebut laporan itu.

Dalam sebuah serangan tunggal terhadap sebuah pertemuan desa yang diadakan penentang junta di daerah Sagaing pada April 11, militer menjatuhkan bom dari Yak-130 dan membunuh sedikitnya 160 orang, termasuk 40 anak, kata laporan tersebut.

Militer Myanmar mengaku menyasar pemberontak dan menyatakan bahwa warga sipil yang terbunuh di Sagaing itu kemungkinan mendukung penentang junta yang disebut "teroris" oleh junta.

DANIEL A. FAJRI

Daniel Ahmad Fajri

Bergabung dengan Tempo pada 2021. Kini reporter di kanal Nasional untuk meliput politik dan kebijakan pemerintah. Bertugas di Istana Kepresidenan pada 2023-2024. Meminati isu hubungan internasional, gaya hidup, dan musik. Anggota Aliansi Jurnalis Independen.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus