Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Pengawasan Ompong Bank Mayapada

Bank Mayapada bersiap merealisasi penawaran umum terbatas untuk mengatasi seretnya likuiditas. Pengawasan OJK layak dipertanyakan.

11 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LANGKAH Dato Sri Tahir kembali menyuntik modal PT Bank Mayapada Internasional Tbk sudah tepat. Sebagai pemilik Mayapada, orang terkaya ketujuh di Indonesia versi Forbes (2019) itu sudah sepatutnya bertanggung jawab atas masalah yang menimpa bank dengan total aset Rp 89 triliun tersebut. Solusi bisnis seperti penawaran umum terbatas kepada pemegang saham atau investor baru harus diutamakan ketimbang suntikan duit negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Likuiditas Mayapada sedang mengkeret. Rasio kecukupan likuiditas (LCR) pada triwulan II 2020 sebesar 176,34 persen, berkurang dari posisi tahun lalu yang masih 202,42 persen. Rasio dana stabil bersih (NSFR), yang menggambarkan kemampuan pendanaan bank mengantisipasi berbagai risiko di masa depan, jeblok menjadi hanya 120,3 persen pada Maret lalu dari semula 160,76 persen pada Desember 2019. Benar bahwa kedua indikator itu masih di atas ambang batas yang dipersyaratkan Otoritas Jasa Keuangan, tapi kondisi tersebut jelas akan menyulitkan bank tumbuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perlambatan ekonomi dua tahun terakhir memang membuat industri perbankan lesu darah. Pandemi Covid-19 yang menghantam Indonesia sejak Maret lalu membuat bank kian sulit bernapas. Simpanan nasabah di perbankan pada April 2020 tercatat hanya Rp 6.128 triliun, berkurang Rp 86 triliun dalam waktu sebulan saja. Penyaluran kredit pun menyusut, sedangkan tingkat kredit bermasalah (NPL) justru melonjak. Bank umum kelompok usaha III, kategori bank dengan modal Rp 5-30 triliun, termasuk yang kena getahnya. MAYA, kode saham Bank Mayapada, ada di kategori ini.

Namun yang bikin tambah runyam adalah Mayapada terekspos sebagai satu dari tujuh bank bermasalah. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap pelaksanaan pengawasan OJK pada 2017-2019 menunjukkan manajemen Mayapada diduga berulang kali menggelontorkan kredit ke belasan debitor bermasalah hingga total mencapai Rp 4,3 triliun. Ada juga penyaluran pinjaman ke empat grup hingga Mei 2019 yang nilainya mencapai Rp 23,56 triliun. Penyaluran ini ditengarai menabrak aturan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dan mereka juga terindikasi terafiliasi dengan pemilik.

Di sinilah sistem pengawasan OJK layak dipertanyakan. Otoritas sesungguhnya mengetahui berbagai pelanggaran tersebut dan memberikan sejumlah rekomendasi kepada Mayapada. Namun, dalam catatan BPK, OJK tak pernah memberikan sanksi atau mengembangkan pemeriksaan lanjutan ketika rekomendasinya tak digubris. Gejala serupa ditemukan pada kinerja pengawasan di enam bank lain, termasuk PT Bank Muamalat Indonesia dan PT Bank Bukopin Tbk, yang lebih dulu terekspos. Otoritas tak ubahnya macan ompong.

Laporan BPK memang bukan hasil pemeriksaan terbaru. OJK boleh saja berdalih bahwa berbagai temuan auditor negara tak relevan lagi untuk menggambarkan kondisi perbankan saat ini yang diklaim sangat sehat. Tapi kinerja bank merupakan sebuah kesinambungan. Lemahnya pengawasan dan penindakan akan mendorong manajemen bank terus melakukan pelanggaran. Situasi ini sangat berbahaya. Krisis 1998 jelas memberikan pelajaran yang terang-benderang: bank yang sehat pun bisa kolaps jika tetangga kanan-kirinya bermasalah.

Dewan Komisioner OJK harus menindak para pengawas yang terindikasi menyimpang. OJK juga perlu menginvestigasi penyaluran kredit-kredit di atas ketentuan BMPK, terutama kepada debitor yang terafiliasi dengan pemilik. Sepanjang dua dekade terakhir, regulasi tentang hal ini terus diperketat dengan ancaman pidana untuk mencegah krisis 1998 dan kasus Bank Century pada 2008 berulang. Tapi upaya itu tak akan ada gunanya jika OJK tak mampu menegakkannya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus