Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETEGANGAN di perbatasan Suriah-Yordan mereda. Kedua pihak
semula hampir saja baku hantam. Adalah Pangeran Ibn Abdul-Aziz,
Panglima Keamanan Nasional Arab Saudi, yang berjasa menurunkan
suhu masing-masing. Ia mengadakan pembicaraan secara terpisah
dengan kedua kepala pemerintahan Suriah-Yordan.
Suriah pekan lalu dikabarkan mulai menarik mundur sekitar
15 tanknya dari perbatasannya dengan Yordan. Langkah itu,
demikian pemerintah Sauli, dilakukan Suriah sebagai suatu
tindakan permulaan menarik 30 ribu tentaranya.
Di perbatasan dengan Yordan, Suriah menempatkan sekitar 50
ribu tentara berikut 1.200 tank setelah hubungan kedua negara
memburuk sejak 22 November. Buat mengimbanginya, Yordan
mengirimkan 30 ribu tentara yang didukung beberapa ratus tank
dan kendaraan pengangkut militer.
Para pejabat di Amman mempercayai bahwa ancaman perang kini
jauh berkurang. Menteri Penerangan Yordan Adnan Abu Odeh
mengungkapkan bahwa Yordan belum menerima pemberitahuan resmi
mengenai hasil upaya perdamaian Pangeran Abdullah tersebut.
"Penilaian kami akan segera jelas bila kami melihat serdadu
terakhir Suriah meninggalkan perbatasan kembali ke baraknya
semula," ujarnya.
Melunaknya sikap Suriah itu diduga karena tekanan pihak
Soviet. Vasily Kuznetzov, Wakil Presiden Presidium Soviet
Tertinggi, dalam waktu hampir bersamaan dengan Pangeran Abdullah
juga mengunjungi Damaskus pekan lalu. Ia datang ke sana dalam
acara tukarmenukar dokumen persetujuan pakta persahabatan 20
tahun yang ditandatangani Soviet-Suriah belum lama ini. Dalam
pertemuan dengan Presiden Suriah Hafez Assad, Kuznetzov
dikabarkan menekan Suriah agar meredakan konfrontasinya dengan
Yordan.
Suriah dengan Yordan berkonfrontasi antara lain karena
Yordan menyokong Irak dalam berperang melawan Iran. Sementara
Suriah mendukung Iran. Hubungan kedua negara itu semakin
memburuk sesudah Suriah memboikot pertemuan puncak Liga Arab (25
November) di Amman.
Luka lama
Aljazair, Yaman Selatan, Libya, Libanon dan Organisasi
Pembebasan Palestina (PLO) juga memboikot pertemuan Amman
tersebut. Suriah pada mulanya meminta agar Yordan menunda dulu
pertemuan tadi karena dianggapnya dunia Arab terpecah belah
dalam menghadapi perang Iran-Irak.
Tapi Amman tentu saja menolak permintaan Damaskus. Amman
memang berkepentingan sekali menggalang dukungan dunia Arab ke
pihak Irak--penyumbang keuangan Yordan.
Damaskus kemudian mengecam bahwa Amman akan menggunakan
pengaruh pertemuan itu untuk melakukan negosiasi dengan Israel
mengenai masa depan West Bank. Damaskus juga menuduh Amman turut
membantu gerakan bawah tanah --Persaudaraan Muslim-di Suriah.
Untuk mendukung tuduhan itu, televisi Suriah menyiarkan
pengakuan seorang pengusaha Suriah yang pernah dididik di kamp
teroris di Yordan. Amman juga dituduh berusaha melenyapkan
eksistensi PLO sebagai satusatunya organisasi rakyat Palestina.
Sebagai syarat untuk menarik mundur pasukannya, Suriah
pernah menuntut Yordan agar mencabut dukungan terhadap
Persaudaraan Muslim. Raja Hussein kabarnya tidak keberatan.
Karena sejak 1958, Hussein memang telah memerangi gerakan itu di
dalam negerinya.
Tapi mengenai PLO, Hussein seolah menyimpan luka lama.
Hampir 10 tahun lalu, ia pernah berusaha membersihkan
konsentrasi PLO di wilayah Yordan. Suriah ketika itu berusaha
membantu PLO dengan mengirimkan 3.000 pasukannya melintasi
perbatasan. Pasukan Yordan waktu itu segera memukulnya dengan
persenjataan buatan Inggris dan AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo