Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Investasi Maritim Melek Bencana

Mempertimbangkan bencana dalam investasi sektor kelautan dan perikanan menjadi penting karena negara kepulauan Indonesia termasuk surga bencana.

24 April 2018 | 07.00 WIB

Pertumbuhan Sektor Kelautan Ditargetkan 7 Persen
Perbesar
Pertumbuhan Sektor Kelautan Ditargetkan 7 Persen

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Yonvitner
Kepala Pusat Studi Bencana IPB

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Mempertimbangkan bencana dalam investasi sektor kelautan dan perikanan menjadi penting karena negara kepulauan Indonesia termasuk surga bencana. Bencana dan investasi seperti dua sisi mata uang bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Untuk itu, pengembangan investasi kelautan dan perikanan setidaknya harus memperhatikan tiga hal utama. Pertama, pemahaman terhadap potensi risiko, intensitas, dan potensi dampak. Kedua, jaminan keberlanjutan akses dan sistem logistik barang antar-pulau. Ketiga, dukungan pemerintah, baik kebijakan, rencana tanggap darurat, maupun antisipasi bencana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Potensi risiko bencana dari alam dapat dideteksi dari berbagai gejala alam, seperti siklus musiman curah hijau, suhu udara dan permukaan laut, perubahan tekanan, dan pengaruh siklus musiman lainnya. Potensi risiko dari teknologi terjadi karena kegagalan aplikasi teknologi yang dapat dideteksi dari umur teknologi, kegagalan operasional dan tata kelola teknologi, serta efek lingkungan terhadap teknologi kelautan. Sementara itu, potensi risiko sosial dapat diidentifikasi dari pola kondisi sosial dan respons masyarakat.

Potensi risiko sering kali tidak tunggal karena ada keterkaitan pada potensi yang digerakkan oleh gejala alam dengan kelalaian dan kegagalan teknologi serta antisipasi risiko sosial. Kasus pencemaran minyak di pesisir Balikpapan, Kalimantan Timur, menjadi contoh aktual bahwa bencana di pesisir terjadi secara mendadak yang berdampak secara ekologi, ekonomi, dan sosial. Kelalaian dalam antisipasi risiko bencana mengakibatkan kebocoran minyak meluas di badan air dan pesisir. Teknologi sistem peringatan dini harus diintegrasikan dalam pemantauan, sehingga semua potensi risiko dapat dimitigasi.

Paling tidak ada dua instrumen penting yang menjadi acuan tata kelola risiko bencana dalam investasi maritim. Pertama, melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil. Kedua instrumen ini menjadi roh bagi berkembangnya investasi kelautan dan perikanan.

Walaupun dalam Pasal 14 dan penjelasan Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Lingkungan Hidup telah dijelaskan instrumen pencegahan pencemaran dan bentuk bencana, poin tentang risiko dan bencana belum disentuh secara mendalam. Kekuatan informasi, dari bentuk dan jenis risiko, intensitas risiko dan nilai kerugian ekonomi, belum didefinisikan. Risiko investasi dan bencana juga belum disentuh dengan baik dalam kajian lingkungan hidup strategis dan dokumen lingkungan. Begitu juga kajian dampak mengenai lingkungan hidup baru sebatas menyajikan informasi besaran dampak. Yang lebih penting adalah mensinergikan kajian dampak, risiko, dan bencana sebagai dasar investasi.

Dalam mempercepat dan memperkuat investasi ini, informasi risiko dan kebencanaan harus dipertajam dalam dokumen zonasi kawasan pesisir dan laut. Semua pemerintah provinsi harus segera mengkoordinasikan penyusunan dokumen zonasi, rencana pengelolaan, dan rencana aksi yang mengintegrasikan potensi risiko dan bencana. Zonasi itu tidak hanya membagi area konservasi, perlindungan, dan pemanfaatan, tapi juga harus mengadaptasi hak pemanfaatan yang menjabarkan risiko dan kebencanaan.

Dengan kelengkapan tersebut, sebagai negara mega-biodiversitas, kaya potensi investasi, dan surga bencana, kita akan mampu meyakinkan investor untuk berinvestasi. Kemampuan pemerintah dalam memahami pola pasokan dan permintaan, potensi investasi, pengaruh iklim, dan hazard di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil juga harus diiringi dengan insentif kebijakan. Insentif awal investasi adalah informasi risiko, hazard, dan langkah mitigasi dari wilayah yang akan dikembangkan.

Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta kementerian di lingkup koordinator kemaritiman harus melek bencana. Industri perikanan, wisata, eksplorasi, dan produksi minyak dan gas, energi laut, transportasi, dan kepelabuhan adalah sektor yang rentan bencana. Dengan skema otonomi daerah, pemerintah provinsi harus mengambil peran kepemimpinan dalam manajemen kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil dengan koordinasi Kementerian Koordinator Kemaritiman. Kemajuan investasi maritim akan sukses dengan kepedulian terhadap potensi bencana.

Yonvitner

Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Wakil Sekretaris Jenderal Indonesia Mangrove Society (IMS)

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus