Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Didid Noordiatmoko
Pelaksana tugas Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rancangan Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan, yang beberapa waktu lalu disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, mengamanahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengatur dan mengawasi inovasi teknologi di sektor keuangan digital dan aset kripto. Dengan demikian, pengaturan dan pengawasan aset kripto beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK. Mengapa undang-undang ini memandang perlu mengalihkan tugas dan kewenangan tersebut pada saat perdagangan aset kripto memasuki "musim dingin"? Apakah akan dapat dipastikan perdagangan aset kripto di Indonesia akan lebih baik lagi di masa mendatang?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aset kripto diatur dan diawasi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi sejak 2018. Badan Pengawas mendefinisikan aset kripto sebagai komoditas tidak berwujud yang berbentuk digital, menggunakan kriptografi jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi. Sekali lagi, negara, dalam hal ini Badan Pengawas, menempatkan kripto sebagai aset, bukan mata uang (currency) atau alat bayar.
Nilai transaksi aset kripto di Indonesia mencatat jumlah yang sangat signifikan dalam tiga tahun terakhir. Nilai transaksi pada 2020 sebesar Rp 64,9 triliun, kemudian meningkat sangat pesat pada 2021 menjadi Rp 859,4 triliun, dan menurun menjadi Rp 296,66 triliun sampai dengan November 2022.
Jumlah pelanggan atau pengguna aset kripto pada akhir 2021 sebanyak 11,2 juta orang. Jumlah ini meningkat pesat pada akhir November 2022 menjadi 16,55 juta orang, yang didominasi oleh kaum milenial usia 18-30 tahun sebesar 48,7 persen. Sementara itu, dari sisi perpajakan, dalam periode Mei-November 2022, negara telah mengumpulkan pajak sebesar Rp 231,75 miliar dari pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Badan Pengawas sudah mengatur ekosistem dan tata kelola perdagangan aset kripto. Ekosistem aset kripto dibangun dengan mekanisme pemisahan fungsi yang saling terhubung dan memungkinkan terjadinya pemeriksaan silang. Ekosistem perdagangan kripto berdasarkan Peraturan Kepala Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 terdiri atas bursa, lembaga custody, lembaga kliring, dan pedagang atau exchanger. Masyarakat yang ingin berinvestasi atau membeli aset kripto akan berhubungan dengan exchanger yang dicatat dalam bursa kripto berdasarkan kesepakatan jual-beli tersebut. Penyelesaian atau jual-beli tersebut akan dilakukan melalui lembaga kliring berjangka, sedangkan koin yang ditransaksikan akan disimpan dalam lembaga depository atau kustodian. Ekosistem ini akan melindungi setiap pihak yang bertransaksi dalam perdagangan aset kripto.
Badan Pengawas juga mengatur jenis koin kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia. Hal ini tentunya untuk meminimalkan terjadinya “penipuan” atas koin yang diperdagangkan tersebut. Sampai November 2022, Badan Pengawas sudah memberikan izin kepada 25 exchanger untuk melakukan perdagangan aset kripto dan jumlah koin yang dapat diperdagangkan sebanyak 383 koin, yang 10 koin di antaranya merupakan koin Indonesia atau koin lokal.
Kelemahan utama dalam ekosistem ini justru karena Badan Pengawas belum menunjuk lembaga bursa, kliring, dan kustodi. Ketiga lembaga tersebut seharusnya merupakan upaya Badan Pengawas untuk “membagi” risiko pengelolaan dan pengawasan perdagangan kripto sehingga tanpa ketiganya seluruh risiko akan bertumpu pada Badan Pengawas.
Soal upaya pencucian uang, Badan Pengawas juga telah mewajibkan pelaksanaan knowing your customer (KYC) untuk mengidentifikasi setiap aktor yang terlibat dalam perdagangan kripto sehingga dapat secara dini mengenali potensi terjadinya tindak pidana pencucian uang. Demikian juga untuk mengidentifikasi transaksi pengiriman koin dari dan ke luar negeri, Badan Pengawas mewajibkan dilakukan travel rule yang mencatat dan mengidentifikasi setiap aktor pada setiap transaksi serta mekanisme verifikasinya. Setiap exchanger diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan tersebut.
Mengenai KYC tersebut, perjanjian kerja sama antara Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pengawas mengenai penggunaan data serta informasi kependudukan yang baru saja dilakukan patut diapresiasi. Dengan adanya kerja sama ini, diharapkan pelaksanaan KYC akan lebih baik lagi.
Pengaturan dan pengawasan aset kripto oleh Badan Pengawas selama ini relatif tidak menimbulkan masalah yang berarti bagi masyarakat. Sangat disadari bahwa berinvestasi dalam aset kripto memang mengandung risiko yang sangat tinggi. Sesuai dengan sifatnya, nilai aset kripto sangat volatile, bisa mengalami peningkatan maupun penurunan nilai yang sangat drastis dalam kurun waktu yang pendek. Meski demikian, kasus “penipuan” yang berkaitan dengan aset kripto relatif rendah. Beberapa riak yang terjadi pada 2022, seperti kasus Zipmax dan FTX, tidak terlalu menimbulkan gejolak dalam perdagangan aset kripto di Indonesia. Jadi, mengapa perlu pengalihan kewenangan?
Financial Stability Board (FSB) melaporkan, apabila pesatnya pertumbuhan nilai aset kripto terus berlanjut, aktivitas ini dapat mempengaruhi sistem keuangan. Laporan terbaru FSB (2022) mencatat adanya peningkatan keterkaitan pasar aset kripto dengan sistem keuangan. Peningkatan signifikan dalam aktivitas keuangan yang terjadi terkait aset kripto dapat meningkatkan tingkat risiko dalam sistem keuangan sehingga diperlukan standar mitigasi risiko dan perlindungan konsumen dan investor yang semakin baik.
Dengan melihat semakin dekatnya koneksi dan variasi aset kripto ke sektor keuangan dan untuk pengaturan yang mengakomodasi perkembangan inovasi ke depan, pengaturan aset kripto dan ekosistemnya perlu menerapkan standar sekurang-kurangnya mencakup pelindungan ”investor” dan keterbukaan informasi. Selaras dengan hal ini, arah kebijakan internasional di sektor keuangan juga mendorong perlunya pengaturan dan pengawasan aset kripto yang memperhatikan dampaknya ke sektor keuangan, khususnya terhadap stabilitas sistem keuangan.
Selain itu, dalam perdagangan aset kripto mulai dikenal dengan penerbitan token atau sering disebut dengan initial coin offering (ICO). Aktivitas penerbitan aset kripto atau token ini merupakan kegiatan pengumpulan dana masyarakat yang mirip securities crowd funding. Terhadap mekanisme ini, tentunya harus dilakukan pengaturan dan pengawasan yang memadai. Dengan semakin terintegrasinya aktivitas transaksi melalui platform digital, termasuk perkembangan aset-aset kripto, perlu dipastikan kebijakan publik yang melihat ke depan dengan memasukkan aktivitas aset kripto dan variasi underlying crypto-assets yang berisi instrumen keuangan ke dalam regulatory perimeter di sektor keuangan.
Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan tetap tidak mengakui kripto sebagai mata uang, tapi lebih berfokus agar otoritas di sektor keuangan mempunyai akses yang cukup untuk mengatur dan mengawasinya. Ini untuk memastikan agar kripto tidak memberi dampak negatif dan mempengaruhi integritas dan stabilitas sistem keuangan. Dengan demikian, dibutuhkan penanganan yang terintegrasi agar pengelolaan aset kripto tetap memperhatikan stabilisasi sektor keuangan. Inilah tampaknya yang melandasi kebijakan tersebut.
Apakah dengan pemindahan wewenang ini kebijakan yang ada akan tetap berlanjut? Setiap pembuat kebijakan pasti berharap agar kebijakan akan tetap berlanjut dan bahkan memberi dampak yang lebih baik. Kebijakan ini bersifat forward looking, sebelum terjadi permasalahan kompleksitas pada stabilisasi sektor keuangan yang disebabkan oleh transaksi kripto, negara sudah menyusun suatu kebijakan yang bersifat antisipatif, tidak lagi reaktif.
Undang-undang ini juga memberi waktu selama dua tahun masa transisi yang akan dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah. Tentunya, baik Badan Pengawas bersama Kementerian Keuangan maupun OJK harus merancang suatu kebijakan untuk memastikan industri perdagangan aset kripto dapat tetap berjalan baik. Kebijakan pada masa transisi ini tentunya dengan tetap memperhatikan berbagai “pekerjaan rumah” yang belum diselesaikan oleh Badan Pengawas dengan tetap mendorong industri ini lebih berkembang dan mewujudkan pelindungan pelanggan yang lebih baik.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo