Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Maut Mengintai di Jalan Raya Jakarta

Pemerintah Jakarta harus memberikan sanksi terhadap pemilik kabel optik yang telah mencelakai dan merenggut nyawa pengguna jalan.

7 Agustus 2023 | 15.45 WIB

Sultan Rif'at Alfatih korban terjerat kabel fiber optik. Istimewa
Perbesar
Sultan Rif'at Alfatih korban terjerat kabel fiber optik. Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Editorial Tempo.co

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

---

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSIBAH yang menimpa Sultan Rifat Alfatih dan Vadim akibat kabel kendur di jalan raya murni kesalahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kejadian memilukan tersebut tidak harus terjadi jika pemerintah Jakarta memandang keselamatan warga di atas segalanya, termasuk memaksa pelbagai pihak memastikan keamanan fasilitas mereka yang melintas di tempat umum.

Sultan Rifat mendapat musibah pada Januari lalu, dan kemudian disusul Vadim pada akhir bulan lalu. Mereka menjadi korban kabel optik di udara yang kendur di atas jalan. Kondisi kabel tak terperhatikan hingga pada akhirnya tersangkut di bagian atas kendaraan yang melintas.

Kejadian yang menimpa mereka sungguh menggenaskan, dan tidak sepatutnya terjadi di Jakarta, ibu negara Indonesia. Kabel tertarik kencang sebelum kemudian melenting kencang, mengikuti hukum pegas, menjepret leher Sultan dan Vadim yang sedang berkendara sepeda motor. Tenggorokan Sultan hancur yang seketika membuat mahasiswa ini kritis dan terbangun dengan hilangnya kemampuan berkata-kata. Bernapas dan menelan pun kini mengandalkan alat bantu. 

Adapun Vadim dibuat tersungkur ke aspal dengan keras. Lehernya hanya lebam tapi tulang tempurungnya ada yang patah. Pemuda pengemudi ojek online ini akhirnya meninggal di rumah sakit, sekitar berselang enam jam.

Menjadi korban dari keteledoran pemerintah Jakarta dan provider kabel optik yang tidak menyadari potensi bahaya dari jaringan utilitas yang tidak terjaga belum cukup bagi Sultan dan Vadim. Keduanya masih ditambah nir-empati yang datang dan tak ada pertanggungjawaban yang diberikan hingga berita keduanya viral di media.

Sultan dan Vadim bisa jadi bukan korban pertama karena semrawutnya jaringan utilitas, dan buruknya pemeliharaan jalan, adalah lagu lama. Ini tak hanya di Jakarta, tapi juga banyak kota lainnya di Indonesia.

Tapi Sultan dan Vadim harus menjadi korban yang terakhir. Pemerintah Jakarta harus memberikan sanksi terhadap pemilik kabel optik yang telah mencelakai dan merenggut nyawa pengguna jalan. Sanksi tegas akan memaksa mereka tertib, membuat setiap pemilik atau provider ke depannya tidak asal pasang, tapi juga ikut mengawasi dan menjaga. 

Pemerintah daerah, sebagai pemberi izin utilitas, harus ikut bertanggung jawab. Di Jakarta, mereka harus mendukung upaya percepatan penyelesaian pekerjaan sarana jaringan utilitas terpadu yang tengah berjalan. DKI harus berani dan memiliki alat lewat perda yang komprehensif untuk memaksa utilitas eksisting di udara masuk ke dalam tanah.

Memindahkan jaringan utilitas dan merapikannya ke ruang bawah tanah tak hanya memperbaiki estetika kota, tapi mengurangi peluang pengguna jalan celaka. Manfaat lain dari SJUT adalah meminimalkan gangguan terhadap jaringan utilitas itu sendiri, yang menyangkut kepentingan umum antara lain listrik dan telekomunikasi. Ini penting untuk mendukung cita-cita Jakarta menjadi smartcity dan kota bisnis yang memberi layanan kelas dunia.

Pemerintah daerah lainnya bisa langsung berinisiatif tanpa perlu menunggu korban seperti Sultan dan Vadim. Bahkan pemerintah pusat pun bisa memberikan keberpihakannya untuk mendukung proyek serupa SJUT di berbagai daerah. Jangan tunggu lagi ada korban nyawa, lalu semua sibuk melakukan evaluasi. 

Jajang Jamaludin

Jajang Jamaludin

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus