Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bintang-bintang sepak bola Iran mengambil sikap menjelang Piala Dunia, ketika protes massa meletus setelah kematian Mahsa Amini yang berusia 22 tahun di tangan polisi moral pada 16 September lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelum pertandingan persahabatan internasional melawan Senegal, yang berakhir imbang 1-1 pada Selasa lalu, para pemain Iran menimbulkan kegemparan ketika tim berbaris dengan mengenakan jaket hitam saat lagu kebangsaan diperdengarakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dengan menolak membuka jaket hitam, mereka menutupi lambang kebangsaan di kaos jersey tim. Tim Iran berdiri bergandengan tangan sebelum pertandingan, dan hanya melepas jaket hitam mereka untuk memainkan pertandingan di Austria.
Pertandingan di ibu kota Wina itu dimainkan secara tertutup untuk mencegah protes persatuan sepak bola Iran.
Sebelumnya, bintang tim Iran Sardar Azmoun, yang juga bermain di Bundesliga Jerman untuk Bayer Leverkusen, menulis dukungan atas unjuk rasa mengutuk kematian Amini.
“Paling buruk saya akan diberhentikan dari tim nasional. Tidak masalah,” tulis dia di Instagram pada Ahad. "Saya akan mengorbankan itu untuk satu helai rambut di kepala wanita Iran. Tulisan ini tidak akan dihapus. Mereka dapat melakukan apapun yang mereka inginkan. Harusnya kalian malu karena membunuh begitu mudah; panjang umur wanita Iran.”
Postingannya kemudian dihapus dengan versi kata-kata yang tidak terlalu keras, tetapi Azmoun bergabung dengan rekan satu timnya yang menutup foto profil media sosialnya sebagai bentuk solidaritas.
Dukungan terhadap demonstran Iran juga datang dari sejumlah tokoh sepak bola negara tersebut. Mantan bintang tim nasional Ali Karimi, telah menjadi pahlawan bagi banyak pengunjuk rasa di Iran dengan mendukung protes di media sosial – menentang kritik pedas di media pro-pemerintah.
Karimi, telah berulang kali memposting di Instagram dan di Twitter untuk mendukung protes dan mengutuk kematian Amini, dengan mengatakan bahkan air suci pun tidak bisa “menghapus aib ini”.
“Seperti orang biasa di tanah saya, saya tidak mencari jabatan atau posisi apa pun,” katanya.“Saya hanya mencari kedamaian dan kenyamanan dan kesejahteraan orang-orang di semua bagian negara saya.”
Postingan ini mendorong kantor berita Fars di Iran untuk menerbitkan sebuah artikel yang menyerukan penangkapannya, sementara ada saran bahwa properti yang dia miliki di Iran dapat disita.
Mantan pemain top lainnya juga menuliskan dukungannya di Instagram. Mehdi Mahdavikia, yang selama bertahun-tahun tampil di Bundesliga, menuduh pihak berwenang “mengabaikan rakyat”.
Sedangkan Ali Daei, seorang striker legendaris dan bintang Piala Dunia 1998, mengatakan kepada rezim untuk “menyelesaikan masalah rakyat Iran daripada menggunakan penindasan, kekerasan dan penangkapan”.
Kematian Amini telah memicu demonstrasi dan seruan untuk keadilan tidak hanya di Iran, tetapi di seluruh dunia. Perempuan Kurdi berusia 22 tahun itu ditahan polisi, setelah diduga mengenakan jilbab secara tidak benar awal bulan ini. Ia kemudian diduga dipukuli hingga koma selama tiga hari, sebelumnya akhirnya tewas pada 16 September.
Kabar kematian Amini sontak mmebuat marah seluruh rakyat Iran, terutama para perempuan. Banyak demonstran perempuan turun ke jalan tanpa jilbab yang diamanatkan negara dan bahkan memotong rambut mereka sebagai tindakan pembangkangan.
Protes diam tim sepak bola Iran terjadi hanya beberapa hari setelah dua demonstran didatangi oleh polisi Austria saat memegang plakat yang menyatakan Amini 'dibunuh oleh polisi Republik Islam Iran.' Insiden ini terjadi menjelang pertandingan persahabatan dengan Uruguay.
DAILY MAIL | FOX SPORTS