Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Warga di salah satu favela atau lingkungan kumuh di Brasil menyewa tim dokter swasta selama 24 jam sebulan untuk menangani wabah virus Corona karena tidak percaya pada pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Salah satu penduduk bernama Emerson Barata menggambar peta sirkuler dari daerah kumuh terbesar di Sao Paulo, Paraisopolis, dan mulai menandai kasus virus Corona yang dikonfirmasi dengan tinta biru. Di tengah favela sekitar 120.000 orang, yang padat di antara blok apartemen mewah dan rumah-rumah bertembok tinggi, ia menggambar empat titik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ini akan menjadi jauh lebih buruk," kata pria berusia 34 tahun itu kepada tim medis yang berkumpul, menambahkan dua titik lagi ke distrik luar favela. "Lonjakan belum menghantam."
Barata memimpin satuan tugas virus Corona di labirin rumah-rumah blok batu merah ini, di mana, di luar enam kasus yang dikonfirmasi, timnya mencurigai ada 60 orang lainnya yang terinfeksi.
Dia tidak berkoordinasi dengan pemerintah negara bagian Brasil, begitu pun tim medis di sekelilingnya tidak terkait dengan pemerintah. Mantan pemain pro liga kecil ini adalah bagian dari asosiasi penduduk Paraisopolis yang sangat tidak percaya pada pemerintah.
Asosiasi penghuni telah menyewa layanan medis swasta 24 jam termasuk tiga ambulans, dua dokter, dan dua perawat, serta pengemudi dan staf pendukung.
Ketika Presiden Jair Bolsonaro menganggap virus itu sebagai "flu kecil" dan menyuruh warga Brasil untuk kembali bekerja, Barata bersama penduduk lain berinisiatif melawan virus Corona dan menyebutnya sebagai "perang."
Pemandangan udara area kumuh Paraisopolis di dekat gedung apartemen mewah di Sao Paulo, Brasil, 2 April 2020. Penduduk lingkungan kumuh atau favela menyewa tim medis untuk melawan virus Corona karena tidak percaya pada pemerintah negara bagian Sao Pauolo, untuk memerangi virus Corona.[REUTERS]
Barata menolak untuk mengatakan berapa biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tim medis, namun mengatakan anggarannya sebagian ditanggung oleh sumbangan. Tim medis dikontrak penduduk Paraisopolis selama 30 hari dan kemungkinan akan diperpanjang.
"Favelas akan dihantam kasus yang terburuk," katanya, berdiri di tempat parkir di luar bengkel yang berfungsi sebagai basis untuk tim medis. "Tempat-tempat yang sudah diabaikan oleh negara akan semakin diabaikan."
Para ahli kesehatan masyarakat setuju. Kondisi hidup yang penuh sesak, sanitasi yang buruk, kurangnya perawatan kesehatan dan tindakan isolasi akan membuat daerah kumuh Brasil, rumah bagi sekitar 11 juta orang atau 6% dari populasi, rentan terhadap virus.
Paraisopolis kemungkinan berada di garis depan. Banyak penghuninya bekerja di lingkungan kaya dekat Morumbi, yang merupakan titik nol untuk penyebaran COVID-19 di Brasil. Di seluruh Amerika Latin, banyak dari kasus pertama didiagnosis pada mereka yang cukup kaya untuk bepergian ke luar negeri, tetapi virus ini diperkirakan akan menghantam daerah kumuh dengan sangat parah.
Brasil adalah negara yang paling parah terkena dampak virus corona di Amerika Latin sejauh ini, dengan hampir 8.000 kasus yang dikonfirmasi dan 299 kematian hingga Kamis.
Penduduk Paraisopolis yang telah dites positif termasuk dua yang bekerja di Rumah Sakit Albert Einstein di dekat perkampungan, sebuah fasilitas medis swasta yang mendiagnosis kasus pertama di Amerika Latin. Lainnya adalah pengasuh anak yang tinggal di rumah.
Celia Parnes, Sekretaris Pembangunan Sosial untuk negara bagian Sao Paulo, mengatakan pemerintah prihatin dengan cepatnya penularan di favela dan bekerja untuk membantu lingkungan miskin seperti Paraisopolis dengan makanan bersubsidi dan kelonggoran utang.
Dia mengatakan layanan kesehatan publik di Paraisopolis tidak berbeda dengan kota lainnya, mengatakan ambulans bisa menjangkau favela dan dengan mengatakan tidak adanya negara adalah pernyataan berlebihan.
Meski demikian, Parnes memuji inisiatif asosiasi warga.
Anak-anak berkumpul di salah satu rumah di lingkungan kumuh Paraisopolis setelah penduduk menyewa tim medsi swasta 24 jam untuk memerangi wabah virus Corona di Sao Paulo, Brasil, 30 Maret 2020.[REUTERS]
Balai kota, melalui email kepada Reuters, mengatakan bahwa mereka membagikan makanan gratis dan barang-barang penting bagi penduduk Paraisopolis, serta mengerahkan mobil dengan pengeras suara yang menyatakan pentingnya mencuci tangan dan tinggal di dalam ruangan.
Perusahaan air dan sanitasi Sao Paulo mengatakan pihaknya mendistribusikan 2.400 tangki air ke lingkungan miskin untuk membantu selama krisis kesehatan. Dikatakan Paraisopolis telah menerima lebih dari 900 tanki air.
Negara juga membebaskan keluarga miskin dari tarif air dan gas selama tiga bulan.
Warga mengeluh tidak ada air setelah jam 8 malam dan sampah menumpuk di sepanjang gang-gang sempit yang lembab.
Paraisopolis sendiri menjadi rumah bagi First Capital Command, geng terbesar dan paling kuat di Brasil, yang dikenal dengan akronim Portugis PCC-nya.
"Saya pikir ini akan menjadi buruk..."flu kecil" ini bisa membunuh," kata Luiz Carlos, seorang dokter perawakan pendek, berambut abu-abu, yang menjadi bagian dari tim medis yang disewa penduduk.
Tim medis menyiapkan ambulans setelah penduduk kawasan kumuh Paraisopolis menyewa mereka untuk melawan virus Corona, Sao Paulo, Brasil, 30 Maret 2020.[REUTERS]
Penduduk lain bernama Roberto de Souza, 41 tahun, percaya bahwa ia tertular virus melalui pekerjaannya di apotek, meskipun mengenakan sarung tangan sekali pakai dan masker wajah ketika melayani pelanggan. Dia menderita sakit yang hebat di kakinya dan batuk terus-menerus.
Setelah dinyatakan positif, ia mengisolasi dirinya di flat lantai dua yang sempit di Paraisopolis.
"Yang paling menyakitkan adalah dikarantina, sendirian," katanya sambil terbatuk. "Saya harus khawatir, bukan hanya diri saya sendiri tetapi khawatir agar tidak menularkannya ke orang lain."
De Souza hidup sendiri di Paraisopolis yang padat.
Seorang perempuan yang mengisolasi diri, sakit dengan gejala virus Corona. Tetapi ketiga anaknya, ibu, dan saudara lelakinya tidak punya tempat lain untuk pergi, jadi terus tinggal bersamanya.
Untuk mengatasi masalah itu, asosiasi warga menggunakan dua sekolah yang ditutup karena wabah untuk menampung hingga 500 orang dengan kasus yang diduga dan dikonfirmasi tanpa gejala.
Terlepas dari semua persiapan, Barata khawatir warga tidak akan menganggap ancaman itu cukup serius. Tidak seperti di bagian lain Sao Paulo, di mana lockdown terjadi, sebagian besar bar dan toko tetap buka di Paraisopolis dan jalanan tetap ramai.
Barata khawatir banyak orang baru akan mengubah sikap mereka hanya setelah orang tua atau teman mereka meninggal karena virus Corona dan ketika itu terjadi, maka semuanya sudah terlambat.