Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sudan akan mengizinkan minuman keras untuk non Muslim dan memperkuat hak-hak perempuan, termasuk melarang sunat perempuan, menurut menteri kehakiman Sudan pada Sabtu malam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Minuman beralkohol dilarang di Sudan selama empat puluh tahun sejak mantan Presiden Jaafar Nimeiri memperkenalkan hukum Islam yang keras pada tahun 1983, di mana dia melemparkan botol wiski ke Sungai Nil di ibu kota Khartoum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pemerintahan transisi yang mengambil alih otokrat Omar al-Bashir yang digulingkan tahun lalu telah berjanji untuk memimpin Sudan menuju demokrasi, mengakhiri diskriminasi dan berdamai dengan pemberontak.
Non Muslim di Sudan yang populasinya sekitar 3% tidak akan lagi dikriminalisasi karena minum alkohol, kata Menteri Kehakiman Nasredeen Abdulbari, mengatakan kepada televisi pemerintah, dikutip dari Reuters, 13 Juli 2020. Sementara bagi umat Islam, larangan itu akan tetap berlaku dan pelanggar biasanya dicambuk di bawah hukum Islam.
Sudan juga akan mencabut kriminalisasi orang yang beralih dari Islam (Murtad) dan melarang sunat perempuan, sebuah praktik yang biasanya melibatkan penghapusan sebagian atau seluruh alat kelamin eksternal perempuan dan anak perempuan, kata Abdulbari. Perempuan juga tidak lagi memerlukan izin dari anggota keluarga laki-laki untuk bepergian bersama anak-anak mereka.
Pengenalan hukum Islam ala Nimeiri adalah katalis utama terjadinya perang selama 22 tahun antara Sudan Utara yang mayoritas Muslim dan Sudan Selatan yang mayoritas Kristen yang mengarah pemisahan Sudan Selatan pada 2011.
Bashir sendiri memperpanjang hukum Islam setelah ia berkuasa pada tahun 1989. Umat Kristen Sudan sebagian besar tinggal di Khartoum dan di Pegunungan Nuba dekat perbatasan Sudan Selatan. Beberapa orang Sudan juga mengikuti kepercayaan tradisional Afrika.
Pemerintahan transisi Sudan dipimpin oleh Abdalla Hamdok bersama koalisi militer yang membantu menyingkirkan Omar al-Bashir setelah berbulan-bulan protes nasional.
ADITYO NUGROHO | REUTERS