Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Jangan Takut Teror

Serangan di Sarinah, Jakarta, kemarin, merupakan pukulan berat bagi pemerintah dan aparat keamanan. Pada siang bolong, di tengah hiruk-pikuk Ibu Kota, kelompok teroris begitu leluasa menembak seorang polisi, menewaskan dua warga sipil, dan melukai 17 orang. Dua pelaku penembakan membabi-buta dan tiga pelaku yang diduga melakukan aksi bom bunuh diri itu tewas.

14 Januari 2016 | 22.31 WIB

Jangan Takut Teror
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Serangan di Sarinah, Jakarta, kemarin, merupakan pukulan berat bagi pemerintah dan aparat keamanan. Pada siang bolong, di tengah hiruk-pikuk Ibu Kota, kelompok teroris begitu leluasa menembak seorang polisi, menewaskan dua warga sipil, dan melukai 17 orang. Dua pelaku penembakan membabi-buta dan tiga pelaku yang diduga melakukan aksi bom bunuh diri itu tewas.

Ini sebuah kecolongan besar. Badan Intelijen Negara baru saja mengurus kelompok bersenjata Din Minimi nun jauh di Aceh, tapi luput mengendus bahaya di jantung Republik. Menjelang Natal, Densus 88 menangkap beberapa terduga teroris di berbagai daerah, tapi tak mampu mengantisipasi serangan di lokasi yang berjarak hanya satu kilometer dari Istana Presiden.

Dalam rekaman foto dan video, terlihat betapa mudah para teroris itu beraksi di tengah keramaian, sedangkan belasan polisi tampak gagap bertindak. Bahkan terlihat dua pelaku dengan tenang bergerak, lalu menembak polisi dari jarak sangat dekat. Mereka menyerang kafe Starbucks, menembak seorang warga Kanada, dan melukai sejumlah warga sipil.

Aksi mereka baru berakhir setelah puluhan polisi reserse datang mengurung, membuat dua teroris terpojok, lalu meledakkan diri. Serangan di Sarinah menunjukkan teroris melancarkan model serangan baru, yang berbeda dengan gaya kelompok Dr Azahari-Noor Din M. Top yang tidak melakukan teror secara terbuka.

Serangan Sarinah ini mengingatkan orang akan teror Paris yang menewaskan 128 orang pada Desember lalu, yang diklaim dilakukan Negara Islam Irak dan Al-Syam (ISIS). Teroris melakukan serangan bom sebelum menyerang warga dengan tembakan membabi-buta di sebuah konser musik rock, lapangan sepak bola, dan sejumlah kafe.

Beberapa jam setelah teror Sarinah, kelompok ISIS mengklaim bahwa serangan dengan enam bom berdaya ledak rendah, dilanjutkan dengan penembakan serampangan, itu merupakan aksi mereka.

Tentu klaim tersebut masih harus dicek kebenarannya. Tapi aparat keamanan kita--termasuk Densus 88 Polri yang dinilai berhasil membungkam kelompok Imam Samudera--kini mendapat tantangan berat. Kelompok radikal pendukung ISIS dianggap lebih militan dibanding penyokong Al-Qaidah. Mereka membaur dengan anggota masyarakat lain sehingga lebih sulit dideteksi.

Teror ini berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia. Akibatnya sudah terlihat dari pasar saham yang ditutup di zona merah dan sejumlah negara yang langsung mengumumkan travel warning. Tanpa usaha sungguh-sungguh untuk memulihkan keadaan, kepercayaan investor asing bakal merosot.

Padahal, selama setahun terakhir, pembangunan yang dilakukan pemerintah berhasil mencatat hasil lumayan bagus. Lembaga pemeringkat Standard & Poor's Ratings Services (S&P) mencatat perbaikan pada peringkat utang Indonesia. Indonesia juga dinilai bisa masuk kategori investment grade jika pemerintah mampu meningkatkan kualitas penyerapan anggaran.

Pemerintah dan Polri harus segera mengusut teror Sarinah. Selain mesti lebih waspada, masyarakat perlu membantu aparat untuk melaporkan "orang-orang berkelakuan aneh" di sekitar mereka. Kita tak boleh menyerah kepada teror.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus